Senin 18 Dec 2023 21:11 WIB

Kasus Pesantren Dibakar: Muhammadiyah Ingatkan Hal Ini

Muhammadiyah mempunyai perserikatan amal usaha.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Kasus Pesantren Dibakar: Muhammadiyah Ingatkan Hal Ini. Foto: Logo Muhammadiyah.
Foto: Antara
Kasus Pesantren Dibakar: Muhammadiyah Ingatkan Hal Ini. Foto: Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah Maskuri mengatakan, konflik kepemilikan tanah untuk pesantren kerap terjadi. Untuk itu ia memberikan saran dan masukan kepada pengelola dan pemberi wakaf pesantren untuk menghindari konflik di kemudian hari.

Sebagaimana diketahui, Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Istiqamah, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan (Sulsel) dibakar, Rabu (13/12/2023) sekitar pukul 21.00 WITA. Secara tiba-tiba, sekelompok orang tidak dikenal datang menyerang hingga dan melakukan pembakaran bangunan di pesantren. Belakangan diketahui, motif pembakaran terjadi lantaran adanya konflik kepemilikan lahan.

Baca Juga

"Memang, banyak sekali kasus yang terkait dengan sengketa kepemilikan tanah wakaf pesantren. Di Muhammadiyah, alhamdulillah konflik semacam itu tidak ada, karena di Muhammadiyah, orang atau pribadi misalnya ingin mewakafkan tanahnya untuk pesantren, maka kepemilikan tanahnya itu atas nama perserikatan Muhammadiyah," kata Maskuri saat dihubungi Republika, Senin (18/12/2023).

Alasannya, kata Maskuri, Muhammadiyah mempunyai perserikatan amal usaha. Yang mana pengelolaan pesantren memiliki struktur organisasi yang dikelola sedemikian rupa dengan masa jabatan yang ditentukan. Sehingga apabila terjadi pergantian pengurus, kepemilikan tanah tidak berpindah dan tetap atas nama perserikatan Muhammadiyah.

Dia pun memberikan saran kepada pesantren-pesantren di luar Muhammadiyah yang ingin menghindari konflik kepemilikan tanah pesantren. Dia menyebut jika seorang individu hendak memberikan wakaf tanah untuk pesantren, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman dan penegasan di awal.

"Yakni pemahaman bahwa sebaiknya sertifikat kepemilikannya diberikan atas nama yayasan, sebab biasanya pesantren itu memiliki organisasi yayasan," kata dia.

Namun demikian, lanjut dia, jangan sampai nama kepemilikan tanah atau pesantren itu dinisbatkan kepada nama peribadi atau kepemilikan yayasannya atas nama pribadi. Jika hal demikian terjadi, ia menilai kemungkinan besar akan terjadi konflik di kemudian hari.

Dia juga mengimbau agar kepemilikan tanah wakaf itu tidak atas nama ahli waris atau per orangan yang ada di yayasan. Dia berharap kasus-kasuS pembakaran pesantren yang diakibatkan adanya konflik kepemilikan tanah tidak terjadi lagi di Indonesia jika pemahaman di awal pendirian pesantren itu dilakukan dengan sebaik-baiknya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement