Kamis 17 Sep 2020 18:52 WIB

Alasan DKI dan Daerah Penyangga Jadi Perhatian Khusus Satgas

Saat ini tidak ada kota berzona kuning apalagi hijau di DKI Jakarta.

Petugas gabungan mengatur lalu lintas saat Operasi Yustisi Protokol Covid-19 di kawasan Jati Padang, Jakarta, Kamis (17/9). Polda Metro Jaya mencatat hingga Selasa (15/9), telah memberikan sanksi terhadap 9.734 pelanggar PSBB Jakarta dengan nilai denda sebesar Rp 88,6 juta. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas gabungan mengatur lalu lintas saat Operasi Yustisi Protokol Covid-19 di kawasan Jati Padang, Jakarta, Kamis (17/9). Polda Metro Jaya mencatat hingga Selasa (15/9), telah memberikan sanksi terhadap 9.734 pelanggar PSBB Jakarta dengan nilai denda sebesar Rp 88,6 juta. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati, Fauziah Mursid, Antara

Juru bicara Satgas penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, Provinsi DKI Jakarta saat ini menjadi perhatian nasional lantaran masuk menjadi provinsi peringkat pertama jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Indonesia. Tidak ada kota yang berzona kuning apalagi hijau di DKI Jakarta.

Baca Juga

“Tidak ada kota berzona kuning atau hijau di DKI. Ini jadi perhatian nasional agar kinerjanya bisa diperbaiki,” ucap Wiku, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (17/9).

Selain DKI Jakarta, Wiku juga mencermati tidak adanya kabupaten/kota dengan zona hijau di Jawa Barat dengan kenaikan kasus positif sebesar 9,3 persen selama sepekan terakhir. Menurut dia, lima kabupaten/kota penyumbang kasus tertinggi hingga 70 persen di Jawa Barat seluruhnya merupakan kabupaten/kota penyangga DKI Jakarta, yakni Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Depok.

"Di Jawa Barat tidak ada kabupaten/kota berzona hijau dan kenaikan kasus positif 9,3 persen selama seminggu terakhir. Ini perlu menjadi perhatian agar kondisi daerah yang menempel di DKI Jakarta dapat diturunkan kasusnya agar memperbaiki kinerja Provinsi Jawa Barat," jelas Wiku.

Sebanyak 3.635 kasus baru ditemukan hari ini dari 41.804 pemeriksaan spesimen. Dari temuan kasus hari ini, Provinsi DKI Jakarta tercatat menyumbang angka terbesar yakni 1.113 kasus baru, disusul oleh Jawa Barat di peringkat kedua dengan 353 kasus baru.

Wiku meminta masyarakat mematuhi peraturan yang dibuat masing-masing pemerintah daerah terkait penegakan disiplin protokol kesehatan. Salah satunya, pendisiplinan terhadap pelanggar protokol kesehatan di DKI Jakarta yang diatur melalui Pergub DKI Jakarta nomor 79 tahun 2020.

Meski aturan tersebut belakangan diprotes sejumlah pihak karena dianggap kurang relevan dalam beberapa kasus, Wiku tetap meminta agar masyarakat tetap patuh terhadap aturan tersebut.

Bagaimanapun, jelasnya, Pergub DKI tersebut dibuat demi kepentingan umum. Apalagi ibu kota juga sedang berjuang sekuat tenaga menekan angka penularan Covid-19 yang semakin haris terus bertambah.

"Jadi mohon ikuti peraturan tersebut karena itu adalah bagian dalam upaya melindungi diri kita dan seluruh masyarakat dalam tertular," kata Wiku.

In Picture: Peningkatan Permintaan Peti Jenazah Covid-19

photo
Jumlah permintaan peti jenazah Covid-19 di Yayasan Sahabat Duka, TPU Pondok Kelapa, Jakarta dalam sebulan terakhir mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat. Dalam sehari mereka mampu menyelesaikan 10-20 peti jenazah. (Republika/Thoudy Badai)

Dalam operasi yustisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang digelar selama dua hari oleh aparat gabungan di DKI Jakarta sejak Senin (14/9) hingga Selasa (15/9), tercatat ada 9.734 pelanggar. Sebanyak 2.971 warga diberikan teguran, 6.279 warga yang diberikan sanksi sosial di lapangan, dan 484 orang membayar denda.

Nilai dendanya, baik dari pemerintah provinsi, TNI, dan Polri serta kejaksaan dan pengadilan terkumpul sebesar Rp 88.660.500. 

"Jadi total sanksi 9.734 orang, cukup banyak. Nilai denda baik dari pemprov, TNI dan Polri serta kejaksaan dan pengadilan sebesar Rp 88.660.500 selama dua hari," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana kepada wartawan saat ditemui di Terminal Grogol, Rabu (16/9).

Terkait masih maraknya pelanggar PSBB Jakarta, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Pemprov DKI melakukan tiga hal. Yaitu pertama melakukan upaya penegakkan hukum, kedua promotif preventif, dan terakhir mempercepat kemampuan membaca hasil tes polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi terinfeksi Covid-19.

Ketua IDI DKI Jakarta Slamet Budiarto mengatakan, PSBB tidak akan efektif tanpa ada penegakan hukum.

"Pemerintah daerah harus melakukan penegakan hukum bagi pelanggar PSBB, misalnya memberi hukuman orang yang tidak memakai masker wajah di pasar atau tempat umum atau tempat kumpul orang. Apalagi peraturan daerah (perda) kan sudah mengaturnya misalnya tidak memakai masker membayar Rp 250 ribu, aturan itu harusnya lebih ditegakkan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (16/9).

Kalau hukum tidak ditegakkan, ia menilai PSBB percuma diterapkan. Karena pada akhirnya PSBB ini tidak akan menekan kasus yang semakin bertambah.

Kendati demikian, ia meminta penindakan hukumnya jangan berlebihan, misalnya menghukum satu keluarga di dalam mobil atau rumah yang tidak memakai masker wajah. Ia meminta pemerintah hanya mendisiplinkan orang yang tidak menggunakan masker di depan umum atau saat di luar rumah.

"Sedangkan kalau di mobil atau ruang tertutup ya seharusnya tidak masalah," katanya.

Selain itu, Slamet meminta upaya ini harus seiring sejalan dengan upaya promotif preventif. Sebab, ia menilai upaya promotif preventif komunikasi informasi edukasi selama PSBB sebelumnya belum berjalan dengan baik.

Karena itu, Slamet berharap upaya promotif preventif ini bisa dilakukan saat ini. Terakhir, ia meminta pemprov DKI Jakarta harus mempercepat hasil tes Covid-19 yaitu PCR yang bisa diketahui paling lama dua hari.

"Karena saya dapat laporan kalau tes di puskesmas bisa diketahui dalam waktu tujuh hari. Lha kalau sepekan baru diketahui positif atau negatif kan orang yang dites ini bisa keluyuran kemana-mana," ujarnya.

Menurut Slamet, salah satu faktor penyumbang banyaknya infeksi Covid-19 adalah hasil tes bisa diketahui dalam waktu lama. Jadi, ia menegaskan upaya penegakan hukum, promotif preventif, dan mempercepat hasil tes ini harus dilakukan untuk menekan kasus.

Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) juga meminta pelaksanaan PSBB di Jakarta diikuti disiplin masyarakat dan ketegasan dari Pemerintah. JK menilai, ketegasan dibutuhkan untuk mendisiplinkan masyarakat saat pelaksanaan PSBB.

"PSBB itu sangat tergantung pada disiplin masyarakat dan kedisiplinan itu tergantung pada ketegasan dan sanksi dari pemerintah karena itu pemerintah harus tegas dan menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang melanggar disipilin," ujar JK dalam keterangan yang diterima, Kamis (17/9), saat menghadiri HUT PMI ke-75 di Markas Pusat PMI, Jakarta selatan.

JK mengatakan, agar PSBB dapat menampakkan hasil sesuai yang diharapkan maka perlu ada ketegasan dan sanksi dari pemerintah untuk mendisiplinkan masyarakat. Sebab, hanya sanksi dan ketegasan yang dapat mendisiplinkan masyarakat.

Ini juga dilakukan oleh negara negara yang berhasil menurunkan jumlah penularan Covid-19.

”Itu belajar dari negara negara di dunia ini yang berhasil menurunkan penyebaran Covid yaitu membangun kedisiplinan," ujar JK.

photo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menginjak rem darurat dengan mengetatkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement