RUU TPKS Batal Diparipurnakan DPR, Ini Penjelasan Puan

RUU TPKS pekan lalu sudah disahkan Baleg menjadi RUU inisiatif DPR.

Kamis , 16 Dec 2021, 13:34 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani. Puan menyatakan, pengesahan RUU TPKS menjadi inisiatif DPR hanya masalah waktu.

Pada Rabu (8/12) pekan lalu, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui RUU TPKS di bawa ke rapat paripurna DPR terdekat. Dalam rapat tersebut, sebanyak tujuh fraksi yang ada di DPR sepakat agar RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan setuju, tetapi dengan syarat agar pelanggaran seksual baik yang memiliki unsur kekerasan maupun tidak diatur di dalamnya.

"Menyetujui hasil Panja Baleg DPR RI terhadap penyusunan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan syarat seperti yang sudah disampaikan untuk diakomodir, untuk menjadi usul inisiatif DPR RI," ujar anggota Baleg Fraksi PPP, Syamsurizal.

Adapun anggota Baleg Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzammil Yusuf menyatakan tak setuju RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU usul inisiatif DPR. Alasannya, RUU tersebut disebut mengatur persetujuan seks atau sexual consent yang berpotensi menghadirkan seks bebas.

"Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan menolak hasil panja tersebut untuk dilanjutkan ke dalam tahap selanjutnya," ujar Al Muzammil.

PKS, kata Al Muzammil, tegas tak akan menyetujui RUU TPKS berdiri sebagai undang-undang. Selama di dalamnya belum mengatur larangan tentang perzinahan dan penyimpangan seksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

"Hal tersebut tidak sesuai dengan nilai Pancasila, budaya, dan norma agara yang dianut bangsa Indonesia. Maka Fraksi PKS menolak RUU TPKS sebelum didahului adanya pengesahan larangan perzinahan dan LGBT yang diatur dalam undang-undang yang berlaku," ujar Al Muzammil.

Al Muzammil menjelaskan, pasal-pasal terkait kesusilaan dan kekerasan seksual sudah dibahas dalam RKUHP oleh Komisi III DPR. Namun urung disahkan, karena polemik dari hadirnya pasal penghinaan terhadap presiden.

"Maka kami anggap apa yang kita lakukan sekarang menyisakan satu norma berbahaya, yaitu aspek non kekerasan menjadi satu yang tidak diatur. Kalau tidak diatur artinya itu menjadi sesuatu yang ditolerir, tidak ada sanksi," ujar Al Muzzammil.

"Kami sangat mendukung upaya kita untuk mencegah tindak pidana kekerasan seksual, tapi kita tidak boleh menyisakan satu ruang yang menjadi konsen sila pertama Pancasila," sambungnya.

photo
Perempuan rentan jadi korban kekerasan - (Republika)