Selasa 04 Aug 2020 22:15 WIB

Pakistan Soroti Posisi Historis dan Hukum Jammu-Kashmir

Pakistan menegaskan wilayah Jammu-Kashmir masih disengketakan.

Pendukung nelayan partai berkuasa Pakistan Tehrik-e-Insaf memegang bendera nasional dan Kashmir untuk menunjukkan solidaritas dengan warga Kashmir yang tinggal di India, mengelola Kashmir di depan Yaum-e-Istehsaal (Hari Eksploitasi) di Karachi, Pakistan, 4 Agustus 2020
Foto: EPA-EFE/REHAN KHAN
Pendukung nelayan partai berkuasa Pakistan Tehrik-e-Insaf memegang bendera nasional dan Kashmir untuk menunjukkan solidaritas dengan warga Kashmir yang tinggal di India, mengelola Kashmir di depan Yaum-e-Istehsaal (Hari Eksploitasi) di Karachi, Pakistan, 4 Agustus 2020

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kuasa Usaha Ad Interim Pakistan di Indonesia Sajjad Haider Khan menyoroti posisi historis dan hukum pada sengketa Jammu dan Kashmir.

"Jammu dan Kashmir tetap menjadi sengketa yang diakui secara internasional dan sengketa terpanjang yang pernah ada di Agenda Dewan Keamanan PBB, dengan hampir selusin resolusi DK PBB yang mencari plebisit untuk menentukan keinginan Kashmir untuk penyelesaian akhir," ujar Sajjad Haider Khan dalam "media briefing" di Kedubes Pakistan, Jakarta, Selasa (4/8).

Baca Juga

Khan menunjukkan bahwa pemerintah India mencabut pasal 35A dan 370 Konstitusi pada 05 Agustus 2019.

Tindakan tersebut mencabut status khusus yang diberikan kepada Jammu dan Kashmir, yang jelas melanggar hukum internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB, ujar Haider Khan.

Ia juga menerangkan dampak kebijakan represif India yang secara khusus mengunci total Jammu dan Kashmir yang diduduki secara ilegal sejak 5 Agustus 2019. "Termasuk menutup layanan Internet, sekolah / perguruan tinggi dan kurangnya layanan medis selama pandemi COVID-19," kata dia.

Selain itu, Haider Khan menjelaskan mengenai berbagai aspek sengketa Jammu & Kashmir termasuk Pelanggaran HAM berat, pelecehan seksual, kekerasan terhadap perempuan & anak-anak dan menggarisbawahi tindakan ilegal India yang membawa perubahan demografis di wilayah tersebut.

Menyoroti gelombang intoleransi yang sedang berlangsung dan represi yang disponsori negara terhadap minoritas (terutama Muslim) di India, Khan berbicara panjang lebar tentang kebencian yang ditargetkan dan diskriminasi terhadap Muslim di India oleh Pemerintah Modi seperti putusan Masjid Babri, Kewarganegaraan diskriminatif ( Amendment) Act (CAA), National Register of Citizens (NRC) yang kontroversial, dan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Muslim.

Keputusan Perdana Menteri Modi untuk meletakkan batu fondasi sebuah kuil di tempat Masjid Martyred Babri, pada tanggal 05 Agustus tahun ini adalah refleksi dari pola pikir Hindu Rashtra, yang bisa mematikan bagi umat Islam di India dan minoritas lainnya, kata Haider Khan.

Media Briefing menandai peringatan setahun keputusan Pemerintah India untuk mengubah status khusus Jammu & Kashmir (IIOJK), suatu langkah yang ditolak oleh penduduk Kashmir.

Pemerintah Pakistan memperhatikan bahwa 5 Agustus sebagai Yom-e-Istehsaal (hari Eksploitasi) sebagai tanda solidaritas dengan rakyat Kashmir.

Ia juga mendesak warga Indonesia dan kantor media untuk mengekspresikan solidaritas kepada orang-orang tak bersalah di Jammu & Kashmir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement