Jumat 09 Oct 2020 17:29 WIB

Petunjuk Allah Soal Pakaian yang Seharusnya Dipakai Manusia

Tidak ada pakaian khusus yang wajib dipakai oleh umat Islam.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Ani Nursalikah
Petunjuk Allah Soal Pakaian yang Seharusnya Dipakai Manusia
Foto: Reuters/Nyimas Laula
Petunjuk Allah Soal Pakaian yang Seharusnya Dipakai Manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakaian merupakan alat yang sempurna untuk menutup aurat. Tidak ada pakaian khusus yang wajib dipakai oleh umat Islam, misalnya cadar. 

Tidak dikhususkannya dalam pakaian ini ditegaskan Allah dalam Alquran surah Al-A'raaf ayat 31 yang artinya, sebagai berikut.

Baca Juga

"Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid. Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." 

Mufti Agung Mesir Syekh Ali Jum'ah mengatakan, Allah SWT menjadikan konteks Al-A'raf ayat 31 ini umum bagi seluruh anak adam, baik laki-laki maupun perempuan, Muslim ataupun non-Muslim. Dan Allah memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian yang indah.

Maksudnya, mengenakan pakaian yang bisa menutupi aurat dan pakaian yang indah di setiap tempat berkumpulnya anak adam, baik di masjid, sekolah, universitas, tempat bekerja, maupun tempat lainnya. "Ayat di atas menetapkan sebuah asal hukum untuk perbaikan agama dan masyarakat," katanya.

Menurut kalangan ahli tafsir, sebab turunnya ayat itu berkaitan dengan kebiasaan orang-orang Arab dulu yang bertawaf mengelilingi Ka'bah dalam keadaan tidak memakai pakaian (telanjang), baik laki-laki maupun perempuan. Perbuatan telanjang seperti ini banyak terjadi pada bangsa-bangsa lain.

"Bahkan sampai hari ini pun masih dijumpai di sebagian negara yang belum mendapatkan cahaya Islam," katanya.

Ayat di atas juga kata Syekh Ali Jum'ah tidak menentukan jenis dan bentuk pakaian yang harus dipakai, karena Islam mempunyai syariat yang relavan di setiap masa dan tempat. Perintah umum dalam ayat di atas adalah, hendaknya seorang mengenakan pakaian yang indah setiap bertemu dengan orang lain sesuai dengan kemampuannya. 

Selain itu, hendaknya selaras dengan kebiasaan di masanya dan adat istiadat kaumnya. Untuk itu, Rasulullah tidak pernah memiliki pakaian khusus yang berbeda dengan pakaian orang di masanya.

"Beliau juga tidak pernah membuat bentuk khusus pakaian, agar tidak menyusahkan umatnya," katanya.

Ada keterangan dalam kitab-kitab hadits bahwa Rasulullah SAW pernah mengenakan pakaian yang agak ketat, tapi juga pernah memakai pakaian yang agak longgar. Begitu pula para sahabat dan tabi'in di rumah mereka. Mereka juga melakukan hal yang sama.

Tidak pernah ada tuntunan dari Rasulullah salah satu sahabat atau tabi'in menggunakan bentuk khusus pakaian, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Mengenai urusan bentuk pakaian, desainnya yang melingkari tubuh, dan segala macam perincian, 'syara' menyerahkannya kepada ahlinya. Sebab, hal semacam itu termasuk masalah duniawiyah yang bisa diketahui berdasarkan kebutuhan tren dan adat istiadat masyarakat.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah melihat seorang laki-laki mengenakan mantel Arab (Hejaz) berbordir benang putih dan hitam. Dia lalu berkata, "Tanggalkan bajumu ini, dan pakailah pakaian penduduk negerimu."

Laki-laki itu membantah, "Pakaian ini tidak haram dipakai."

Imam Ahmad menjawab, "Seandainya kamu sedang di Makkah atau di Madinah, aku tidak akan seperti ini," katanya.

Syekh Ali Jum'ah mengatakan, kaum Salafi berusaha membedakan diri mereka dari kaum Muslimin lain melalui penampilan luar. Maka, mudah mengenali mereka dari penampilannya.

Mereka bersikukuh menentang gaya pakaian yang dikenakan kaum Muslimin masa kini, dan mendorong mengenakan pakaian yang identik dengan masa lampau, yang tidak lain sebetulnya merupakan adat istiadat dari sebuah masyarakat lain. Dengan begitu mereka mengira telah mendekatkan diri kepada Allah sekalipun telah merusak citra mereka bahkan menjadi mereka menjadi komoditas yang kaku dan kolot dalam berpikir.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement