Rabu 10 Jun 2020 00:16 WIB

Covid-19 Disebut Lebih Mengerikan daripada HIV

Karena itu sangat perlu kehati-hatian dalam pemulasaraan jenazah korban Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Covid-19 (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Covid-19 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi mengatakan, virus corona SARS-CoV-2 (Covid-19) lebih mengerikan dari virus HIV (human immunodeficiency virus). Dirut RSUD dr Soetomo itu menjelaskan, dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jerman, mereka yang meninggal akibat serangan Covid-19 mengalami kelainan di jantung, paru-paru, pembuluh darah, hingga prostat.

"Ternyata di paru-paru ada kelainan, di jantung ada kelaian, di prostat, di pembuluh darah, jadi mengerikan. SARS-CoV-2 ini mengerikan. Kalau saya sebagai dokter ini lebih mengerikan daripada HIV. Sungguhan ini," ujar Joni di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (9/6).

Baca Juga

Joni menjelaskan, penelitian yang dilakukan di Jerman tersebut, adalah dengan cara melakukan autopsi terhadap jenazah yang meninggal akibat serangan Covid-19. Di Jerman, kata dia, memang ada keluarga-keluarga yang mendharmabaktikan jenazah anggota keluarganya akibat serangan Covid-19 dengan tujuan untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Joni pun mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam pemulasaraan jenazah korban Covid-19. Joni mengatakan, berdasarkan jurnal internasional terbaru, serangan virus corona itu menyebar ke seluruh tubuh. Seperti di pembuluh darah, prostat, saluran cerna, hingga di feses atau di kotoran.

"Kalau di air liur dan cairan tubuh lainnya itu sudah jutaan bahkan miliaran. Jadi cairan tubuh yang keluar dari mana pun itu terdapat corona virusnya. Mereka menempel pada mantan organ (korban meninggal akibat virus corona) sampai nanti habis cairannya itu mengering," ujar Joni.

Maka dari itu, lanjut Joni, mereka yang melakukan pemulasaran jenazah korban Covid-19, tidak boleh terkena cairan dari jenazah tersebut. Makanya perlu beberapa lapis plastik untuk menjaga agar yang melakukan pemulasaran jenazah tidak terkena cairan. Joni mengatakan, menurut ahli forensik, cairan yang ada di jenazah manusia itu bisa bertahan sekitar enam hingga delapan jam.

"Artinya jangan sampai terkena cairan tubuh. Tapi saat pemulasaraan biasanya keluarga pengen mendekat. Ini yang kadang masyarakat masih perlu diberi pemahaman," kata Joni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement