Selasa 19 May 2020 03:21 WIB

Muslim Michigan Sumbang Makanan ke Tenaga Medis

Komunitas Muslim di Michigan menyumbangkan makanan untuk ratusan orang.

Rep: umar mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Lampu-lampu hias bertema Ramadhan terpasang di sebuah rumah di Dearborn, Michigan, Amerika Serikat. Komunitas Muslim di Dearborn pada tahun ini memulai tradisi baru yaitu mengadakan kompetisi lampu hias Ramadhan dengan harapan menyebarkan sukacita dan mengembalikan semangat selama pandemi coronavirus
Foto: AP/Carlos Osorio
Lampu-lampu hias bertema Ramadhan terpasang di sebuah rumah di Dearborn, Michigan, Amerika Serikat. Komunitas Muslim di Dearborn pada tahun ini memulai tradisi baru yaitu mengadakan kompetisi lampu hias Ramadhan dengan harapan menyebarkan sukacita dan mengembalikan semangat selama pandemi coronavirus

REPUBLIKA.CO.ID, MICHIGAN -- Salah satu komunitas Muslim terbesar AS menyiapkan makanan untuk dokter, perawat, dan lainnya yang di garis depan melawan wabah Covid-19. Setiap tahun selama Ramadhan, komunitas Muslim di Dearborn, Michigan, menyumbangkan makanan untuk ratusan orang.

Tahun ini, makanan tersebut dikirim ke para pekerja medis di Rumah Sakit (RS) Beaumont Wayne, tempat di mana Muzammil Ahmed menjabat sebagai kepala staf. Di awal pandemi, rumah sakit itu dikonversi untuk melayani hanya pasien Covid-19 karena unit perawatan intensifnya yang besar. Ada 70 persen pasien corona di Michigan yang dirawat di RS tersebut.

Baca Juga

Para dokter Muslim di lini depan melawan Covid-19, banyak di antaranya yang tetap berpuasa selama Ramadhan, meski harus berada di ruang isolasi. Sejak Michigan dikarantina pada 24 Maret, Ahmed telah mempraktikkan aturan jaga jarak sosial dengan teman dan koleganya.

Ketika pandemi ini membuat Ahmed cemas dan stres, teman-teman dan keluarganya biasanya akan turut membantu mengatasinya. Ahmed berbicara kepada mereka melalui telepon dan Zoom untuk sekadar bersapa. Dia mengakui, Ramadhan kali ini merupakan bulan pengorbanan.

"Kami telah kehilangan banyak hal selama sebulan terakhir sekarang, dan ketika Ramadhan hendak berakhir, kita menyadari, wow, kita telah melewati Ramadhan," kata Ahmed sebagaimana dilansir dari Aljazirah, Senin (18/5).

Awal bulan ini, seorang wanita, kawan lama saat di SMA membunyikan bel kediaman Ahmed, lalu meletakkan sekotak kue Ramadhan di atas meja kecil di teras. Setelah itu mereka mengobrol santai sejenak di halaman rumah.

"Itu cara yang bagus untuk mengatakan, 'hei, kami memikirkanmu'," kata Ahmed.

Ahmed, yang juga ketua Dewan Komunitas Muslim Michigan, mengatakan sedang berusaha mencari cara alternatif bagaimana merayakan Idul Fitri. Dia juga menyadari, momen hari raya ini menuntut lebih dari sekadar pertemuan melalui aplikasi Zoom.

"Yang paling sulit adalah menemukan cara memiliki koneksi yang bermakna. Kita harus meminta orang untuk bersabar, dan saya kira ini akan menjadi salah satu pengorbanan Ramadhan," imbuh Ahmed.

photo
Lampu-lampu hias bertema Ramadhan terpasang di sebuah rumah di Dearborn, Michigan, Amerika Serikat. Komunitas Muslim di Dearborn pada tahun ini memulai tradisi baru yaitu mengadakan kompetisi lampu hias Ramadhan dengan harapan menyebarkan sukacita dan mengembalikan semangat selama pandemi coronavirus - (AP/Carlos Osorio)

Sebelum sumbangan makanan untuk rumah sakit selama Ramadhan gencar dilakukan, banyak orang yang memberikan Alat Pelindung Diri (APD) kepada dokter dan perawat. Saat pandemi baru dimulai, Presiden Dewan Kota Dearborn Susan Dabaja, yang beragama Islam, memuat sebuah postingan di Facebook yang menanyakan apakah orang akan bersedia untuk menyumbangkan masker dan APD yang sangat dibutuhkan rumah sakit. Dalam beberapa menit, banyak orang mengontak penawarannya untuk menyumbang.

"Awalnya, ketika pandemi ini dimulai, adalah bagaimana mendapatkan pasokan medis untuk para profesional medis benar-benar memerlukan, untuk memastikan mereka aman saat merawat orang yang kita cintai," kata Dabaja.

Seorang dokter yang merawat pasien Covid-19 di ICU dua rumah sakit Dearborn, mengapresiasi sikap gotong-royong masyarakat Muslim setempat. "Luar biasa. Mereka sadar respons pemerintah dan rumah sakit itu lambat. Mereka memesan semua jenis masker dari perusahaan dan mengirimkannya ke rumah sakit, sampai mengantarnya," ucap dia.

Setiap dua hingga tiga jam, mereka harus menangani pasien Covid-19 baru yang membutuhkan ventilator. Ketika sedang menstabilkan satu pasien, pasien baru akan tiba.

"Kami baik-baik saja dengan ventilator, tetapi kami kekurangan obat penenang untuk menjaga mereka dalam kondisi koma," katanya.

Suatu malam, RS Beaumont Wayne kehabisan APD. Perawat bekerja sepanjang malam untuk membersihkan gaun yang bisa digunakan kembali dengan tisu desinfektan.

Mereka tidak hanya keluar dengan mengenakan APD tetapi juga dengan tisu disinfektan. Pagi berikutnya mereka bisa mensterilkan cukup banyak APD untuk memenuhi permintaan.

Saat itulah komunitas Dearborn masuk. Ketika Ramadhan dimulai, orang-orang dan restoran setempat melanjutkan upaya dengan menyumbangkan makanan ke rumah sakit untuk dinikmati semua dan bagi mereka yang berpuasa agar memiliki sesuatu untuk berbuka puasa.

"Semua kalangan mengirimkan makanan, sampai ke titik di mana kami memiliki beberapa makanan yang tidak dimakan karena ada begitu banyak makanan yang masuk sekaligus sehingga bisa duduk sebentar," kata Rehman, menambahkan ia berterima kasih atas makanan tersebut, terutama saat dia sedang shift malam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement