Senin 11 May 2020 20:38 WIB

Pemkot Surabaya Dinilai tak Berhasil Tangani Covid-19

Pemkot Surabaya dinilai tak berhasil tangani Covid-19 selama PSBB.

Petugas memeriksa dokumen kependudukan warga yang akan masuk ke Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas memeriksa dokumen kependudukan warga yang akan masuk ke Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pimpinan DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur, menilai pemerintah kota setempat tidak berhasil dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 selama pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap pertama sejak 28 April hingga 11 Mei 2020. Pemkot Surabaya dinilai perlu membuat roadmap yang jelas dan terukur untuk memutus penyebaran Covid-19.

"Kami menilai pemkot tidak memiliki roadmap (peta jalan) yang terukur sehingga grafik penyebaran Covid-19 masih tinggi," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah di Surabaya, Senin (11/5).

Baca Juga

Menurut Laila, dengan roadmap yang jelas dan terukur itu, maka penanganan Covid-19 bisa lebih baik dan efektif. Tanpa itu, menurutnya penanganan pandemi Covid-19 ini akan serampangan, bahkan bisa dianggap masyarakat sekadar pencitraan.

"Ada banyak evaluasi yang harus dilakukan Pemkot Surabaya dengan sudah berjalannya PSBB tahap pertama. Misalnya bagaimana target yang terukur dari penerapan PSBB itu," ujarnya.

Laila menjelaskan target itu bisa mencakup jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan. Selain itu juga perlu diukur sejauh mana agresifitas pelacakan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan.

"Perlu dikaji juga, seberapa ketat monitoring potensi penyebaran Covid-19 di beberapa klaster," ucapnya.

Politikus PKB ini menganggap pengawasan klaster sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya klaster baru. Apalagi, kata dia, ada klaster di Surabaya yang diabaikan seperti halnya klaster pabrik rokok Sampoerna di kawasan Rungkut yang dinilai telat ditangani Pemkot Surabaya.

"Baru setelah ramai terungkap di publik, Pemkot Surabaya seperti kebakaran jenggot," ujar Laila.

Tak kalah pentingnya, lanjut Laila, dari roadmap tersebut bisa disusun pula penanganan jaring pengaman sosial dari berbagai sumber baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah kota.

"Yang terjadi selama ini Pemkot Surabaya justru terlambat mendistribusikan jaring pengaman sosial itu. Ini seharusnya tidak terjadi jika roadmap disusun jelas sejak awal. Dan ini memang tidak seharusnya terjadi, karena menyangkut kesejahteraan rakyat yang terdampak pandemi Covid-19," katanya.

Menurut Laila, roadmap yang dimiliki Pemkot Surabaya semestinya mencakup seluruh kegiatan penanganan Covid-19 mulai promotif, preventif, dan kuratif. Termasuk roadmap juga harus jelas mengatur penerapan anggaran, refocusing, realokasi yang akuntabel dan transparan.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto menilai kepatuhan masyarakat selama PSBB tahap pertama itu sekitar 60 persen, sedangkan yang tidak patuh sekitar 40 persen. Untuk itu, lanjut dia, PSBB tahap kedua ini pihaknya bakal lebih tegas melakukan penegakan terhadap 12 protokol kesehatan yang telah diterbitkan melalui surat edaran.

"Ketika protokol itu diterapkan dengan disiplin, itu dipastikan proses penyebaran dari Covid-19 ini bisa dikendalikan. Karena teman-teman di lapangan itu masih menjumpai ketika orang beli di tempat-tempat umum itu masih berdekatan," kata Eddy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement