Sabtu 14 Sep 2019 17:05 WIB

HAFECS Ajak Pegiat Pendidikan Siap Hadapi Era Society 5.0

Era Society 5.0 menuntut siswa dan masyarakat mampu berpikir kritis dan konstruktif.

Seminar Pendidikan Nasional dengan tema “Sketsa Pendidikan Nasional: Membangun Paradigma Guru Inovatif
Foto: Dok HAFECS
Seminar Pendidikan Nasional dengan tema “Sketsa Pendidikan Nasional: Membangun Paradigma Guru Inovatif" menjadi bagian dari Teaching and Learning Festival (TLF) 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – HAFECS (Highly Functioning Education Consulting Services) menginisiasi gelaran gelaran Teaching and Learning Festival  (TLF) 2019. Kegiatan tersebut diadakan di  Aula Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (14/9).

Acara yang  merupakan kolaborasi apik dari berbagai institusi dan organisasi pendidikan itu dalam rangka mewujudkan transformasi pendidikan Indonesia yang lebih baik melalui peningkatan metode pengajaran dan pembelajaran para guru di sekolah dalam menyongsong Era Society 5.0. 

TLF 2019 dihadiri  lebih dari 450 peserta dari latar belakang yang beragam serta berbagai pembicara profesional dan berdedikasi tinggi di bidang pendidikan.  Kegiatan ini  dikemas dalam berbagai sesi, antara lain Seminar Pendidikan Nasional dengan tema “Sketsa Pendidikan Nasional: Membangun Paradigma Guru Inovatif”. Seminar itu menampilkan nara sumber Dr (Cand) Zulfikar Alimuddin BEng, MM (direktur HAFECS dan), Prof  Dr  Unifah Rosyidi MPd (ketua umum Pengurus Besar PGRI) dan Prof  Dr Komaruddin Hidayat (rektor Universitas Islam Internasional Indonesia).

Sementara  sesi Talkshow dengan tema "Educational Transformation on Global Culture" menampilkan nara sumber Jemi Ngadiono (founder 1000 Guru Foundation), Bambang Eko Nugroho (direktur Akademik Sekolah Insan Cendekia Madani) dan Rizqy Rahmat Hani (koordinator Pengetahuan Kampus Guru Cikal). Sesi lainnya yakni Workshop dengan tema “Pedagogical Content Knowledge” dan “Higher Order Thinking Skills (HOTS)” dipandu oleh Trainer MT Hidayat SSi (deputy director in Learning of GIBS) dan Yudhistira A Atmanegara SSi (head of Performance Management of GIBS). 

“Era Society 5.0 menuntut siswa dan masyarakat secara umum untuk mampu berpikir kritis dan konstruktif. Kalau kita lihat kemudian secara umum guru-guru kita belum  mampu melakukan pengajaran dengan metode itu, berarti siswanya banyak yang belum bisa memiliki cara berpikir yang kritis konstruktif. Indonesia bisa dikatakan belum siap menghadapi 5.0. Tapi sudah saya katakan tadi, bukan hanya siap dan tidak siap lagi, ini menjadi suatu keharusan Indonesia mengambil ancang-ancang untuk lebih siap menghadapi Era 5.0 sebagai sebuah tuntutan zaman, kita harus lakukan,” kata Zulfikar Alimuddin seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (14/9).

Ia menambahkan, perhatian pemerintah dan seluruh masyarakat dewasa ini pada Revolusi Industri 4.0 adalah langkah awal yang harus diapresiasi. Namun, teknologi  berkembang sangat pesat. Misalnya pengembangan dan penggunaan Artificial Intelligence, serta teknologi berbasis data dalam kehidupan sehari-hari telah masuk ke Indonesia dan berbagai negara di belahan dunia. Era inilah yang dinamakan Era Society 5.0. 

“Teknologi ini mampu mengubah kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang, memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya, sehingga makin lama paparan teknologi ini menjadikan masyarakat semakin mengandalkan penggunaan teknologi dan dituntut untuk mampu beradaptasi dengan hal tersebut,” ujar Zulfikar yang juga direktur Global Islamic Boarding School (GIBS). 

Tentunya, kata dia, hal ini menimbulkan konsekuensi psikologis, ekonomis, bahkan politis dalam kehidupan bermasyarakat. “Kita tidak bisa memilih untuk bersiap dahulu kemudian baru masuk ke dalam era teknologi ini. Mau tidak mau, siap tidak siap, kita harus bersiap dan merancang blueprint pendidikan yang strategis,” imbuhnya.

Zulfikar mengemukakan, siswa generasi Z dan generasi Alpha saat ini adalah generasi native technology, serta bonus demografi yang sedang dihadapi Indonesia hingga tahun 2030, menjadikan Indonesia berpotensi kuat bilamana pembangunan sumber daya manusia ini dioptimalkan. “Maka disinilah peran sistem pendidikan Indonesia untuk membangun pondasi karakter dan sumber daya manusia bagi generasi saat ini dan di masa mendatang,” tuturnya. 

Bagaimana bangsa Indonesia menyikapi hal ini? “Apakah kita hanya akan menerima dan menjadi user, atau apakah kita mampu menganalisis, mengevaluasi bahkan merancang teknologi yang berguna untuk kehidupan manusia? Dalam mencapai hal tersebut, peran pendidik dalam mengasah kemampuan berpikir siswa agar mampu menganalisis, mengevaluasi, bahkan menciptakan (atau biasa disebut dengan HOTS, Higher Order Thinking Skills) sangatlah mutlak diperlukan,” paparnya. 

Zulfikar menegaskan, pendidik dan orang tua tidak dapat serta merta mengharapkan agar kemandirian belajar siswa dan peningkatan kemampuan berpikir HOTS ini timbul dengan sendirinya.  Orang tua tentunya mengharapkan Pendidikan anaknya tidak hanya menjadikan anak mampu bertahan dalam pertarungan zaman namun juga dapat menjadi manusia yang berkarakter unggul. Hal itu juga sejalan dengan jargon kemerdekaan RI ke-74 “SDM Unggul Indonesia Maju”. “Pembangunan dan pemerataan kualitas infrastruktur di Indonesia yang telah dimulai tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi oleh pembangunan kualitas sumber daya manusia yang unggul,” ujar Zulfikar. 

Menurut Zulfikar, untuk menciptakan karakter siswa dengan penalaran yang gemilang, kompetensi guru dalam mengajar secara efektif mutlak diperlukan. “Oleh karena itu, motivasi untuk meningkatkan kemampuan pengajaran harus dimiliki oleh para pendidik. Motivasi yang kuat benar-benar harus diciptakan dalam diri masing-masing guru. Hal ini sudah bukan lagi pilihan atau anjuran, melainkan keharusan,” tuturnya. 

Jika motivasi untuk upgrade skill ini sudah dimiliki, hal penting berikutnya adalah menciptakan pembelajaran yang efektif.  Efektivitas pengajaran diukur dengan respons siswa selama proses pengajaran berlangsung, yang bisa dikelompokkan pada 4 aspek yaitu: Afeksi, Behavior, Engagement, dan Cognitive. “Keempat aspek ini harus bisa terukur secara objektif, artinya guru harus mampu menunjukkan bukti bahwa siswa berhasil memperlihatkan kemajuan pada keempat aspek tersebut,” kata Zulfikar. 

photo
Para nara sumber Teaching and Learning (TLF) 2019.

Hal inilah yang menjadi concern Zulfikar Alimuddin serta tim riset yang dimilikinya dalam merancang Teaching Mastery Framework (TMF). TMF adalah sebuah kerangka pengajaran, berdasarkan proses implementasi, review, dan evaluasi secara berkelanjutan selama hampir empatr  tahun di Global Islamic Boarding School (GIBS), sekolah berasrama bagi siswa  SMP dan SMA di Kalimantan Selatan. Pengembangan TMF ini dibantu oleh segenap guru di GIBS, baik melalui diskusi berkelanjutan maupun pada proses implementasi dan pengumpulan data umpan balik. 

“Teaching Mastery Framework membagi kemampuan pengajaran guru menjadi delapan aspek, yaitu Pedagogical Content Knowledge, Higher Order Thinking Skills, Lesson Plan, Teaching Tactics, Classroom Management, Soft Skills, Teaching Scenario, serta Teaching Grading,” papar Zulfikar. 

Proses penilaian kinerja guru atas efektivitas pengajaran di kelas dalam kaitannya dengan pengembangan kompetensi mengajar yang harus dimiliki guru dan apa yang harus guru lakukan untuk memperbaikinya ini menjadi cikal bakal yang melatarbelakangi HAFECS dalam mengadakan rangkaian event Teaching & Learning Summit 2019 ini. Tema besar dalam Teaching & Learning Summit 2019 adalah “Measurable Teaching Practise: To Ensure a More Effective Teaching”. 

Rangkaian Event Teaching & Learning Summit 2019 HAFECS ini berlangsung dimulai dengan diadakannya 125 mini event dalam format School Leaders Gathering, HAFECS Class, Kuliah Umum dan Forum Guru Inovatif yang telah dan akan diadakan di berbagai kota di Indonesia sepanjang tahun 2019. Disusul 4 Event Teaching & Learning Festival 2019 (Jakarta – 14 September 2019, Aula Dinas Pendidikan DKI Jakarta; Surabaya – 5 Oktober 2019, Auditorium Universitas Negeri Surabaya; Yogyakarta – 26 Oktober 2019, Convention Hall Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta; Banjarmasin – 15-17 November 2019, Mahligai Pancasila Banjarmasin). 

Acara puncaknya adalah Teaching & Learning Summit 2019 yang akan berlangsung di Jakarta, 26 – 27 November 2019. Ini merupakan sebuah konferensi pendidikan yang menghadirkan pembicara pakar pendidikan dari dalam dan luar negeri, workshop, expo pendidikan, serta penghargaan bagi Guru Inovatif Indonesia 2019.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement