Selasa 28 Jul 2020 17:53 WIB

Lambatnya Serapan APBN Diprediksi Sampai Kuartal Ketiga

Serapan anggaran PEN pun lambat meski anggarannya diperbesar.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Fuji Pratiwi
Executive Director Center Of Reform On Economics (CORE Indonesia) Mohammad Faisal. Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohamad Faisal menyoroti lambatnya penyerapan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Foto: ROL/FAkhtar Khairon Lubis
Executive Director Center Of Reform On Economics (CORE Indonesia) Mohammad Faisal. Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohamad Faisal menyoroti lambatnya penyerapan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohamad Faisal menyoroti lambatnya penyerapan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) 2020. Ia meyakini salah satu penyebabnya ialah pandemi Covid-19 yang membuat pemerintah melakukan realokasi anggaran demi menanggulangi wabah tersebut.

"Covid-19 mengakibatkan adanya realokasi dan refocusing anggaran dari APBN 2020 yang sudah disahkan tahun lalu," kata Faisal kepada Republika, Selasa (28/7).

Baca Juga

Selain realokasi, Faisal memantau anggaran penanganan Covid-19 terus diperbesar yang digunakan untuk sektor kesehatan maupun penanggulangan dampak ekonomi. Sehingga  ia memprediksi lambatnya serapan APBN bisa saja terus terjadi sampai kuartal ketiga tahun ini.

"Ada perubahan-perubahan yang bisa memengaruhi tingkat serapan anggaran khususnya di awal-awal, yaitu kuartal dua dan bahkan sampai kuartal tiga," ujar Faisal.

Di sisi lain, Faisal menilai serapan APBN bermasalah karena lambatnya implementasi dan eksekusi program pemerintah, khususnya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Padahal program PEN justru mendapat perbesaran porsi anggaran.

"Banyak program PEN yang lintas sektoral dan butuh koordinasi dengan banyak kementerian dan lembaga. Lagi-lagi kesulitan koordinasi membuat eksekusi menjadi lamban," ucap Faisal.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluhkan rendahnya serapan anggaran stimulus penanganan Covid-19. Padahal pemerintah menyediakan anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 695 triliun. Namun hingga 22 Juli, anggaran tersebut baru terealisasi sebesar Rp 136 triliun atau sekitar 19 persen.

Bahkan serapan anggaran di sektor kesehatan baru terealisasi 7 persen. Sedangkan serapan anggaran di sektor perlindungan sosial terealisasi sebesar 38 persen; sektor UMKM terealisasi 25 persen; dukungan untuk sektoral dan pemerintah daerah baru terserap 6,5 persen; serta insentif usaha yang terserap 13 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement