Rabu 12 Aug 2020 19:38 WIB

Wabah Covid-19, Permintaan Oleokimia Melonjak

Pada 2019 volume ekspor oleokimia tembus 3,2 juta ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring masih merebaknya wabah virus corona, permintaan oleokimia yang menjadi bahan baku cairan antiseptik mengalami lonjakan drastis sepanjang semester I 2020. Hingga akhir tahun, permintaan oleokimia diyakini bakal terus meningkat.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), Rapolo Hutabarat, mengatakan, kinerja ekspor kurun waktu Januari-Juni 2020 sudah meningkat hingga lebih dari 24 persen.

Baca Juga

Ia menyampaikan, sepanjang 2018 ekspor oleokimia mencapai 2,8 juta ton dengan nilai 2,4 miliar dolar AS. Selanjutnya pada 2019 volume ekspor tembus 3,2 juta ton namun hanya bernilai 2 miliar dolar AS lantara terjadi penurunan harga.

"Tapi, di semester pertama tahun 2020, volume ekspor sudah 1,8 juta ton senilai 1,2 miliar dolar AS. Kinerja ini menurut kami sangat fantastis," kata Rapolo dalam konferensi pers virtual, Rabu (12/8).

Apolin memproyeksikan, jika permintaan terus mengalami kenaikan, total ekspor hingga akhir tahun kemungkinan mampu naik ke posisi 3,7 juta ton dengan nilai sekitar 2,6 miliar dolar AS.

Ia menuturkan, tingginya permintaan oleokimia yang merupakan produk turunan dari minyak sawit berkaitan dengan situasi pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Hampir seluruh konsumen dunia saat ini mengantongi cairan sanitasi. Seperti hand sanitizer maupun disinfektan untuk mengamankan aktivitas sehari-hari. Oleokimia sebagai bahan bakunya tentu bakal mengalami kenaikan permintaan.

"Jadi ini wajar, dan juga ada kemudahan izin operasional dari Kementerian Perindustrian sehingga aktivitas suplai bahan baku dan logistik ke pelabuhan tidak ada kendala dan belum ada pembeli dari luar yang membatalkan," kata Rapolo.

Adapun untuk pasar dalam negeri juga terjadi. Ia mengungkapkan, pada semester I 2019, konsumsi mendekati angka 1 juta ton. Namun, pada paruh pertama tahun ini, konsumsi domestik sudah mendekati angka 1,6 juta ton. Ia mengatakan, ada peningkatan sekitar 38 persen dari tahun lalu.

Seiring dengan meningkatnya permintaan, alhasil aktivitas pabrik juga ikut bertambah. Saat ini, kata Rapolo, terdapat 11 perusahaan yang menjadi produsen oleokimia dan kini bekerja dengan tingkat utilisasi pabrik sekitar 65-75 persen.

Di satu sisi, ada berbagai fasilitas yang diberikan sehingga menarik investasi baru disektor ini hingga Rp 1 triliun. "Diharapkan tahun awal tahun depan investasi baru itu sudah mulai berproduksi dan itu memang sebagian besar untuk tujuan ekspor," katanya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, mengatakan, naiknya permintaan oleokimia sangat membantu kinerja industri minyak kelapa sawit di Indonesia. Pasalnya, permintaan luar negeri untuk minyak sawit saat ini tengah terkontraksi yang diikuti dengan melemahnya volume ekspor.

Kenaikan permintaan minyak sawit dalam negeri, termasuk untuk oleokimia diharapkan dapat terus bertahan hingga akhir tahun nanti. "Permintaan pasar domestik bisa menjadi harapan yang menyeimbangkan (penjualan) di tengah lemahnya pasar ekspor," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement