Kamis 25 Mar 2021 16:56 WIB

Bawaslu Diminta Akhiri Salah Tafsir Syarat Mantan Terpidana

Putusan MK atas perselisihan hasil pilbup Boven Digoel mengoreksi putusan Bawaslu. 

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil (kanan)
Foto:

Fadli melanjutkan, putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 46 P/HUM/2020 juga telah menegaskan ketentuan yang mengatur mantan terpidana dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, ayat (2a), dan ayat (2d) PKPU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pilkada, tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Sehingga MA menolak permohonan keberatan hak uji materi tersebut.

Fadli berharap, Bawaslu tidak lagi memaknai ketentuan mantan terpidana ini di luar batasan-batasan UU maupun putusan MK. Sebab, akibat dari implementasi salah penafsiran ini kemudian berakhir pada putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) pilbup Boven Digoel di seluruh tempat pemungutan suara (TPS).

MK memerintahkan PSU tanpa mengikutsertakan pasangan calon nomor urut 4 Yusak Yaluwo-Yakob Waremba. MK menilai, Yusak sebagai mantan terpidana tidak memenuhi syarat masa jeda lima tahun pada saat pendaftaran calon kepala daerah.

Advokat Visi Integritas, Donal Fariz menjelaskan, orang yang baru keluar penjara dan masih menjalani bebas bersyarat masih disebut sebagai mantan narapidana. Sedangkan, disebut mantan terpidana ketika orang sudah menyelesaikan atau bebas dari semua urusan yang berkaitan dengan hukumannya, seperti wajib lapor, utang uang pengganti, atau denda yang belum dibayar.

 

"Jadi menurut saya ada harga mahal yang harus dibayar akibat Bawaslu yang salah menafsirkan makna mantan terpidana sebagaimana putusan MK nomor 56 tahun 2019 yang lalu," kata Donal yang juga mantan anggota Indonesian Corruption Watch (ICW) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement