Selasa 21 Jun 2022 22:13 WIB

Kejakgung Periksa Sembilan Pejabat Bea Cukai dan Kemendag

Mereka diperiksa untuk pembuktian perbuatan para tersangka kasus impor baja.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ilham Tirta
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana (kiri) dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejakgung, Supardi.
Foto: Bambang Noroyono
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana (kiri) dan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejakgung, Supardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa enam pejabat Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan tiga petinggi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam lanjutan penyidikan dugaan korupsi pemberian izin impor baja dan besi. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, mereka yang diperiksa adalah GES, B, STH, HS, S, DTW, MS, MA, dan RFDT.

GES, B, STH, HS, S, dan DTW adalah saksi yang diperiksa dari Bea Cukai. "Mereka diperiksa untuk pembuktian tersangka perorangan dalam dugaan tindak pidana impor baja dan besi, serta produk turunannya di Kementerian Perdagangan,” kata Ketut, Selasa (21/6/2022).

Baca Juga

Sementara MS, MA, dan RFDT adalah saksi dari Kementerian Perdagangan yang diperiksa untuk pembuktian tersangka korporasi. Saksi GES adalah Galih Elham Setiawan selaku Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan (P2) Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tipe A di Tanjung Priok, Jakarta. Kata Ketut, tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa GES terkait pengawasan border dan post border atas impor baja dan besi di Tanjung Priok periode 2020-2021.

Saksi B adalah Bakhroni yang diperiksa selaku Kepala Balai Laboratorium Bea Cukai Kelas-II Surabaya, Jawa Timur. Pemeriksaan B untuk mengetahui kualitas dan hasil pengujian baja dan besi impor milik PT Prasasti Metal Utama. STH adalah Sigit Tri Hatmoko selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan pada KPP Bea Cukai di Belawan, Sumatera Utara.

HS adalah Kepala Seksi Penindakan KPP Bea Cukai Tipe Madya Pabean di Merak. Ia diperiksa terkait daftar nama-nama perusahaan yang mengajukan importasi besi dan baja, serta produk turunanya.

Saksi S adalah Samid yang diperiksa selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan KPP Bea Cukai Tipe Madya Tanjung Priok. DTW adalah Dwi Teguh Widodo, diperiksa selaku Kepala KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok.

Saksi lainnya, MS adalah Moga Simatupang yang diperiksa selaku Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Perdaglu) Kemendag. Saksi MA adalah Mohammad Andriansyah yang diperiksa selaku Analisis Perdagangan Ahli Madya Direktorat Impor Dirjen Perdaglu Kemendag.

Terakhir, RFDT adalah Raden Fadjar Donny Thanjadi yang diperiksa selaku Direktur Teknis Kepabean Dirjen Bea Cukai. Dalam kasus korupsi impor baja dan besi tersebut, tim penyidikan Jampidsus sudah menetapkan sembilan tersangka. Tiga tersangka perorangan dan enam tersangka korporasi.

Mereka adalah Tahan Banurea selaku Analisis Perdagangan Ahli Muda di Direktorat Impor Dirjen Perdaglu-Kemendag, Taufiq selaku manajer di PT Meraseti Logistik Indonesia (MLI), dan Budi Hartono Linardi selaku pemilik PT MLI. Ketiga tersangka sudah dalam tahanan.

Sedangkan tersangka korporasi adalah PT Bangun Era Sejahtera (BES), PT Duta Sari Sejahtera (DSS), PT Intisumber Bajasakti (IB), PT Jaya Arya Kemuning (JAK), PT Perwira Aditama Sejati (PAS), dan PT Prasasti Metal Utama (PMU). Sembilan tersangka tersebut, dijerat dengan sangkaan pasal-pasal korupsi. Khusus enam tersangka korporasi, juga dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kasus ini terjadi sepanjang periode 2016-2021, ketika enam korporasi itu mengajukan surat permohonan impor tambahan komoditas baja, besi, dan baja paduan dengan menggandeng PT MLI sebagai perusahaan importir, perusahaan milik Budi Hartono. Dalam permohonan impor di Direktorat Impor pada Dirjen Perdaglu di Kemendag, Budi memerintahkan tersangka Taufiq.

Taufiq kemudian melibatkan Tahan Banurea selaku penyelenggara negara di Dirjen Perdaglu. Dalam penyidikan awal terungkap, Tahan menerima uang Rp 50 juta dari Taufiq untuk pengurusan tersebut. Uang itu diyakini milik Budi dari PT MLI.

“Bahwa untuk meloloskan proses impor tersebut, tersangka BHL, dan tersangka T menyerahkan uang dengan jumlah tertentu secara tunai,” kata Ketut, Kamis (2/6/2022).

Selain memberikan uang kepada Tahan, Budi dan Taufiq juga memberikan uang tunai kepada inisial C. “Inisial C, selaku ASN Direktorat Ekspor Kementerian Perdagangan,” kata Ketut. C saat ini dinyatakan sudah meninggal dunia.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi pada Selasa (31/5/2022) menyampaikan, dalam penerbitan persetujuan impor tersebut, juga terjadi pemalsuan, dan manipulasi dokumen, berupa surat penjelasan (Sujel). Kata Supardi, sujel tersebut merupakan syarat bagi perusahaan pemohon impor besi dan baja, serta baja paduan tambahan. Sebab, batas impor perusahaan tersebut sudah memenuhi kuota maksimal.

Supardi menerangkan, dalam sujel palsu tersebut, impor baja, besi, dan baja paduan itu diperlukan karena enam perusahaan itu terikat kerja sama dengan empat BUMN, yakni PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya, dan PT Pertamina Gas (Pertagas).

Empat BUMN itu mendesak enam perusahaan tersangka menyediakan baja, besi, serta baja paduan untuk mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) 201-2021. Namun, empat BUMN tersebut masing-masing membantah terikat kontrak kerja sama pengadaan itu.

Supardi juga mengungkapkan, dalam penyidikan juga ditemukan adanya bukti keterlibatan Tahan bersama Taufiq dalam pembuatan sujel palsu untuk persetujuan impor. Bahkan, dalam kasus tersebut, ada keterlibatan Dirjen Perdaglu Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) yang memerintahkan Tahan menerima permohonan impor ajuan Taufiq untuk enam perusahaan tersangka itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement