Rabu 02 Oct 2019 16:52 WIB

Air Mata Jingga

Kota ini memang terlalu kejam buat yang melarat.

Air Mata Jingga
Foto:

Sejak itu, Fais menjadi pemuda yang lebih banyak menghabiskan hari-harinya di tengah laut. Hidup di laut dan berbaur dengan para nelayan-nelayan lainnya yang jauh lebih tua darinya, membuat pola pikir Fais semakin matang dan dewasa. Maka, tiga tahun semenjak ia putus sekolah, ia pun memutuskan untuk membina kehidupan rumah tangga bersama gadis Melayu pujaan hatinya, Rani.

Gadis yang dikenalnya di Dermaga Pulau Sumbu ketika hendak menjual hasil tangkapan ikannya kepada masyarakat. Gadis yang juga merasakan pahitnya putus sekolah karena terbentur biaya dan pola pikir keluarganya yang teramat picik dengan pendidikan perempuan.

Rani juga sudah bertekad untuk menjadi istri yang baik dan patuh kepada suaminya. Maka, suasana senja kali ini menjadi latar mereka berdua untuk pulang ke rumah kecilnya di tepian pantai Kampung Pinggir. Setiap kali petang menjelang, Rani dan keluarga para nelayan lainnya pasti menunggu Fais dan nelayan lainnya dengan penuh pengharapan.

"Aku berangkat dulu ya, Ran," kata Fais pada istrinya setelah meneguk teh hangat buatan Rani.

Tak lupa Fais membawa bekal yang sudah disiapkan oleh Rani. Sebuah rantang yang berisi nasi, lauk ikan asin, sayur, dan beberapa buah pisang sudah tersusun rapi dalam rantang yang diletakkan Rani di meja teras rumahnya. Bekal yang cukup untuk mengganjal perut di tengah laut nanti.

Rani yang tengah sibuk beres-beres di ruang tengah, segera menghampiri suaminya itu. "Ya, Mas, hati-hati, ya. Semoga tangkapan kali ini melimpah. Seperti kemarin," kata Rani tersenyum seraya mencium punggung tangan Fais takzim.

Sejurus, pasangan suami istri itu saling bertatapan. Tatapan penuh kasih dan sayang. "Jangan balik larut petang ya, Mas," kata Rani memecah kesunyian.

Ia tersenyum, "nanti sore adik tunggu Mas di bibir pantai Kampung Pinggir ini," lanjutnya.

"Iya. Engkau jaga diri baik-baik. Jangan sampai kelelahan. Jaga baik-baik calon buah hati kita. Doakan semoga tangkapan hari ini melebihi dari yang kemarin," kata Fais seraya mengusap lembut perut Rani yang mulai membesar. 

"Baik, Mas, " patuh Rani.

Sebenarnya, tak sampai hati Fais meninggalkan Rani seorang diri di rumah. Apalagi, kondisi istrinya itu saat ini tengah mengandung calon buah hati pertamanya. 

Calon buah hati yang sangat didamba-dambakannya. Calon buah hati yang sudah ditunggu hampir tujuh tahun pernikahannya. Dan, usia kandungan Rani sekarang sudah memasuki 7 bulan. Namun begitulah, bagaimanapun Fais harus tetap melaut, mencari nafkah bagi keluarganya. Dia harus mempersiapkan semua kebutuhan Rani dan calon buah hatinya.

Semenjak kehamilan Rani, waktu Fais di tengah laut sedikit berkurang. Biasanya kalau melaut, Fais dan para nelayan lainnya akan menghabiskan waktu hingga berhari-hari di tengah laut.

Namun, semenjak dapat kabar dari Rani bahwa ia tengah mengandung buah hatinya, Fais mau tidak mau harus menyempatkan pulang tiap hari. Sudah lama ia menantikan kehadiran seorang anak di dalam keluarga kecilnya.

Dulu, di awal pernikahan mereka, Rani sempat hamil namun keguguran. Semenjak keguguran itu hingga usia pernikahannya memasuki usia ketujuh tahun, Rani tak lagi pernah hamil. Maka, berbagai upaya telah dilakukan mereka untuk bisa mendapatkan seorang anak, terutama Rani.

Pada masa suburnya, Rani selalu memperhatikan pola makannya. Ia akan sering mengonsumsi tauge, bayam, kacang tanah, brokoli, dan sesekali ia meminta uang berlebih pada Fais untuk membeli daging atau hati sapi.

Tidak sampai di situ, cara-cara yang berbaur mitos pun juga telah dilakukan Rani. Mulai dari menempelkan perutnya ke pada tetangganya yang tengah hamil tua, menginjak jempol kaki ibu hamil, hingga mencuri celana dalam ibu hamil milik tetangganya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk bisa ketularan hamil. Namun, cara yang seperti ini membuat Fais marah pada Rani.

"Engkau seperti orang yang tidak beragama saja. Masih saja percaya dengan hal-hal yang begituan. Tidakkah engkau sadari bahwa cara itu merupakan suatu bentuk kesyirikan pada Allah? Jangan lagi engkau melakukan hal yang demikian! Cukup ini yang terakhir! Aku paham keinginanmu, keinginanku juga. Tapi, aku tidak mau keluarga kita mendapatkan murka Allah," kata Fais ketika itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement