Senin 29 May 2023 17:31 WIB

Isyarat Proses Pidana untuk Denny Indrayana dan Ordal Pembocor Putusan di MK

Denny Indrayana dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Kapolri buka peluang penyelidikan.

Mantan wakil menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Denny mengaku mendapatkan informasi A1 terkait putusan MK yang akan mengembalikan sistem pemilihan caleg di pemilu ke sistem proporsional tertutup. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan wakil menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana. Denny mengaku mendapatkan informasi A1 terkait putusan MK yang akan mengembalikan sistem pemilihan caleg di pemilu ke sistem proporsional tertutup. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri, Antara 

Pada Ahad (28/5/2023), pakar hukum tata negara yang juga mantan wakil menteri hukum dan HAM Denny Indrayana menyebar keterangan persnya mengenai informasi bocoran putusan gugatan sistem proporsional terbuka pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Berdasarkan informasi yang dia terima, MK akan mengembalikan sistem pemilihan calon anggota legislatif (caleg) secara tertutup untuk Pemilu 2024.

Baca Juga

“Info. Putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Putusan 6:3, tiga dissenting opinion,” kata Denny dalam keterangannya kepada Republika, Ahad (28/5/2023).

 

Dalam penjelasannya, putusan yang diambil MK tidak sepenuhnya disetujui sembilan hakim. Sembilan hakim dari tiga lembaga berbeda yang dipilih DPR, presiden, dan MA itu hanya menghasilkan persetujuan enam berbanding tiga dissenting.

“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi,” kata dia.

Dia menjelaskan, jika MK secara kelembagaan resmi menerima gugatan yang ada, sistem pemilu serentak mendatang bisa menerapkan proporsional tertutup kembali seperti dilakukan era Orba pada 1955 hingga 1999. Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat memilih caleg yang diinginkan ataupun partainya.

Caleg yang mendapat suara terbanyak dalam sistem proporsional terbuka bakal memenangkan kursi parlemen. Sistem ini diterapkan sejak Pemilu 2009, 2014, dan 2019. 

Sedangkan, sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos hanya mencoblos gambar partai saat pemilu. Pemenang kursi anggota DPR ditentukan oleh partai lewat nomor urut caleg yang sudah ditetapkan sebelum hari pencoblosan oleh masing-masing parpol. Sistem ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999. 

“Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba, otoritarian dan koruptif,” ucap Denny.

Merespons Denny Indrayana, MK tengah mendiskusikan secara internal. MK belum berencana mengambil langkah hukum atas tindakan Denny. 

"Kami akan diskusikan dan bahas dulu secara internal kira-kira langkah-langkah apanya (yang diambil)," kata Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Republika, Senin (29/5/2023). 

MK enggan mengonfirmasi ataupun membantah secara pasti tudingan Denny Indrayana. MK malah balik mempersilakan Denny mengklarifikasinya. 

"Soal bocor-bocor itu, silakan tanya secara mendalam kepada yang bersangkutan," ujar Fajar. 

Walau demikian, Fajar menjelaskan, gugatan pengujian UU Pemilu menyangkut sistem pemilu belum mencapai tahap putusan berdasarkan agenda persidangan. Perkara itu baru memasuki tahap penyerahan kesimpulan para pihak pada 31 Mei 2023.

"Setelah itu, berdasarkan persidangan dan dokumen-dokumen perkara, baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam RPH (rapat permusyawaratan hakim)," ujar Fajar. 

Selanjutnya, MK akan mengagendakan sidang pengucapan putusan ketika putusan sudah siap. Berdasarkan pantauan Republika hingga Senin siang ini, MK memang belum merilis jadwal putusan perkara yang dimaksud oleh Denny Indrayana. 

"Jadi dibahas dalam RPH saja belum," ujar Fajar. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement