Rabu 26 Feb 2020 10:50 WIB

Sketsa Berbingkai Perak

Haikal baru saja kehilangan abi, kini umi pun telah kembali menghadapi Ilahi Rabbi.

Sketsa Berbingkai Perak
Foto:

Bunda berparas manis itu berdiri mematung dengan ketiga gadisnya. Isaknya semakin terdengar manakala ia menghampiri Haikal.

Dia meraih tangan Haikal dan mengajak Haikal berjongkok menghadap batu nisan yang baru ditancapkan. Haikal menarik tangannya dari pegangan bunda manis itu.

Pak De Dadi mengangguk, seakan memberi isyarat. Tak lama kemudian, Pak De Dadi memperkenalkan kepada Haikal tentang siapa keempat perempuan itu.

"Haikal, perkenalkan, ini Bunda Laila."

"Ini Rini, ini Rara, dan ini Fitria," urai Pak De Dadi dengan mata sembap, menatap Haikal dalam tudung penyesalan.

Kemudian, terdengar histerisnya Bunda Laila sambil memeluk batu nisan itu.

"Ayah, maafkan Bunda. Bunda egois sampai Ayah menutup mata, Ayah tidak melihat anak lelaki Ayah. Ini, Bunda hadirkan Haikal untuk Ayah. Maafkan Bunda, Ayah."

Bunda Laila kembali menarik tangan Haikal untuk berjongkok sejajar dengannya. Haikal bingung. Haikal tidak paham.

Dari mulai diajak Pak De Dadi ke permakaman ini, foto almarhum yang sama wajahnya dengannya, dan pengakuan Bunda Laila bahwa Haikal adalah anak lelaki orang yang baru saja dimakamkan.

Tanpa diduga oleh siapa pun, Haikal berlari menuju gerbang keluar sambil berteriak, "Umiiiiii, apa ini artinya!?"Bunda Laila dan ketiga putrinya mengejar. Begitu pula Pak De Dadi, mengejar Haikal dengan kaki terseret. Akhirnya, mereka sampai di mobil yang mereka tumpangi.

"Haikal tidak paham, Pak De. Apa maksudnya semua ini?" tanya Haikal kepada Pak De Dadi.

"Bukankan Abi Haikal sudah wafat sejak Haikal berada dalam kandungan Umi?

Jawab, Pak De, jawab! Pasti Pak De mengetahui semua ini, bukan?" Renteten pertanyaan Haikal tertuju ke Pak De Dadi. Sejenak, Pak De Dadi menghela napas. Dengan lembut, Pak De Dadi meraih bahu Haikal dan memeluknya.

"Haikal maafkan, kami tidak dapat menjelaskan secara detail untuk saat ini. Pak De hanya ingin menegaskan bahwa almarhum yang baru saja dikebumikan adalah benar-benar abimu. Doakan dan ucapkan selamat jalan untuknya. Pasti dia akan tersenyum melihatmu," kata Pak De Dadi.

"Dia bangga melihatmu, sosok pemuda berwajah tampan. Perpaduan ketampanan dan kecantikan dari abi dan umimu. Sosok pemuda saleh, santun, dan cerdas mewarisi sifat kedua orang tuamu. Bersabarlah, Haikal, tak ada yang kuasa menolak takdir Allah," suara Pak De Dadi gemetar terdengar.

Haikal membalikkan badannya, kembali menuju permakaman tempat di mana abinya berbaring untuk selamanya. Bersimpuh lusuh Haikal di atas pemakaman abi yang baru dikenalnya. Ia memanjatkan doa, semoga Allah mengampuni dosa-dosa abinya, diterangkan alam kuburnya, diberatkan timbangan amal baiknya.

Dengan lantang, ia luapkan kerinduan yang 25 tahun memuncak di dadanya. Doa-doanya yang mengiris hati siapa pun yang mendengarnya.

Wahai Rabbku, aku bersyukur kepada-Mu, telah Engkau pertemukan aku dengan Abi meski dalam pertemuan dua dunia yang begitu singkat. Aku akan terus berbakti kepadanya walau Abi telah meninggalkan aku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement