Kamis 15 Oct 2020 22:52 WIB

Pembelajaran Masa Pandemi, Studi Kasus Inggris dan Indonesia

Sektor pendidikan merupakan paling terdampak pandemi Covid-19.

Siswa mengerjakan ujian Penilaian Tengah Semester (PTS) secara daring di SMP N 4 Kudus, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (15/9/2020).
Foto:

Pada September 2020, Kemendikbud telah memberikan bantuan kepada 27.305.495 penerima. Dari data ini, penerima terbanyak dari siswa SD, yakni 11.377.504 penerima. Selebihnya, bantuan kuota diberikan kepada siswa jenjang PAUD, SMP, SMK/SMA, akademi, mahasiswa, dosen dan guru. 

Program ini membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp. 7,2 triliun rupiah. Dari dana ini, akan digelontorkan untuk program bantuan kuota selama empat bulan, yakni September hingga Desember 2020. Selain itu, Kemendikbud juga mengalokasikan anggaran Rp. 1,2 triliun untuk tunjangan profesi guru, dosen, dan guru besar. Harapannya, bantuan kuota dan tunjangan profensi, akan menguatkan proses pembelajaran semasa pandemi.

Kebijakan bantuan kuota menuai pro-kontra. Sebagian melontarkan kritik karena menghabiskan dana besar, bisa digunakan untuk program lain. Sementara, mereka yang mendukung berargumentasi bahwa bantuan kuota sangat bermanfaat, untuk melancarkan proses belajar mengajar selama masa belajar dari rumah, atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Bagi saya yang selama ini bermukim di Inggris,  dalam bidang pendidikan, saya menilai pemerintah Indonesia merespons cukup bagus, yang termanifestasi dalam beberapa kebijakan. Program bantuan kuota ini merupakan bentuk dukungan pemerintah. 

Memang masih banyak hal lain yang perlu dikerjakan, terutama meminimalisir jurang perbedaan infrastruktur dan teknologi antara sekolah-sekolah di kota besar dengan institusi pendidikan di kawasan terluar dan terdalam. Di sisi lain, pemerintah juga bisa menginisiasi pelatihan-pelatihan khusus secara daring, untuk peningkatan kompetensi guru. 

Di Inggris, tidak ada bantuan kuota untuk membantu siswa, pendidik dan orang tua untuk memperkuat sistem pembelajaran daring. Bagi siswa-siswa yang belajar dari rumah, karena sekolahnya tutup karena kebijakan lockdown, pihak sekolah memberikan tugas-tugas/kertas kerja (work papers), untuk memudahkan belajar. 

photo
Sejumlah siswa menggunakan gawai untuk mengerjakan tugas sekolah di ruang belajar online, Warung Bandrek RW 05, Kelurahan Bondongan, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). (ARIF FIRMANSYAH/ANTARA )

Meski memang tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dalam bidang kebijakan pendidikan antara pemerintah Inggris dan Indonesia, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat dianalisa masing-masing kelebihan maupun kekurangan. 

Saya merasa, dalam konteks kebijakan pembelajaran jarak jauh, kuota internet menjadi kebutuhan urgen bagi siswa, pendidik dan orang tua. Di tengah pandemi, kebijakan ini sangat berarti untuk memudahkan, sembari memaksimalkan program lain semisal meningkatkan penggunaan aplikasi-aplikasi pembelajaran dari Kemendikbud. Terutama yang sudah disiapkan oleh Pusdatin Kemendikbud, semisal Rumah Belajar, TV Edukasi, dan beragam aplikasi pembelajaran lainnya. 

Memaksimalkan kebijakan bantuan kuota internet sembari menyiapkan langkah strategis untuk memperkuat skema pembelajaran di tengah pandemi, serta pasca pandemi merupakan langkah terbaik untuk pendidikan Indonesia. 

 

*Peneliti kebijakan publik, Sekretaris PCINU Inggris

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement