Rabu 11 Mar 2020 06:29 WIB

Dia Menyentuh Pipi Orang-Orang

Bolehkah kusentuh pipimu?

Dia Menyentuh Pipi Orang-Orang (ilustrasi cerpen)
Foto:

Sementara itu, kehadiran Camila yang semakin sering di rumahnya membuat istrinya curiga ada yang ganjil, terutama ketika mereka sedang berkasih-kasihan.

Pada tahun ketiga pernikahan mereka, karena tak tahan lagi dengan segala tingkah laku aneh suaminya yang kerap didapatinya seperti seseorang yang sedang berdialog dengan hantu, istrinya mengantarkannya ke rumah sakit jiwa dan sejak saat itu mulai sering bertemu dengan pria-pria lain.

Saat mulai terbiasa mengendalikan diri untuk tidak berinteraksi dengan sosok-sosok khayalannya, setelah dirawat selama lima tahun dengan pengawasan intensif, pihak rumah sakit mengizinkan lelaki itu pulang. Namun, sosok-sosok khayali itu masih tetap sering muncul di hadapannya, terus mencoba mengajaknya bicara, mengejek usahanya untuk mengabaikan mereka.

"Setiap upayamu menyingkirkanku dari pikiranmu adalah sia-sia belaka. Sebab, aku ini ada. Aku ada, tanpa terbatas ruang dan waktu," ujar Kek Plato.

"Beginikah caramu mencampakkanku, Sayang?" kata Camila.

"Dengar, Kamerad, misimu belum tuntas. Orang-orang loreng hijau belum kau balas. Jika tak kau lakukan, hantu-hantu korban genosida itu akan terus mengganggumu. Hantu-hantu komunis, Kamerad! Hantu-hantu komunis!" kata Bung Che Pott.

Sosok Bung Che Pott, Camila, dan Kek Plato yang tetap muncul meski diabaikannya, membuatnya tetap curiga terhadap orang-orang baru yang datang menghampirinya. Namun, saat itu kebiasaan menyentuh pipi orang sudah lama ditinggalkannya.

Yang ia lakukan untuk memastikan kenyataan orang-orang itu adalah mengikuti saran istrinya.

"Bisakah kau lihat pria yang sedang bersama istriku ini? Apakah dia nyata?" begitulah suatu hari ia meminta bantuan kepada salah seorang mahasiswanya selepas mengampu perkuliahan, ketika dilihatnya istrinya bergandengan tangan dengan seorang pria.

"Ya, dia nyata. Aku bisa melihatnya," kata mahasiswanya.

"Maaf, aku selalu curiga pada orang baru," katanya kepada pria itu. "Kalau aku boleh tahu, Anda siapa dan untuk keperluan apa ke sini?"

Pria itu tersenyum, menyodorkan tangannya untuk menjabat tangan lelaki itu.

"Saya suaminya," ucap pria itu, merangkul perempuan di sampingnya.

"Kami menikah seminggu yang lalu. Maaf baru memberi tahumu sekarang," timpal istrinya. Seperti apa ekspresi lelaki itu barang kali bisa kita bayangkan bersama.

TENTANG PENULIS: ABUL MUAMAR, lahir di Perbaungan, 6 November 1988. Bergiat bersama komunitas Sahabat Gorga

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement