Ahad 16 Aug 2020 05:39 WIB

Belajar Turki Utsmani Saat Kecil, Aysha Mualaf Ketika Dewasa

Aysha yang belajar Turki Utsmani saat kecil menjadi mualaf ketika dewasa.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Hafil
 Belajar Turki Utsmani Saat Kecil, Aysha Mualaf Ketika Dewasa. Foto ilustrasi: Muslimah mualaf (ilustrasi).
Foto: Reuters/Olivia Harris/ca
Belajar Turki Utsmani Saat Kecil, Aysha Mualaf Ketika Dewasa. Foto ilustrasi: Muslimah mualaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BUDAPEST -- Namanya Aysha. Sebutan itu sudah menjadi identitasnya sejak bersyahadat beberapa waktu lalu. Wanita muda ini berasal dari Hongaria, negeri minoritas Muslim. Berbagai agama tumbuh di sana dengan bebas. Sesekali dia mengenang masa kecilnya sebagai penganut agama sebelumnya. Setiap akhir pekan selalu menyempatkan diri mengunjungi rumah ibadahnya untuk sembahyang dan mengucapkan aneka pujian.

Namun, itu bukanlah jaminan keyakinannya semakin mantap. Meski sering melaksanakan ritual religius tersebut, tetap ada saja rasa yang mengganjal. Ada saja pertanyaan tentang kejelasan konsep Tuhan yang selama ini diyakini. Bagaimana bisa Tuhan memiliki anak? Soal itu sering tebersit dalam hatinya.

Baca Juga

Sementara itu, Aysha mempelajari sejarah dunia sejak kecil. Salah satu materinya adalah Turki Usmani, dinasti Islam yang pernah mewarnai kehidupan Hongaria selama 150 tahun. Dari situ dia mendapatkan gambaran mengenai peradaban Islam yang sangat berpengaruh.

Namun, di sisi lain, dia juga 'diracuni' dan disesatkan dengan berbagai fitnah dan penghakiman bahwa Islam adalah agama yang buruk. Pada saat kecil dia belum berpikir kritis. Namun, ketika beranjak dewasa duduk di perguruan tinggi, berbagai literatur mulai dibedahnya.

Pandangan tokoh yang memandang Islam secara objektif menyegarkan pemahamannya tentang peradaban tersebut. Aysha mulai memahami bahwa peradaban Islam tak hanya lahir dari kreativitas manusia, tapi juga cahaya Ilahi.

Sementara itu, pergaulannya makin luas. Dia berteman dengan banyak orang dengan latar belakang keagamaan beragam. Di antaranya adalah mereka yang beragama Islam. Suatu ketika Aysha dan para sobat Muslim bertatap muka. Perbincangan mengalir di antara mereka tentang banyak hal.

Tiba-tiba azan berkumandang. Allahu Akbar, Allahu Akbar, suara azan menggema. Spontan saja para sobat Muslim terdiam dan mendengarkan seruan shalat tersebut.

Aysha tetap berbicara. Teman-temannya yang Muslim memintanya untuk mendengarkan suara azan. Wanita itu diminta tenang dan menghormati panggilan Ilahi tadi.

Pulang dari pertemuan tadi, Aysha bertanya di dalam hati, mengapa harus menghormati azan dengan cara diam? Mengapa Muslim begitu antusias menyimak panggilan tadi? Saya sangat terkesan. Suasana khidmat mendengarkan azan bagi saya adalah sesuatu yang unik, katanya.

Setelah perbincangan itu, tepat di musim panas dia mengunduh program Alquran. Dia mendengarkan qari membaca Al quran dengan suara indah. Tak puas, Aysha kemudian mencari tahu terjemahan Al quran ke Bahasa Inggris. Di sana dia mendapatkan pemahaman tentang keesaan Tuhan, sesuatu yang unik dan lebih masuk akal.

Antusiasnya tentang Islam makin tinggi. Dia pun banyak memikirkan tentang agama yang menyentuh hati. Untuk menambah pengetahuan, dia mulai membaca buku mengenai Islam. Dua bulan kemu dian, dia merasa makin mantap untuk mengubah keyakinan. Aysha memutuskan untuk bersyahadat di hadapan kedua temannya.

Sejak memeluk Islam, dia tak lagi sejalan dengan saudara, orang tua, dan sejumlah teman. Meski berbeda ke yakinan, Aysha tetap mencoba untuk menjalin silaturahim dengan semuanya, karena mereka adalah bagian dari kehidupan yang dijalaninya.

Mempraktikkan Islam Setelah bersyahadat, tak lama kemudian tibalah Ramadhan. Aysha memutuskan untuk memulai hidup baru sebagai muslim dengan berpuasa. Sungguh ini merupakan pengalaman luar biasa. Sebab baru pertama kali menahan lapar dan haus sepanjang hari.

Awalnya sungguh berat. Namun, tekad yang kuat memotivasinya untuk terus berpuasa. Akhirnya terbiasa juga. Aysha bersyukur dapat menjalani ibadah wajib tersebut dengan lancar. "Awalnya sangat sulit, karena orang-orang di sekitar saya tidak mempraktikkan Islam," kata Aysha.

Jadi, saya tidak bisa bertanya kepada siapa pun," katanya. Aysha kemudian membaca berbagai penjelasan tentang Islam dengan berselancar di dunia maya. Dengan cara itu dia mengetahui gerakan dan bacaan shalat. Juga cara bersuci seperti wudhu, tayamum, dan mandi besar. Semua itu tak ditemuinya di masa kecil.

Wanita ini menjelaskan pengalamannya dengan seorang teman yang membuat nya sedih. Teman itu mengatakan bahwa Aysha tidak akan pernah mengerti Islam. Alasannya karena tidak dilahirkan sebagai seorang Mus im. Pada waktu itu saya baru memeluk Islam, sungguh perkataannya mematahkan semangat, ceritanya.

Aysha sangat ketakutan karena khawatir jika tidak bisa berdoa dengan bahasa arab maka tak akan diterima. Saat itu dia juga tidak memiliki mukena dan sajadah untuk shalat. Tak ada juga orang yang membantu dan menuntunnya.

Namun, ketika mulai berdoa, Aysha berpikir, Allah pasti tersenyum kepadanya sekarang. Karena dia biasa menuliskan teks doa shalat di atas kertas dan panduannya. Dia kemudian menggenggam kertas tersebut di tangan kanan dan membacanya dengan keras sambil melakukan gerakan shalat.

Mungkin bagi Muslim lainnya terlihat sangat lucu. Setelah melakukannya beberapa kali, Aysha mulai terbiasa. Kemudian Aysha berselancar di media sosial dan mendapat banyak teman baru. Di sana dia mencurahkan isi hatinya tentang berbagai tantang an menjadi mualaf. Kemudian seorang lelaki Muslim melamarnya dan membelikan jilbab pertama, sajadah serta buku Islam.

Aysha juga mendapat Alquran berbahasa Arab pertama dari Yordania yang dikirim melalui pos. Rasanya bangga sekali bisa memegang kitab suci tersebut. alhamdulillah, imbuhnya. Meski belum lama memeluk Islam, Aysha sudah membiasakan diri menutup aurat. Penampilannya menjadi lebih anggun dan berwibawa di tengah ruang publik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement