Senin 04 May 2020 11:29 WIB

Serumah, Kenapa di Mobil Istri Harus Duduk di Belakang?

Bima menilai prinsip jaga jarak ada hal yang utama dalam PSBB.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas gabungan berjaga di check point pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jalan Raya Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petugas gabungan berjaga di check point pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jalan Raya Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seorang pengendara roda empat bernama Endang (44 tahun) mengamuk pada petugas di Simpang Empang, Kota Bogor Jawa Barat pada Ahad (3/5). Ia mengamuk lantaran enggan memindahkan posisi duduk istrinya ke bangku belakang sesuai aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Logika Pak Endang sebetulnya sederhana, mengapa istri yang biasa bercengkrama di rumah, lalu saat di mobil disuruh duduk di belakang? Apakah itu justru tidak efektif?

Baca Juga

Apalagi jika misalnya yang bersangkutan sudah menunjukkan KTP satu alamat. Lantas bagaimana juga dengan pengendara motor yang boleh berboncengan, tapi dengan satu alamat yang sama? 

Di video yang beredar di media sosial ia meluapkan amukannya itu ke petugas, tak peduli jika di sana ada polisi militer. Pak Endang bahkan terlihat menunjuk-nunjuk ke arah petugas dan pria yang merekam. 

"Saya gak terima, sampaikan ke Bima Arya. Ini prinsip hidup saya, sebaik laki-laki Muslim yang menghargai istrinya. Saya tidak mau memindahkan istri saya ke belakang. Saya tidur dengan istri saya, masa di mobil tidak, akalnya pakai," kata Endang dengan nada tinggi, dalam cuplikan video yang beredar di media sosial.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto merespons sikap seorang pria yang mengamuk lantaran tak terima istrinya diminta pindah duduk di kursi mobil bagian belakang. Bima menegaskan, menjaga jarak merupakan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

"Itu aturan yang sama di semua wilayah yang menerapkan PSBB," kata Bima saat dihubungi melalui pesan singkat, Ahad (3/5).

Saat PSBB, Bima menjelaskan, masyarakat harus tetap menerapkan social distancing atau physical distancing. Tak terkecuali, bagi pengendara yang bepergian dengan keluarga maupun istrinya.

Bima mengakui, aturan PSBB memang tak mudah dilaksanakan dan diterima oleh semua orang. Namun, aturan itu demi kebaikan bersama. "Memang tidak mudah untuk semua. Tapi ini untuk kebaikan semua karena setiap aturan sudah dipertimbangkan semua aspeknya," jelas Bima.

Selain itu, Bima mengapresiasi, petugas di lapangan yang menjalankan kewajibannya untuk memeriksa setiap pengendara di check point. Dia berharap, para petugas tetap menegakkan aturan PSBB.

Wakil Wali Kota Bogor Dedi A Rachim meminta masyarakat tetap mematuhi aturan PSBB, demi meminimalisir penularan Covid-19. Warga sejatinya diimbau untuk tetap berada di rumah.

"Ditaati saja, karena tujuan pembatasan adalah meminimalisir pergerakan warga dengan cara pengaturan konfigurasi di kendaraan maupun arah tujuan bepergian, yang ujung-ujungnya meminta masyarakat untuk semaksimal mungkin beraktivitas di rumah," terang mantan penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Bogor, Dody Wahyudi mengakui bahwa petugas tidak memberikan surat teguran kepada pengendara roda empat yang melanggar aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Simpang Empang, Kota Bogor Jawa Barat, Ahad (3/5).

Menurutnya, petugas di lapangan hanya memberikan teguran secara lisan, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Perhubungan No 18 dan 25 tahun 2020 yang diteruskan melalui Surat Keputusan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) No 108 tahun 2020.

"Aturan se-Indonesia sama, mohon pengertian dan kesabarannya. Semoga ujian dan cobaan ini segera berakhir," sebut Dody.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement