Rabu 29 Sep 2021 08:04 WIB

Staf di Kongo Lakukan Pemerkosaan, WHO Minta Maaf ke Korban

Lebih dari 50 perempuan menuduh pekerja bantuan dari WHO melakukan pemerkosaan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Logo WHO
Foto: Ist
Logo WHO

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Lebih dari 80 pekerja bantuan termasuk beberapa staf yang dipekerjakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlibat dalam kasus pelecehan dan eksploitasi seksual selama krisis Ebola di Republik Demokratik Kongo. Hal itu diungkapkan oleh komisi independen pada Selasa (28/9).

Penyelidikan itu dilakukan pada tahun lalu  oleh Thomson Reuters Foundation dan The New Humanitarian. Dalam penyelidikan tersebut, lebih dari 50 perempuan menuduh pekerja bantuan dari WHO dan badan amal lainnya melakukan pelecehan seksual antara 2018 hingga 2020. 

Baca Juga

Dalam laporan tersebut, komisi menemukan setidaknya 21 dari 83 tersangka pelaku dipekerjakan oleh WHO. Mereka menghadapi sembilan tuduhan pemerkosaan, yang dilakukan oleh staf nasional dan internasional. Para korban dijanjikan mendapatkan imbalan pekerjaan, jika mereka mau berhubungan seksual.

"Tim peninjau telah menetapkan bahwa, para korban diduga dijanjikan pekerjaan sebagai imbalan atas hubungan seksual atau untuk mempertahankan pekerjaan mereka," kata anggota komisi Malick Coulibaly.

Sebagian besar pelaku menolak untuk menggunakan kondom. Sementara 29 korban dinyatakan hamil dan beberapa korban dipaksa untuk menggugurkan kandungannya oleh pelaku. 

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus tidak menoleransi pelecehan seksual. Dia meminta maaf kepada para korban.

“Apa yang terjadi pada kalian seharusnya tidak pernah terjadi pada siapa pun. Ini tidak bisa dimaafkan. Ini adalah prioritas utama saya untuk memastikan bahwa para pelaku tidak dimaafkan tetapi dimintai pertanggungjawaban," kata Tedros.

Tedros menjanjikan reformasi besar-besaran dari struktur dan budaya kerja WHO. Sementara, Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga meminta maaf dan berterima kasih kepada para korban atas keberanian mereka untuk bersaksi.

Para pelaku telah dikeluarkan dari WHO dan kontrak mereka telah dihentikan. Tedros mengatakan, dia berencana untuk merujuk tuduhan pemerkosaan ke Kongo dan ke negara asal pelaku. Namun, beberapa pelaku masih belum teridentifikasi.

Perwakilan para korban di Beni yang pernah menjadi pusat wabah Ebola di Kongo timur, menyambut baik tanggapan WHO. Mereka mendesak WHO dan pihak berwenang untuk berbuat lebih banyak.

“Kami mendorong WHO untuk melanjutkan dan menunjukkan kepada masyarakat bahwa personelnya melecehkan perempuan dan anak perempuan mereka di komunitas kami, mereka harus dihukum berat,” kata Esperence Kazi, koordinator kelompok hak-hak perempuan 'One Girl One Leader' di Beni.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement