Senin 11 May 2020 22:42 WIB

Dialog Rasulullah dengan Utbah bin Rabi’ah

Rasulullah SAW selalu mementingkan prinsip dialog dalam berdakwah.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Hasanul Rizqa
Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam menjalankan dakwah Islam, Nabi Muhammad SAW selalu mengedepankan prinsip dialog. Kisah berikut menggambarkan betapa Rasulullah SAW merupakan pribadi yang mengutamakan komunikasi dua arah.

Waktu itu, fase dakwah di Makkah masih berlangsung. Jumlah Muslimin belum seberapa dibanding kaum musyrikin Quraisy. Mereka pun kebanyakan dari kaum lemah, bukan pejabat. Bagaimanapun, para pemuka Quraisy tetap merasa gusar terhadap Islam.

Baca Juga

Suatu hari, Rasulullah SAW sedang duduk di dekat Ka'bah. Datanglah Utbah bin Rabi’ah.

Ia menawarkan sesuatu kepada Rasulullah agar tak terus "mengganggu" kaum kafir Quraisy dengan dakwah Islam.

Saat menyapa Rasulullah, Utbah berkata: “Wahai anak saudaraku (Muhammad), engkau telah membawa satu urusan yang besar kepada kaummu, yang dengan urusan itu kau memecah-belah persatuan mereka!"

“Sekarang," lanjut Utbah, "dengarkanlah kata-kataku. Aku akan mengajukan beberapa tawaran kepadamu dan semoga engkau mempertimbangkannya. Sebab, siapa tahu engkau mau menerima."

Rasulullah menjawab, “Katakanlah, Wahai Abul-Walid (julukan Utbah), biar kudengarkan."

"Jika engkau menginginkan harta kekayaan sebagai pengganti risalah yang kamu bawa ini, maka kami siap menghimpun harta kami untuk diserahkan kepadamu. Kalau engkau menginginkan kedudukan, kami akan mengangkatmu sebagai pimpinan kami. Kalau engkau menginginkan kerajaan, kami akan mengangkatmu sebagai raja kami. Ketika engkau tertimpa penyakit, kami akan carikan obat bagimu dan kami sanggup mengeluarkan biaya hingga engkau sembuh."

Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Abul-Walid?”.

"Ya,” jawab Utbah.

"Sekarang, dengarkanlah ucapanku,” ujar Rasul SAW.

Beliau pun membacakan surah Fushilat ayat 1-5. Terus dibacanya surah tersebut dengan bertumpu kepada kedua tangannya. Utbah menyimak bacaan beliau hingga ayat sajdah dan melihat Nabi Muhammad SAW bersujud menghadap Ka'bah.

Rasulullah pun mengungkapkan pada Utbah bahwa apa yang dibacakannya merupakan jawaban atas perkataan Utbah kepada Rasul.

Ayat itu berarti: "Ha Mim. (Alquran ini) diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan, bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,yang membawa berita gembira dan peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya) serta tidak mendengarkan. Dan mereka berkata, 'Hati kami sudah tertutup dari apa yang engkau seru kami kepadanya dan telinga kami sudah tersumbat, dan di antara kami dan engkau ada dinding, karena itu lakukanlah (sesuai kehendakmu), sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai kehendak kami).'"

Utbah lantas menemui kaumnya. Para kawannya melihat, wajah Utbah berubah usai bertemu Rasulullah jika dibandingkan sebelum bertemu sang pembawa risalah Islam itu.

"Apa yang terjadi denganmu, wahai Abul Walid?” tanya seseorang.

Utbah menjawab, “Tadi aku mendengar suatu perkataan—yang demi Tuhan tidak pernah kudengarkan yang seperti itu sama sekali. Demi Tuhan, itu bukan syair, bukan ucapan tukang sihir dan tenung. Wahai orang-orang Quraisy, turutilah aku dan serahkanlah masalah ini kepadaku. Biarkan orang itu (Muhammad) dengan urusannya, dan jangan ganggu dia!"

Melihat kawan-kawannya terdiam, Utbah melanjutkan perkataannya.

"Demi Allah, perkataannya yang kudengarkan tadi benar-benar menjadi berita besar jika bangsa Arab menerimanya. Jika dapat menguasai bangsa Arab, maka kerajaannya akan menjadi kerajaan kalian pula dan kemuliannya menjadi kemuliaan kalian juga."

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement