Kamis 02 Jul 2020 14:36 WIB

Jumlah Kader Partai Komunis China 8 Kali Warga Jakarta

Partai Komunis China genap berusia 99 tahun.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Komite Sentral  Partai Komunis Cina.
Foto: AP/Greg Baker
Komite Sentral Partai Komunis Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Partai Komunis China (CPC) genap berusia 99 tahun pada Rabu (1/7) kemarin. PKC kini memiliki lebih dari 91,91 juta anggota pada akhir 2019 atau setara lebih dari delapan kali lipat penduduk Jakarta yang mencapai 10,47 juta (data 2018). Departemen Organisasi Komite Sentral CPC mengatakan, jumlah tersebut meningkat drastis dari 1,32 juta pada tahun sebelumnya.

Seperti dilansir dari Xinhua News, pada 2019 CPC merekrut lebih dari 2,34 juta anggota baru. Jumlah tersebut naik dari 2018 yang merekrut 289.000 anggota baru. Di antara anggota baru itu, 45,6 persen memiliki gelar sarjana muda atau lebih tinggi. Sedangkan 80,3 persen berusia 35 tahun atau lebih muda.

Baca Juga

Sementara itu, jumlah organisasi partai tingkat primer mencapai lebih dari 4,68 juta, atau meningkat 71 ribu dari tahun sebelumnya. Organisasi Partai tingkat primer mencakup 249 ribu komite Partai tingkat primer.

Partai Komunis China didirikan pada 1 Juli 1921. Pada Rabu lalu, CPC merayakan ulang tahun yang ke-99. Dalam perayaan tersebut, Partai Komunis menyatakan bahwa keberhasilan China dalam menghadapi pandemi virus Corona merupakan bukti dari keunggulan sistem sosialis di negara itu.

Pada Selasa lalu, Sekretaris Jendral CPC, Xi Jinping memimpin sesi studi dengan anggota politbiro dan menekankan pentingnya kinerja organisasi partai, kepercayaan terhadap partai, serta belajar dari sejarah.

Seorang analis politik di Beijing mengatakan, CPC melakukan upaya untuk mempelajari keruntuhan Partai Komunis Uni Soviet karena kurangnya kepercayaan dari internalnya.

"Beijing telah melakukan upaya besar untuk mempelajari keruntuhan Uni Soviet dan pelajaran utama adalah bahwa selain campur tangan asing, perserikatan itu berantakan karena Partai Komunis Soviet telah meninggalkan kepercayaannya sendiri," ujar seorang analis politik yang tidak mau disebutkan namanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement