Senin 18 May 2020 10:30 WIB

Sholat di Kapel, Pengalaman Muslim Indonesia Kerja di Jerman

Orang Jerman bertoleransi dengan umat beragama lain.

Sholat di Kapel, Pengalaman Muslim Indonesia Kerja di Jerman. Muslim Indonesia, Kynann Anindhita yang bekerja sebagai dokter di Jerman.
Foto: DW
Sholat di Kapel, Pengalaman Muslim Indonesia Kerja di Jerman. Muslim Indonesia, Kynann Anindhita yang bekerja sebagai dokter di Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suara adzan dari sebuah laman website sayup-sayup terdengar. Dokter Kynann Anindhita segera bergegas membersihkan diri, menuju ke sebuah kapel di rumah sakit tempatnya berdinas, menghamparkan sajadah dan mendirikan salat.

“Di mana pun saya beribadah, Tuhan mendengarkan doa saya,“ demikian keyakinannya. Di kapel itu, para karyawan dengan berbagai latar belakang agama bebas untuk beribadah menurut keyakinannya masing-masing. 

Baca Juga

Kynann Anindita adalah seorang dokter di Rumah Sakit Klinikum Stuttgart, Jerman. Sejak tahun 2017, dokter asal Indonesia tersebut mengabdikan ilmunya di rumah sakit itu.

Sebagai dokter yang merawat pasien COVID-19, bulan Ramadan tahun 2020 ini, tantangannya cukup berat. ”Dari awal orang bilang ini penyakit yang mudah diatasi, tapi kenyataannya banyak anak muda bisa terinfeksi virus corona sampai stadium lanjut dan bahkan ada yang meninggal dunia.” 

Karena beratnya bertugas di masa wabah, pada bulan puasa ini ia menerapkan tiga hal dalam menjaga daya tahan tubuhnya, yakni menjaga kebutuhan istirahat, asupan air minum setelah buka puasa, dan menjaga pikiran. ”Tidur itu waktunya tidak mudah, Ramadan tahun ini mataharinya bersinar lama hingga 17 jam, “ ujar Kynnan.”Bahkan di tengah-tengah istiharat kerja, saya harus bisa ambil waktu tidur.”

“Asupan air juga sangat penting. Bagaimana caranya di malam yang pendek itu kita bisa tetap minum air hingga dua liter air,” kata Kynnan lebih lanjut seraya menambahkan pentingnya menjaga pikiran agar tidak stres dan selalu berpikiran positif, “Jangan banyak berpkir yang macam-macam,” tandas pria asal Pekanbaru ini. “Meski saat berpuasa lebih capai, kita ingatkan diri kita lagi bahwa ini adalah ujian.”

“Makna Ramadan di tengah pandemi COVID-19 ini merasuk di dalam hati. Pada saat ini banyak ketidakjelasan. Orang-orang mulai menunjukkan sifat-sifat aslinya. Baik yang positif maupun yang negatif. Menurut saya orang-orang ini mencari tempat bersandar, dan saya bersandar kepada Allah. Ramadan di tengah pandemi membuat saya yakin, Allah itu ada di sana dan bisa menciptakan ini semua dan itulah tempat saya untuk berserah diri,” papar Kynann.

 

 

sumber : https://www.dw.com/id/toleransi-beragama-di-jerman/a-53432403
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement