Sabtu 28 Nov 2020 04:01 WIB

UU Baru Soal Pernikahan Beda Agama Picu Ketakutan

Ketakutan melanda disebabkan UU soal pernikahan beda agama.

Rep: Rizky Suryarandika./ Red: Muhammad Hafil
UU Baru Soal Pernikahan Beda Agama Picu Ketakutan. Foto: Busana pernikahan mempelai wanita (ilustrasi)
Foto: ANTARA
UU Baru Soal Pernikahan Beda Agama Picu Ketakutan. Foto: Busana pernikahan mempelai wanita (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEWDELHI -- Bagi D. Ahmed (35 tahun), seorang penduduk provinsi Uttar Pradesh utara India, tidak mudah meyakinkan keluarganya tiga tahun lalu untuk mengizinkannya menikahi seorang wanita Hindu. Pernikahan itu terjadi dan pasangan itu mengatakan mereka hidup bahagia.

"Awalnya ada keengganan dari keluarga, tapi akhirnya mereka yakin. Kami senang tinggal bersama. Kami tidak pernah menghadapi masalah apa pun," kata Ahmad dilansir dari Anadolu Agency pada Jumat (27/11).

Baca Juga

Meskipun pasangan ini tidak menghadapi masalah apa pun dalam pernikahan antaragama, mungkin kisah Ahmed sulit terjadi dalam keadaan politik India saat ini. Beberapa negara bagian India yang diperintah oleh nasionalis Hindu Partai Bharatiya Janta (BJP) sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan undang-undang memeriksa pernikahan antaragama. Tujuannya atas nama mengendalikan perpindahan agama.

Kelompok Sayap kanan Hindu telah menciptakan istilah "cinta jihad", untuk menggambarkan pernikahan seorang gadis Hindu dengan seorang anak laki-laki Muslim. Mereka menuduh anak laki-laki Muslim memikat wanita Hindu dan kemudian membuat mereka memeluk Islam.

Pemerintah provinsi Uttar Pradesh telah mengusulkan undang-undang untuk memeriksa perpindahan agama yang melanggar hukum dan pernikahan beda agama dengan tujuan tunggal untuk mengubah agama seorang gadis.

Bahkan Sebuah hukuman penjara hingga 10 tahun telah ditetapkan untuk pelanggaran itu. Aktivis khawatir undang-undang ini akan merusak karakter sekuler dan pluralistik India yang mana menjadi dasar konstitusinya.

"Di India abad ke-21, seperti yang kami pikir kami sedang membuat terobosan dalam pemberdayaan perempuan, kebebasan pribadi dan benar-benar maju sebagai bangsa dalam pemikiran dan perbuatan, disini muncul undang-undang yang berupaya untuk membatasi hak untuk mencintai," kata aktivis hak asasi Saira Shah Halim.

Halim meminta Mahkamah Agung India menyadari undang-undang yang diusulkan justru mengkriminalisasi cinta daripada kebencian. Ia menyayangkan istilah Jihad Cinta yang menjelekkan minoritas.

Halim mengatakan bahwa kebijakan itu adalah instrumen politik untuk Rashtriya Swayemsevak Sangh (RSS) - sebuah organisasi pelindung kelompok sayap kanan Hindu termasuk partai yang berkuasa - untuk meradikalisasi konstituen intinya. Beberapa negara bagian lain yang diperintah oleh Perdana Menteri Narandra Modi yang dipimpin BJP juga mengusulkan undang-undang serupa.

Negara bagian Madhya Pradesh di India pekan lalu mengatakan akan segera memperkenalkan undang-undang di majelis negara bagian untuk melarang "jihad cinta". Namun para ahli hukum mengatakan undang-undang semacam itu akan ditantang di pengadilan, karena bertentangan dengan dasar konstitusi India. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement