Ahad 16 Aug 2020 05:57 WIB

Warisan Shalahuddin Al Ayyubi

Shalahuddin Al Ayubi meninggalkan sejumlah warisan.

Warisan Shalahuddin Al Ayyubi. Foto ilustrasi: Perang salib
Foto: Pinterest
Warisan Shalahuddin Al Ayyubi. Foto ilustrasi: Perang salib

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Saat berhasil merebut kembali al-Quds (Yerusalem) dari tangan musuh, Shalahuddin al-Ayyubi adalah seorang sultan. Ia adalah orang nomor satu pada dinasti yang didirikannya pada 1169 M. Kerajaan Islam yang berpusat di Mesir itu bernama Dinasti Ayyubiyyah yang dikenal pula dengan sebutan Ayyubid, Ayoubites, Ayyoubites, Ayoubides, atau Ayyoubides.

Dinasti Sunni itu berkuasa hingga akhir abad ke-15, menggantikan dinasti Syiah yang berkuasa sebelumnya, Fatimiyyah, dan menegakkan kembali paham ahlu as-sunnah wa al-jamaah di Kota Piramida tersebut.

Baca Juga

Kegemilangannya memimpin dinasti tersebut semakin lengkap ketika pada 1187 M ia berhasil mempersatukan pasukan Turki, Kurdi, dan Arab untuk merebut kembali Yerusalem yang telah dikuasai tentara Salib selama 80 tahun.

Ayyubiyyah terus menguasai banyak wilayah Timur Tengah hing ga 1260. Ketika dinasti tersebut di kuasai Mongol dan setelah kekalahan Mongol di Ain Jalut, seluruh Suriah jatuh ke Mamluk. Pada abad ke- 14, sisa-sisa dinasti itu kembali di bangun. Kastil Hisn Kayfa difungsikan sebagai benteng hingga dinasti itu digantikan oleh Kekai saran Utsmani pada awal abad ke-16.

Sepanjang masa kejayaan Ayyubiyyah, Shalahuddin membangun banyak hal, mulai dari administrasi negara, ekonomi, hingga perdagang an. Ia juga memajukan ilmu pengetahuan dengan membangun madrasah, sekolah, dan dalam bidang keagamaan mengembangkan mazhab ahli sunah.

Pada masanya, muncul sejumlah cendekiawan Muslim dari berbagai bidang, seperti Musa ibn Maimun yang dikenal sebagai ahli filsafat, astronom, dan juga tabib. Ada pula Ibn al Baytar (1246 M), dokter hewan dan ahli medis yang beberapa karyanya masih dikenal luas di wilayah Eropa hingga saat ini.

Pada masa dinasti ini pula, perwakafan berkembang pesat. Pada 572 H (1178 M), untuk menyejahterakan ulama, Shalahuddin menetapkan kebijakan bea cukai bagi orang Kristen yang datang untuk berdagang. Harta atau uang yang terkumpul kemudian diwakafkan kepada para fuqaha’ dan para keturunannya.

Di bawah pemerintahan Shalahuddin, Damaskus memiliki 20 madrasah, 100 pemandian, dan sejumlah besar biara bagi para ulama sufi. Ia juga membangun beberapa sekolah di Aleppo, Kairo, Alexandria, dan berbagai kota di wilayah Hijaz.

Shalahuddin juga pernah membangun tiga benteng perang. Benteng pertama terletak di Kairo dan pada masanya menjadi benteng pertahanan perang terbesar dunia. Benteng kedua telah hilang dimakan usia, teletak di Wadi ar-Rahla. Sedangkan, yang terakhir berada di Taba (kota kecil di Mesir, dekat ujung utara Teluk Aqaba).

Benteng Shalahuddin

Benteng yang ada di Kairo hingga kini dapat dijumpai dan dikenal sebagai Benteng Shalahuddin. Ia terletak di Bukit Muqattam, dibangun antara 1176-1183 M. Dengan ketinggian mencapai 10 meter dan ketebalan tiga meter, benteng ini dibangun untuk mempertahankan Kota Kairo dari serangan Pasukan Salib.

Benteng itu dilengkapi menara-menara kokoh yang menjulang dalam jarak setiap seratus meter. Di menara yang dijadikan konsentrasi pertahanan dari serangan musuh itu terdapat banyak lubang jendela yang berguna bagi pasukan pema nah dalam membidik sasaran. Sedangkan, bagian paling atas adalah dek terbuka untuk menempatkan meriam.

Benteng Shalahuddin memiliki arsitektur kastil termaju pada zamannya dengan pertahanan lapis tiga. Pertama, pertahanan jarak jauh menggunakan meriam dan senjata panah yang dilakukan lewat menara-menara. Jika pasukan musuh berhasil menembus dinding benteng, mereka akan disambut ruang terbuka yang dikelilingi tembok-tembok tinggi. Di area ini, pasukan musuh tentu akan menjadi sasaran pasukan Shalahuddin yang bersiap di atas benteng.

Jika musuh berhasil melewati bagian tersebut, mereka akan melewati lorong-lorong bercabang yang panjangnya mencapai 2.100 meter. Di situ pasukan musuh yang tidak mengenal medan menjadi lebih mu dah ditumbangkan satu per satu.

Di dalam area benteng yang kini menjadi salah satu tujuan wisata terpopuler di Kairo, terdapat bebe rapa objek lain, termasuk bekas penjara dan museum angkatan perang Mesir. Sebuah objek penting lainnya adalah Masjid Muhammad Ali Pasha. Masjid tua yang megah itu juga dikenal sebagai Masjid Alabaster, dibangun antara 1830-1848 M atas perintah dari Muhammad Ali Pasha (panglima tentara dan tokoh penting pada masa Utsmani).

Hal menarik mengenai benteng yang telah berusia 836 itu adalah ia tak pernah digunakan untuk berperang. Sejak didirikan hingga se kitar abad ke-19, dengan banyak pergantian penguasa, Benteng Shalahuddin hanya difungsikan sebagai tempat tinggal raja dan sultan. 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement