Ahad 22 Mar 2020 17:20 WIB

Komisi VI Sebut Impor Jadi Opsi Stabilkan Harga Gula

Harga gula dilaporkan telah jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET).

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stok gula yang menipis di pasaran menyebabkan harga gula yang kian meningkat. Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi menyebut impor sebagai salah satu opsi untuk menekan harga gula yang dilaporkan telah jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) tersebut. 

"Salah satu opsi untuk menstabilkan harga terkait kebutuhan gula konsumsi maupun industri ya impor," kata dia saat dihubungi pada Ahad (22/3).

Baca Juga

Namun, lanjut Baidowi, impor tersebut harus dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, bila BUMN uang yang melakukan impor maka income akan kembali ke negara. 

Bukan hanya impor, kelangkaan stok gula juga harus ditindaklanjuti. Menurut dia, pemenuhan kebutuhan masyarakat tak bisa selalu digantungkan pada impor. 

"Adapun selanjutnya adalah menggenjot produksi gula agar bisa memenuhi kebutuhan," ujar dia. 

Awiek menambahkan, di samping upaya pemenuhan stabilitas juha memerlukan peran aktif dari pemerintah. Ia menyoroti tindakan pembatasan pembelian bahan pokok oleh Satuan Tugas (Satgas) Pangan terhadap beberapa komoditas seperti beras dan gula. 

Menurut dia, pembatasan itu baik dilakukan. Terlebih, saat ini kondisi diperparah dengan adanya masalah virus Corona atau Covid-19 yang menyebabkan masyarakat melakukan pembelian dalam situasi panik. Dalam situasi ini, stok dan distribusi gula harus dipantau. 

"Pembatasan bagus untuk mnghindari penumpukan atau penimbunan. Problemnya panic buying terjadi sejak sebelum satgas dibentuk. Maka ke depan satgas pangan harus efektif melakukan pemantauan terhadap distribusi gula," ujar Baidowi. 

Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menilai, impor yang dilakukan oleh Pemerintah seharusnya cukup pada gula mentah. "Sebaiknya pemerintah memberi izin impor raw sugar kepada pabrik gula BUMN sambil diberikan target untuk mencari lahan pengembangan tanaman tebu," kata Herman saat dihubungi Republika, Ahad (22/3).

Herman menyebut, stok gula menipis sejalan dengan beberapa pabrik gula sedang kesulitan bahan baku. Pabrik gula BUMN, kata Herman, produksinya masih di bawah kapasitas atsu under capacity. Ia juga mencontohkan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang akan menutup dua pabrik gulanya.

Sedangkan di sisi lain, kata Herman, permintaan gula dipastikan naik terus, baik untuk konsumsi masyarakat maupun industri makanan dan minuman. Terlebih, bulan Ramadhan akan segera tiba.

Gula pasir di sejumlah toko jaringan retail waralaba modern Jakarta Pusat sudah kosong atau langka sejak sepekan terakhir. Bahkan pada beberapa gerai, sejak sebulan lalu sudah tidak ada pasokan komoditas itu.

Di tingkat retail harga gula masih sesuai dengan HET sehingga banyak yang membeli. Barang ini menjadi langka terlihat dalam jumlah banyak di rak supermarket ataupun minimarket.

Harga gula di tingkat pedagang besar atau agen mencapai Rp 15 ribu per kilogram. Di konsumen harganya jadi Rp 17 ribu per kilogram. Padahal, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi atau HET untuk produk pangan itu hanya Rp 12,5 ribu per kilogram. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement