Ahad 05 Jul 2020 16:54 WIB

Mahar Nikah Sandal Jepit dan Hakikat Harta dalam Pernikahan 

Hakikat harta dalam pernikahan adalah bagian penopang.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Hakikat harta dalam pernikahan adalah bagian penopang. Akad nikah (ilustrasi)
Foto: Dok. Republika
Hakikat harta dalam pernikahan adalah bagian penopang. Akad nikah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pernikahan yang terjadi antara dua sejoli di Desa Braim Kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat viral di media sosial. Mempelai pria memberikan mahar berupa sandal jepit. 

Fenomena ini tentu sangat unik, di tengah tuntutan mahar sebagian kalangan yang kian melangit. Sangat wajar bila harta menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih jodoh. Sebak tak bisa dimungkiri, harta membuat pasangan suami-istri yang baru saja menikah bisa mengarungi bahtera rumah tangga dengan lebih lancar terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Baca Juga

Ustadz Ahmad Zarkasih dalam bukunya 'Menakar Kufu dalam Memilih Jodoh' memberikan penjelasan soal harta yang sebetulnya hanya bayangan. 

"Harta sebagaimana disebutkan banyak ulama adalah bayangan, keberadaannya tidak tetap, kadang ada kadang tidak ada. Kadang ada di depan, ada di belakang, di kiri dan ke kanan," jelasnya.  

Ahmad menerangkan, jika ingin menjadikan harta sebagai pertimbangan utama dalam memilih pasangan atau jodoh maka ada risiko yang harus siap ditanggung. Karena harta tidak kekal. Seseorang bisa saja ada di posisi puncak sebagai orang kaya, tetapi bisa saja kemudian jatuh miskin.

 "Karenanya, kalau hanya harta yang dijadikan faktor utama, bersiap-siap akan menanggung kehancuran jika nanti harta tiada. Mungkin ada dikatakan oleh banyak orang-orang kampung, ada harta abang disayang, tidak ada harta abang ditendang," paparnya. 

Apalagi nafsu setiap insan terhadap harta bawaannya ingin terus bertambah dan ingin lebih banyak lagi sehingga tidak akan bisa terpuaskan. Sudah tercukupi kebutuhannya tetapi ingin yang lain lagi. 

Nabi Muhammad SAW pun telah mengingatkan bahwa nafsu manusia terhadap harta tidak akan pernah berhenti kecuali dengan kematian. Rasulullah SAW bersabda: 

"‏ لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ ‏"‏‏ 

 "Kalau saja seandainya manusia itu mempunyai dua lembah yang berisi harta, niscaya dia akan menginginkan lembah yang ketiga. Dan tidak ada yang bisa menghentikan nafsu manusia kecuali tanah (mati). Dan Allah mengampuni siapa saja yang meminta ampun.” (HR Bukhari dan Muslim)

"Tegasnya Nabi SAW ingin menyebut bahwa manusia itu doyan harta, suka kekayaan, cinta herta benda, takut kemiskinan, tidak suka kekurangan dan benci kelaparan," jelas Ahmad.  

Ahmad pun mengajak melihat kehidupan Nabi SAW dan istrinya. Tempat tinggalnya bukan rumah yang megah, dan tidak ada perabotan serta kendaraan mewah. Karena, rahasia kebahagiaan ada dalam ketenangan diri masing-masing pasangan. 

Ketenangan tersebut bisa didapatkan jika keduanya saling memahami kewajiban dan hak masing-masing pasangan sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. "Karenanya orang yang mempunyai nilai agama dalam diri, tidak mungkin akan mengkhianati itu," papar Ahmad.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement