Rabu 08 Jul 2020 14:19 WIB

Mencari Validasi Bukti Covid-19 Menyebar di Udara

Penyebaran Covid-19 di udara terutama di ruangan tertutup berventilasi buruk.

Para ilmuwan mengatakan virus corona mungkin dapat bertahan sebagai partikel-partikel kecil di udara dalam waktu yang lama dan mengambang beberapa meter. Ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti transportasi publik menjadi tempat yang paling mengkhawatirkan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Para ilmuwan mengatakan virus corona mungkin dapat bertahan sebagai partikel-partikel kecil di udara dalam waktu yang lama dan mengambang beberapa meter. Ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti transportasi publik menjadi tempat yang paling mengkhawatirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Lintar Satria Z

Virus corona jenis baru atau Covid-19 sebenarnya masih jauh dari pemahaman manusia. Bukan hanya belum ada obatnya, tapi bagaimana Covid-19 ini menyebar hingga kini masih terus dalam penelitian.

Baca Juga

Satu isu yang seakan belum lepas dari Covid-19 adalah kemungkinannya menyebar di udara. Teori ini sudah beberapa kali diutarakan.

Selama berbulan-bulan WHO mengatakan kalau Covid-19 menginfeksi lewat kontak langsung, melalui droplet ukuran besar seperti dari batuk atau bersin. Namun 239 ilmuwan membantah teori WHO lewat surat yang dipublikasikan pekan ini di Clinical Infectious Diseases.

WHO sebenarnya mengakui terdapat bukti bahwa Covid-19 dapat menular melalui udara. Namun, bukti tersebut masih perlu diperkuat dan divalidasi.

“Kemungkinan penularan melalui udara dalam pengaturan publik, terutama dalam kondisi yang sangat spesifik, padat, tertutup, pengaturan berventilasi buruk yang telah dijelaskan, tidak dapat dikesampingkan. Namun, bukti perlu dikumpulkan dan ditafsirkan, dan kami terus mendukung ini,” kata pimpinan teknis WHO untuk pencegahan dan pengendalian infeksi Benedetta Allegranzi pada Selasa (7/7).

Pimpinan teknis WHO untuk pandemi Covid-19 Maria Van Kerkhove mengungkapkan, lembaganya telah mengulas tentang kemungkinan penularan virus melalui udara. “Kami telah membicarakan tentang kemungkinan transmisi udara dan transmisi aerosol sebagai salah satu mode penularan Covid-19,” ujarnya.

Van Kerkhove mengatakan, WHO akan memublikasikan ringkasan ilmiah yang merangkum penjelasan tentang cara penularan virus dalam beberapa hari mendatang. Menurutnya, paket intervensi yang komprehensif diperlukan untuk dapat menghentikan penularan.

"Ini tidak hanya mencakup jarak fisik, tetapi juga penggunaan masker yang sesuai dalam pengaturan tertentu. Khususnya di mana Anda tidak dapat melakukan jarak fisik, terutama bagi petugas kesehatan,” ucap Van Kerkhove.

Dalam surat 239 ilmuwan dari 32 negara kepada WHO diuraikan bahwa Covid-19 dapat menyebar melalui udara. Partikel cairan kecil yang dikeluarkan orang positif Covid-19 diklaim dapat bertahan lama di udara. Dengan demikian, ketika seseorang menghirupnya, dia secara otomatis tertular.

“Kami ingin mereka (WHO) mengakui bukti. Ini jelas bukan serangan terhadap WHO. Ini adalah debat ilmiah, tapi kami merasa kami harus melakukannya secara publik karena mereka menolak untuk mendengar bukti setelah banyak percakapan dengan mereka,” kata ahli kimia dari University of Colorado Jose Jimenez, salah satu ilmuwan yang menandatangani surat terbuka untuk WHO.

Jimenez mengatakan, panel WHO menilai bukti tentang penularan melalui udara tidak beragam secara ilmiah. Selain itu, ahli dalam penularan aerosol minim.

Jimenez menjelaskan, secara historis, telah ada pertentangan sengit dalam profesi medis terhadap gagasan transmisi aerosol. Standar pembuktian terkait hal itu telah ditetapkan sangat tinggi, namun kekhawatiran utama adalah kepanikan.

"Jika orang mendengar udara, petugas layanan kesehatan akan menolak pergi ke rumah sakit. Atau orang akan membeli semua masker N95 yang sangat protektif dan tidak akan ada yang tersisa untuk negara-negara berkembang,” ujar Jimenez, dilansir dari Reuters.

Dalam surat terbukanya, para ilmuwan mengatakan virus corona mungkin dapat bertahan sebagai partikel-partikel kecil di udara dalam waktu yang lama dan mengambang beberapa meter. Ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti transportasi publik menjadi tempat yang paling mengkhawatirkan. Sebab walaupun masyarakat mematuhi peraturan pembatasan sosial seperti jaga jarak, penyebaran virus dapat tetap terjadi.

Lewat surat terbuka itu para peneliti menganggap WHO gagal menyampaikan risiko penularan dengan tepat. Dilansir dari media Australia The New Daily, peneliti menilai pedoman pencegahan penularan yang dikeluarkan organisasi kesehatan PBB itu mengabaikan bukti penularan di udara.

Selama ini WHO selalu mengatakan publik hanya perlu memperhatikan dua tipe penularan. Pertama dari tetesan air liur orang yang terinfeksi sehingga masyarakat harus jaga jarak satu sama lain.

Lalu penularan tipe kedua dari permukaan benda yang di mana virus berada. Sehingga masyarakat diminta  tidak menyentuh wajah, mata, hidung, atau mulut saat sedang berada di ruang publik.

Para peneliti yang mengirim surat ke WHO meyakini ada tipe penularan ketiga yang berada dibalik peristiwa yang disebut 'penyebaran-super'. Penyebaran yang ditemukan terjadi di restoran-restoran di China di awal pandemi.

Pengunjung yang duduk di meja yang terpisah tetap tertular. Penyebaran yang sama juga terjadi pada paduan suara Negara Bagian Washington, Amerika Serikat (AS). Padahal mereka sudah mengambil tindakan pencegahan.  

Para peneliti mengatakan sejumlah penelitian menunjukkan tetesan air liur yang sangat kecil atau yang dikenal partikel aerosol dapat bertahan di udara dalam waktu yang lama. Partikel tersebut juga dapat mengambang beberapa meter. Hal itu membuat ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk seperti bus sangat berbahaya walaupun masyarakat sudah menjaga jarak 2 meter satu sama lain.

"Kami 100 persen yang mengenai ini," kata profesor ilmu atmosfer dan rekayasa lingkungan  Queensland University of Technology Lidia Morawska.

Ia salah satu pakar dari 32 negara yang mengirimkan surat terbuka tersebut. Temuan mereka akan dipublikasikan di jurnal ilmiah pekan depan.

Surat itu dikirimkan ketika WHO melaporkan pertambahan tertinggi jumlah kasus infeksi dalam satu hari. Dalam 24 jam, WHO melaporkan 212.326 kasus  baru di seluruh dunia.

AS, Brasil, dan India menjadi negara dengan jumlah kasus baru terbanyak. Kasus kematian tetap bertahan di angka 5.000 per hari.

Surat terbuka para peneliti itu mengingatkan betapa pentingnya penggunaan masker. Pemakaian masker dapat mencegah aerosol keluar dari mulut atau menghindari partikel-partikel mikroskopis di udara terhirup.

WHO selama ini kerap menerima kritik karena dianggap kurang responsif menanggapi isu Covid-19. Di awal-awal penyebaran Covid-19 di China, WHO dinilai kurang dini memberikan peringatan kepada publik.

Begitu juga ketika Covid-19 meningkat eskalasinya, WHO tidak cepat mengumumkan kondisi darurat. Kritik berlanjut saat WHO baru mengeluarkan rekomendasi pentingnya masker kain bagi mereka yang tinggal di daerah bertransmisi tinggi. Rekomendasi serupa pasalnya sudah lebih dulu dianjurkan bahkan dijadikan kewajiban di banyak negara dan kota-kota.

Padahal ilmuwan menganggap peringatan tidak akan merugikan apa-apa. Justru sebaliknya bisa membantu publik lebih waspada dan menjaga diri.

Belum ada pernyataan WHO bulan lalu yang mengatakan penularan dari sosok OTG atau orang tanpa gejala alias asimptomatik sangat jarang. Pendapat WHO tersebut akhirnya direvisi.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mengungkapkan konsentrasi virus menjadi lebih tinggi di ruangan tertutup. Karena itu seseorang yang mengisolasi diri di ruang yang terlalu tertutup justru memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi virus corona.

"Memang ada banyak faktor seperti ruangan yang tertutup dan pendingin udara yang menyebabkan kelembaban udara menjadi lebih rendah," kata Amin, dalam wawancara beberapa waktu lalu.

Sirkulasi udara di dalam rumah juga harus tetap terjaga untuk mencegah konsentrasi virus menjadi terlalu tinggi karena rumah menjadi ruangan yang terlalu tertutup. Karena itu penting untuk membuka jendela di rumah atau tempat kerja dan tempat publik dengan tujuan menjaga sirkulasi udara lebih sehat.

photo
Masker Tiga Lapis WHO - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement