Jumat 14 Aug 2020 06:14 WIB

Pidato Presiden akan Diwarnai Demo Tolak RUU Ciptaker

KSPI dan DPR sudah menjalin kesepakatan pembentukan tim bersama.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus raharjo
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Foto: ANTARA/Sigid Kurniawan
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demo ribuan massa buruh dan elemen masyarakat menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja akan digelar hari ini, Jumat (14/8). Demo itu bertepatan dengan pidato kenegaraan di Sidang MPR RI Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menyatakan, massa sudah siap melakukan demo. Rute demo pun telah disiapkan.

"Iya, kami aksi pagi di Kementerian Kementerian dulu dan kemudian baru ke DPR RI," kata Nining saat dihubungi Republika.co.id pada Kamis (13/8) malam.

Bukan hanya di DKI Jakarta, Nining mengatakan, berbagai organisasi Serikat buruh dan masyarakat yang tergabung dalam Gebrak juga akan melakukan aksi di berbagai daerah. Ia mengklaim aksi akan digelar di 18 kota. "Ada di 18 kota, di 14 provinsi, (menggelar) aksi yang sama menolak omnibus law," kata Nining.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan menghormati sejumlah Serikat Buruh atau Pekerja, serta elemen masyarakat yang berencana melakukan unjuk rasa memprotes Omnibus Law RUU Cipta Kerja hari ini. "Itu hak kawan buruh sesuai konstitusi sepanjang tertib dan tidak anarkis," kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Untuk diketahui, KSPI melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR RI pada Selasa (12/8) untuk memberi masukan terkait klaster ketenagakerjaan yang menjadi polemik dalam pembahasan omnibus law. Pertemuan itu menyepakati pembentukan tim bersama antara DPR RI dan Serikat pekerja yang akan memilih pasal demi pasal terkait ketenagakerjaan.

"Diskusi bersama (dimulai) tanggal 18 Agustus, apakah aksi ada ya itu dinamika tapi sebelum kita lakukan aksi, proses dialognya kita kuatkan dulu," kata Said Iqbal.

Adapun aksi besar-besaran yang bakal terjadi, kata Iqbal, harus dimaknai sebagai dukungan pada DPR RI agar mereka benar-benar memegang teguh aspirasi kaum buruh. "Kita percaya DPR, tapi aksi lebih pada dukungan kepada DPR agar teguh dalam memperjuangkan aspirasi buruh," tegasnya.

Gelombang penolakan atas RUU Cipta Kerja, khususnya untuk klaster Ketenagakerjaan telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir sejak draf RUU tersebut muncul. RUU tersebut menuai protes lantaran poin-poinnya dinilai merugikan para pekerja.

Ada beberapa poin yang menjadi perhatian, antara lain soal upah per jam yang berpotensi menghapus upah minimum dan pemberian tunjangan PHK enam bulan yang berpotensi menghapus sistem pesangon.

Para buruh juga khawatir dengan pengunaan tenaga kerja asing di sektor kerja unskilled workers. Lalu, para buruh khawatir jaminan pensiun dan jaminan kesehatan tidak akan diberikan pada buruh yang hitungan upahnya per jam, karena cara menghitung iurannya akan sulit.

Selain itu, buruh khawatir dengan penghapusan sanksi pidana pada pengusaha yang mengabaikan regulasi. Selanjutnya, adanya perpanjangan sistem kontrak hingga 5 tahun tanpa dibatasi sehingga menghilangkan kepastian nasib para buruh.

Sementara itu, DPR dan Pemerintah terus membahas poin demi poin daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU Cipta Kerja. Bahkan, dalam masa reses yang mestinya menjadi waktu kunjungan ke daerah pemilihan, DPR tetap mengebut pembahasan RUU kontroversial ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement