Selasa 13 Oct 2020 13:22 WIB

Masih Perlukah Bank di Masa Depan?

Bank sebagian besar tidak dianggap sebagai pembangkit tenaga teknologi atau digital.

Masihkah bank diperlukan di masa depan ketika era digital merajai. Foto ATM bank (Ilustrasi).
Foto:

Bank 4.0 lahir sebagai model dan design baru perbankan masa depan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh para bankir. Sebuah pendekatan baru membangun bank dimana saja dan kapan saja, tidak harus sebuah bank. Inilah hasil dari pendekatan prinsip dasar (first principle) yang telah berhasil di buktikan oleh Steve Jobs, Elon Musk dan JackMa.

Segala sesuatunya dibangun dari dasar, dari scratch, tidak melakukan dengan pendekatan Analogy Design yang dilakukan kebanyakan orang. Karena memang bank masa depan bukan bank itu sendiri, tetapi perusahaan teknologi.

Sebagaimana yang baru-baru ini kita dengar, pekan lalu, Sberbank dengan berani mengumumkan niat mereka untuk menjadi raksasa teknologi, berusaha untuk bergabung dengan GAFAM (Google, Apple, Facebook, Alibaba, Microsoft). Dengan peluncuran banyak perangkat baru dan pasar yang diharapkan akan menyaingi Apple. App Store, bank sedang bersiap untuk mengubah dirinya sebagai perusahaan teknologi pertama, bank kedua.

Bank bahkan menghilangkan kata “bank” dari namanya, mengubah namanya menjadi Sber. Seperti inovasi digital besar lainnya yang didorong oleh penyedia jasa keuangan besar, eksekutif bank secara eksplisit menjelaskan tujuan baru ini. “Kami selalu memiliki chip di bahu, kami percaya kami adalah perusahaan teknologi dengan lisensi perbankan,” Sberbank Chief Technology Officer David Rafalovsky.

“Perusahaan teknologi dengan izin perbankan” adalah pernyataan berani dari seorang eksekutif perbankan.

Pernyataan seperti itu akan biasa buat seorang CEO Fintech atau Eksekutif Bank Digital, namun pernyataan tersebut akan berbeda jika keluar dari seorang eksekutif bank terbesar Rusia, lembaga berusia 179 tahun dengan lebih dari 100 juta pelanggan. Ambisi besar Sberbank bukanlah yang pertama dari jenisnya di dunia perbankan.

Lebih dari satu dekade yang lalu, DBS di Singapura memulai perjalanan serupa. Bank tersebut ingin menjadi startup dengan 28.000 orang, menempatkan inovasi digital sebagai inti dari semua yang dilakukannya. Rencana di DBS bukan sekadar strategi transformasi digital.

Ambil contoh pernyataan Bidyut Dumra, Kepala Inovasi DBS: “Di awal perjalanan transformasi digital kami pada tahun 2009, kami menyadari jika kami ingin menjadi digital ke intinya dan bertindak seperti perusahaan teknologi, kami perlu belajar dari terbaik dalam bisnis ini, adalah Google, Apple, Netflix, Amazon, LinkedIn dan Facebook. Misi kami adalah menjadi 'D' di GANDALF."

Kami memiliki laporan kedepan yang menggambarkan perjalanan DBS selama satu dekade untuk menjadi perusahaan teknologi. Ini adalah bagian dari pertarungan merek (challenger brand) yang lebih luas. Perusahaan ingin dikenal sebagai merek utama yang berinteraksi dengan seseorang setiap hari.

Jika bank tidak beradaptasi, mereka berisiko menjadi saluran keuangan anonim, mendekam di latar belakang sementara merek bintang adalah titik kontak dan referensi langsung dalam kehidupan pelanggan. Beberapa bank dengan senang hati mengambil rute ini, seperti Green Dot Bank, Axos Bank, atau Stride Bank di AS. Ini adalah merek yang kurang dikenal di Amerika tetapi memainkan peran penting untuk mitra yang berfokus pada digital seperti Uber, Monzo, Revolut, Stripe, N26, dan Chime.

Pengguna dari perusahaan yang mengutamakan teknologi ini mungkin tidak menyadari bahwa uang mereka sebenarnya disimpan di latar belakang bank lain yang diasuransikan oleh FDIC. Pendekatan langsung DBS dan Sberbank terhadap ancaman teknologi besar bukanlah standar industri. Banyak lembaga keuangan lainnya memilih pendekatan: "Jika Anda tidak bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka".

Dengan adopsi ponsel cerdas dan konsumen menghabiskan hidup mereka secara online, perusahaan teknologi telah menciptakan ekosistem dan rangkaian produk yang biasanya disediakan untuk bank. Hasilnya, kami melihat kemitraan seperti Citigroup dan Google bekerja sama untuk menawarkan rekening giro.

“Data yang disimpan Big Tech pada pelanggan, interaksi mereka, dan transaksi mereka, dapat mengubah operasi bank yang penting, seperti pengambilan keputusan kredit, kebijakan asuransi harga, atau kepatuhan (compliances) dan managemen resiko (risk management),” tulis Matt Locsin, Kepala Inovasi Global, Publicis Sapient.

Bank mencoba menavigasi dunia yang sekarang didominasi dan didorong oleh perusahaan teknologi besar (Big Tech). Bank memiliki kompetensi inti sebagai lembaga tepercaya untuk menangani kebutuhan keuangan utama masyarakat -giro, tabungan, pinjaman, pembayaran, hipotek. Tetapi bank sebagian besar tidak dianggap sebagai pembangkit tenaga teknologi atau digital.

Mengingat suku bunga yang terus-menerus rendah di seluruh dunia, dapat dimengerti bahwa bank sedang mencari area bisnis baru. Model bisnis perbankan tradisional tidak mengarah pada pertumbuhan yang mampu bersaing, mengubah arah permainan.

Ada garis tipis antara mengubah institusi untuk masa depan atau ia malah menyimpang terlalu jauh dari area kompetensi inti. Bisakah Sber bergabung dengan jajaran perusahaan teknologi besar? Akankah GAFAM menjadi GANDALFS? Meskipun mungkin saja, saya skeptis.

Setiap transformasi sebesar ini dibutuhkan ongkos besar, gajah tidak mudah belok, sebagaimana kapal besar. Raksasa teknologi memiliki awal yang signifikan dalam menghadapi calon pesaing. Mereka membuka pasar baru, bermain di lapangan baru dan memiliki ecosystem yang kuat.

Sangat sulit bagi perusahaan mana pun, apakah itu bank atau startup, untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar ini, mengingat skala dan akuisisi mereka yang sudah terlalu besar, belum lagi kekuatan politik mereka. Meski begitu, akan sangat menarik untuk mengikuti "perusahaan teknologi dengan lisensi perbankan" saat mereka berusaha menjadi raksasa teknologi besar berikutnya.

Masih perlukah Bank? tonton di kanal Youtube Bari Arijono, Instagram dan Facebook.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement