Selasa 29 Sep 2020 18:11 WIB

Beri Ulasan Jelek Tentang Resor Thailand, Turis Dipenjara

Undang-undang pencemaran nama baik di Thailand sering disalahgunakan.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Wisata Thailand (Ilustrasi)
Foto: Traveltourismthailand
Wisata Thailand (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Seorang pria AS akan menghadapi hukuman dua tahun penjara di Thailand. Hal ini setelah dia memberikan ulasan negatif tentang hotel yang dia tinggali. Dia dituntut oleh resor di bawah undang-undang anti-pencemaran nama baik yang ketat di negara itu.

Wesley Barnes, yang bekerja di Thailand, telah memposting beberapa ulasan di berbagai platform yang diduga menuduh resor itu sebagai 'perbudakan modern'. Namun The Sea View Resort mengatakan kritik keras oleh mantan tamu itu tidak benar dan merusak reputasi hotel.

Baca Juga

"Pemiliknya mengajukan keluhan bahwa terdakwa telah memposting ulasan yang tidak adil mengenai hotelnya di situs TripAdvisor," kata polisi dilansir di BBC, Selasa (29/9).

Insiden yang terjadi di resor di pulau Koh Chang awal tahun ini, rupanya dipicu oleh perselisihan tentang Barnes yang ingin membawa botol alkoholnya sendiri saat makan di restoran.

Sebuah pernyataan hotel mengatakan bahwa Barnes telah menyebabkan keributan. Dia menolak untuk membayar biaya corkage yang akhirnya dibebaskan ketika manajer melakukan intervensi.

Sejak pergi, Barnes memposting beberapa ulasan negatif tentang properti tersebut. Kemudian, hotel menggugatnya karena pencemaran nama baik.

Barnes kemudian ditahan, menghabiskan beberapa malam di penjara, dan kemudian dibebaskan dengan jaminan. Jika terbukti bersalah melanggar undang-undang anti-pencemaran nama baik yang terkenal di negara itu, dia bisa menghadapi hukuman dua tahun penjara.

Hotel tersebut menuduh bahwa ulasannya dibuat-buat, dengan satu postingan di TripAdvisor menuduh hotel tersebut sebagai perbudakan modern.

Barnes mengatakan bahwa posting khusus ini tidak pernah dipublikasikan karena melanggar pedoman TripAdvisor. Dia juga mengatakan dia telah kehilangan pekerjaannya karena insiden itu dan menyatakan kekhawatiran bahwa publisitas yang diterima kasusnya akan membuat lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Penunjukan pengadilan berikutnya akan dilakukan pada awal Oktober. Barnes menambahkan bahwa dia takut masuk penjara karena beberapa hari pertama penahanan sangat menakutkan.

Dia masih berharap untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan pihak hotel secara langsung. Namun pihak hotel mengatakan bahwa mereka telah berulang kali mencoba menghubungi Barnes sebelum mengajukan gugatan.

Sementara itu koresponden BBC di Thailand menyebutkan bahwa undang-undang pencemaran nama baik di Thailand sering disalahgunakan. Penggugat tidak harus meminta polisi atau jaksa untuk mengajukan pengaduan pidana. Mereka dapat mengajukan langsung ke pengadilan, dan pengadilan jarang menolaknya.

"Terdakwa harus membayar jaminan, dan jika orang asing, paspor mereka akan ditahan oleh pengadilan dan kasus-kasus tersebut seringkali berlangsung bertahun-tahun," kata jurnalis Jonathan Head yang pernah ditahan atas undang-undang yang sama.

Lebih buruk lagi, meskipun tergugat terbukti benar, dan penggugat mengakuinya, tergugat tetap akan dipenjara. Tak heran, kasus pidana pencemaran nama baik kerap digunakan dalam sengketa komersial atau politik.

Kelompok hak asasi menuduh bahwa undang-undang ini sering disalahgunakan untuk membungkam mereka yang melawan ketidakadilan. Seringkali jurnalis dan aktivis dipenjara karena undang-undang ini.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement