Sabtu 02 May 2020 15:41 WIB

Begini Asal Mula Peruntukkan Sajadah untuk Alas Sholat

Penggunaan sajadah dengan istilah sederhana sejak Rasulullah SAW.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah
Penggunaan sajadah dengan istilah sederhana sejak Rasulullah SAW. Petugas merapikan karpet sajadah di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penggunaan sajadah dengan istilah sederhana sejak Rasulullah SAW. Petugas merapikan karpet sajadah di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sajadah kerap dijumpai saat Muslim melaksanakan sholat. Sajadah digunakan sebagai alas untuk melaksanakan sholat.

Meskipun sajadah tidak secara universal digunakan umat Muslim atau diperlukan dalam Islam, namun sudah menjadi tradisi bagi Muslim untuk sholat menggunakan sajadah.

Baca Juga

Islam sendiri menekankan akan kebersihan. Karena itu, sajadah digunakan sebagai alas di atas lantai atau tanah guna memastikan kebersihan tempat sholat tersebut.

Kata sajadah berasal dari kata dalam bahasa Arab yang terdiri dari akar kata 'sajada', yang bermakna sebagai masjid dan sujud. Sajadah biasanya berukuran panjang satu meter, hanya cukup untuk satu orang dewasa ketika berlutut atau bersujud.

Lantas, bagaimana asal mula sajadah untuk sholat menjadi tradisi dalam Islam?  

Berawal dari Nabi Muhammad SAW, yang beribadah sholat di atas 'khumrah', tikar yang terbuat dari daun palem. Dalam sejumlah riwayat juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW terkadang sholat di atas sajadah dari tikar.

Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Maimunah RA, ia berkata, "Pada saat Rasulullah SAW sholat, saya sedang haid berada sejajar dengan beliau. Ketika bersujud, kadang-kadang kain beliau menyentuh badan saya dan beliau sholat di atas sajadah dari tikar." (HR Al Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud). Dalam hadits lain, yang diriwayatkan dari Al-Mughirah ibn Syu'bah RA, "Nabi SAW Sholat di atas tikar dan sajadah dari kulit yang telah disamak." (HR  Abu Dawud)  

Sajadah awalnya merupakan jenis karpet yang diproduksi di daerah Asia Tengah dan Asia Barat. Musafir Muslim asal Maroko yang berkelana ke berbagai pelosok dunia pada abad pertengahan, Ibnu Batutah, dalam kitab Ibnu Batutah, mengatakan bahwa orang-orang pinggiran di Kairo, Mesir, telah terbiasa keluar rumah untuk melaksanakan sholat Jumat. 

Para pembantu mereka biasanya membawakan sajadah yang terbuat dari pelepah-pelepah pisang dan menghamparkannya untuk keperluan sholat mereka.

Pada masa Ibnu Batutah ini, penduduk Makkah melaksanakan sholat di masjid jami menggunakan sajadah. 

Sementara itu, dikatakan bahwa kaum Muslim yang pulang haji membawa banyak sajadah yang bergambar, salah satunya gambar salib. 

Dia juga mengatakan, bahwa sajadah masuk ke Mesir melalui jalan impor dari Asia yang digunakan sebagai alas sholat orang-orang kaya yang di dalamnya bergambar mihrab yang menghadap kiblat.

Di seluruh dunia Muslim, sajadah telah berevolusi berabad-abad dan mencerminkan gaya budaya dan pengaruh artistik lokal. 

Dilansir di The National, Jumat (1/5), tampilan sajadah awal dalam sejarah Islam memiliki desain umum dan dasar yang tampak seperti sebuah pintu ke surga.

Simbol yang paling penting yang ditemukan di sajadah adalah mihrab atau ceruk dengan pintu yang melengkung yang ditenun. Mihrab ini menandai arah kiblat di Makkah. 

Sajadah memiliki beragam desain hiasan di permukaannya. Umumnya, hiasan di permukaan sajadah berbentuk geometris, bunga Arab, atau menggambarkan simbol dan arsitektur Islam seperti Ka’bah di Makkah atau Masjid Al Aqsa di Yerusalem. Sajadah juga biasanya dirancang sedemikian rupa, di mana bagian atas untuk letak sujud atau arah Ka'bah dan bawah untuk letak kaki berdiri.  

Seiring waktu, variasi desain pada sajadah semakin beragam. Desain sajadah bervariasi sesuai dengan negara pembuatnya. Mihrab yang ditemukan di Afghanistan, misalnya, umumnya merupakan struktur bujur sangkar vertika. 

Di Turki, bentuk mihrab cenderung bersudut tajam dan runcing. Mihrab Persia klasik sangat mewah dan bentuknya melengkung, serta padat dengan motif bunga yang detail.

Sehelai sajadah nyatanya memiliki makna penting. Tidak hanya sebagai alas sholat, sajadah juga telah menarik minat para pemimpin Muslim sejak awal. Mereka akan menugaskan seniman-seniman terhebat untuk membuat tikar yang cocok untuk para penguasa dan untuk diberikan sebagai hadiah kepada para pemimpin lainnya. 

Tidak hanya itu, sajadah juga memiliki fungsi lain sebagai hiasan atau lukisan yang digantung di dinding rumah.

Di bawah dinasti Ottoman, Safawi dan Mughal, industri sajadah berkembang dan karpet dianggap sebagai harta nasional. Sajadah dan karpet diperdagangkan ke Eropa dan Timur Jauh.

Namun, selama periode Ottoman (Utsmani) tersebut, banyak sajadah yang sebenarnya ditenun oleh orang-orang Kristen yang mencari nafkah melalui kerajinan tenun kuno untuk komunitas Muslim. 

Tidak jarang ditemukan sajadah atau karpet kuno pada awal abad ke-20 dengan salib dalam desainnya.

Salah satu sajadah dengan desain yang unik dan detail adalah sajadah Utsmani, yang memiliki hiasan dengan gambar lentera kaca atau lampu di bagian mihrabnya. 

Sajadah terbuat dari wol domba itu kini ditampilkan di pusat Inisiatif Fatima Bint Mohammed Bin Zayed di Jumeirah, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement