Legislator: SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah tak Bijak

Aturan seragam sekolah harusnya diatur oleh pemerintah daerah.

Ahad , 07 Feb 2021, 17:58 WIB
Sebelumnya pemerintah diwakili tiga menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan SKB tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut di sekolah. Salah satu poin dalam SKB tersebut, melarang pemda atau sekolah mengkhususkan seragam dan atribut dengan keagamaan tertentu. (ilustrasi).
Sebelumnya pemerintah diwakili tiga menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan SKB tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut di sekolah. Salah satu poin dalam SKB tersebut, melarang pemda atau sekolah mengkhususkan seragam dan atribut dengan keagamaan tertentu. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Anggota DPR RI Guspardi Gaus menilai Surat Keputusan Barsama (SKB) tiga menteri tentang seragam sekolah dapat memicu kontroversi. Sebab menurutnya, aturan seragam sekolah harusnya diatur oleh pemerintah daerah.

"Saya menyayangkan dan mengkritisi SKB tiga menteri itu karena tidak bijak dan berpotensi memicu kontroversi," kata dia melalui keterangan pers di Padang, Sabtu (6/2) lalu.

Baca Juga

Menurut dia masih banyak persoalan dunia pendidikan yang harus diprioritaskan seperti pembelajaran daring akibat Covid-19 untuk murid-murid di daerah terpencil dan tertinggal yang tidak ada aliran listrik dan jaringan internetnya.

Ia mengatakan persoalan ini harus segera dituntaskan dan malah yang keluar aturan ini. Saat ini masih banyak sekolah yang belum menyelenggarakan belajar tatap muka.

Menurut dia kebijakan yang diterbitkan bersama oleh Mendikbud, Menag dan Mendagri disebabkan satu kasus merupakan sikap pemerintah yang gagal paham dalam menyikapi persoalan dan sangat berlebihan.

Sementara itu kasus SMKN 2 Padang yang terjadi di Ranah Minang Sumatera Barat karena menganut filosofi "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah" itu telah diselesaikan Pemda Sumbar dengan aman dan damai. Apalagi SKB ini diberlakukan di seluruh daerah di Indonesia. Tentu hal ini kurang bijak dan tidak adil serta dapat memicu kontroversi.

"Saya menilai bahwa aturan dalam SKB ini malah salah kaprah dan berpotensi dapat menimbulkan permasalahan baru karena 'membebaskan' para peserta didik yang notabene belum dewasa itu, untuk boleh memilih seragam dan atribut tanpa atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama," kata Guspardiyang berasal dari Fraksi PAN Dapil Sumbar II.

Hal ini dikhawatirkan akan menggiring dan mendorong para peserta didik berfikir "liberal". Padahal cita-cita pendidikan nasional itu adalah menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 20 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Pertanyaannya bagaimana akhlakmulia para peserta didik dapat tercapai jika para siswa 'bebas' memilih pakaiannya," kata politisi PAN tersebut

Anggota Komisi II DPR RI ini juga menegaskan bahwa SKB ini juga telah mengebiri semangat otonomi daerah Nomor 32 tahun 2004 dan diamandemen dengan UU Nomor 12 tahun 2008.

Kewenangan pengaturan dan tata cara berpakaian di sekolah ini harusnya cukup diatur oleh pemerintah daerah bukan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah yang lebih memahami keberagaman adat budaya dan kearifan lokal di masing-masing daerahnya.

"Yang tidak boleh itu adalah pemaksaan bagi siswa yang berlainan keyakinan untuk memakai atribut tertentu di luar keyakinan agama yang dianutnya," kata dia.

TAKE

Sumber : antara