Selasa 30 Aug 2022 15:44 WIB

Kemendikbudristek Ajak Lestarikan Festival Tudung Lingkup di Jambi

Festival dapat membantu agar kebudayaan lokal selalu diingat generasi penerus

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Gita Amanda
Peserta pawai berjalan sambil mengenakan tutup kepala tradisional perempuan Melayu Seberang Kota Jambi pada Festival Tudung Lingkup di Kampung Tengah, Pelayangan, Jambi, Ahad (28/8/2022). Festival yang diikuti ratusan peserta perempuan dengan berjalan melalui jalur wisata budaya Seberang Kota Jambi sambil mengenakan tudung lingkup itu digelar dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2022 di daerah itu.
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Peserta pawai berjalan sambil mengenakan tutup kepala tradisional perempuan Melayu Seberang Kota Jambi pada Festival Tudung Lingkup di Kampung Tengah, Pelayangan, Jambi, Ahad (28/8/2022). Festival yang diikuti ratusan peserta perempuan dengan berjalan melalui jalur wisata budaya Seberang Kota Jambi sambil mengenakan tudung lingkup itu digelar dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2022 di daerah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemendikbudristek mendukung penyelenggaraan Festival Tudung Lingkup di Kecamatan Pelayangan, Provinsi Jambi, dalam rangka pelestarian budaya setempat. Kemendikbudristek menilai festival itu dapat membantu agar kebudayaan lokal selalu diingat oleh generasi penerus.

Festival ini disemarakkan oleh sekitar seribu ibu-ibu se-kota Jambi. Pada festival ini, perempuan di daerah Pelayangan menggunakan batik asli atau kain dari Kota Jambi yang menutupi seluruh tubuh dan wajah.

Baca Juga

"Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka menutupi aurat dari perempuan," kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid dalam keterangannya pada Selasa (30/8/2022).

Dahulu, pakaian yang menutupi aurat atau Tudung Lingkup digunakan oleh perempuan setempat saat keluar rumah, pergi ke Sungai Batanghari, ataupun ke agenda-agenda hajatan lainnya. Biasanya, Tudung Lingkup digunakan oleh ibu-ibu setempat dan para gadis yang ada di desa agar tidak mengundang niat-niatan jahat dari siapapun yanng melihatnya.

"Festival ini harus dilestarikan karena mengandung nilai yang sangat tinggi akan warisan budaya yang ada di Jambi, selain itu juga menampilkan berbagai tradisi yang sangat unik dan minim diketahui oleh khalayak," ujar Hilmar.

Hilmar menyatakan budaya adalah hasil cipta karya manusia yang menjadi identitas oleh masyarakat sekitar. Kemendikbudristek siap mendukung pelestarian budaya di tengah arus perkembangan zaman bersama masyarakat.

"Tanggung jawab menjaga budaya ini adalah pekerjaan seluruh lapisan masyarakat,

bukan hanya pemerintahan daerah. Salah satu budaya yang perlu dilestarikan adalah Tudung Lingkup," ucap Hilmar.

Festival Tudung Lingkup ini juga mengundang para peserta Kenduri Swarnabhumi yang merupakan program dari Kemendikbudristek. Para peserta merupakan hasil seleksi dari tim kepanitiaan yang akhirnya memilih 10 orang terbaik dari provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi. Para peserta Kenduri sejak tanggal 23 Agustus 2022 sudah dilepaskan secara Resmi oleh Bupati Dharmasraya untuk bertolak menuju Jambi dalam rangka kegiatan ini.

Seorang peserta Kenduri Swarnabhumi dari Sumatera Barat, Ghita Ramadhayanti mengatakan festival ini memberikan arti bahwa perempuan selalu diprioritaskan bahkan sejak zaman dahulu dalam menjaga adab dan marwahnya. Menurut Ghita, penggunaan pakaian tradisi Sumatera Barat memiliki arti yang esensial, agamis, dan filosofis. Salah satu makna filosofis dengan garis lurus pada baju kurung basiba yang artinya adalah matrilinieal.

"Festival Tudung lingkup ini memiliki kesamaan dengan masyarakat Sumatera Barat yang digunakan oleh Bundo Kanduang ketika keluar rumah atau agenda publik. Selain itu, para Bundo Kanduang juga menggunakan Baju Kuruang Basiba saat ada acara adat," ujar Ghita.

Dengan dilaksanakannya Festival Kenduri Swarnabhumi ini, Ghita berharap seluruh pihak bisa mengingat kembali tradisi dan budaya yang ada di daerah masing-masing agar selalu dilestarikan. Pelaksanaan agenda menyusuri Sungai Batanghari pun dianggap Ghita mampu meningkatkan kecintaan terhadap kondisi sungai yang saat ini sudah rusak.

"Harapannya, festival ini menjadi kegiatan yang berkelanjutan dan bukan hanya dalam rangka reminder lagi, tapi juga hidup berdampingan sehingga menjadi identitas yang kuat dan melekat, dan juga meningkatkan kembali awareness masyarakat sebagai pelaku utama," ucap Ghita.

Diketahui, rangkaian agenda ini diisi menyusuri Sungai Batanghari sepanjang 800 kilometer. Penyusuran tersebut diikuti oleh tim mahasiswa, arkeolog, komunitas, influencer, sejarawan dan Budayawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement