Kamis 10 Sep 2020 11:44 WIB

Kemenko Maritim Tindak Lanjuti Tagihan Listrik yang Bengkak

Meski tidak masif, Kemenko Maritim menemukan ada pelanggan dengan tagihan tak wajar.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengaku sudah selesai melakukan investigasi tahap pertama soal keluhan masyarakat atas tagihan listrik yang melonjak.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengaku sudah selesai melakukan investigasi tahap pertama soal keluhan masyarakat atas tagihan listrik yang melonjak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengaku sudah selesai melakukan investigasi tahap pertama soal keluhan masyarakat atas tagihan listrik yang melonjak. Dari investasi yang dilakukan, terkumpul 410 keluhan dari masyarakat atas tagihan listrik yang naik signifikan.

Deputi Bidang Kordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan dari 410 warga yang melapor, kementerian sudah mengambil 50 sampel warga. Dari penelusuran yang dilakukan 50 warga tersebut memang mendapati tagihan listrik yang membengkak.

Baca Juga

"Kami melakukan double check dan kemudian dari situ kita ambil sampel 50 warga. Semua kami minta foto dan kami kroscek ke PLN," ujar Purbaya dalam konferensi pers virtual, Kamis (10/9).

Purbaya menjelaskan dari 410 laporan memang mayoritas masyarakat mengalami lonjakan konsumsi listrik selama pembatasan sosial kemarin. Namun, 10 persen dari kasus tersebut ternyata masih perlu ditindak lanjuti karena dari nilai tagihan ditemukan kejanggalan data.

"Dari yang masuk ke kami, yang nggak wajar di bawah 10 persen. Kami melakukan proses ini, ada nggak gejala umum bahwa ini kejadian secara masif. Tapi ini ternyata nggak masif. Tapi, okelah. Meski memang ada pelanggan yang nggak wajar," ujar Purbaya.

Purbaya mencontohkan ada salah satu pelanggan di Malang yang merupakan perusahaan las. Beberapa bulan terakhir, tagihan listriknya melonjak drastis hingga Rp 70 juta per bulan. Hal inilah yang kemudian kata Purbaya sedang ditindaklanjuti lagi.

"Ya, dia tidak merasa dapat penyelesaian karena tetap harus dicicil. Dia merasa tidak ada wasit, jadi coba kami clear-kan," ujar Purbaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement