Jumat 24 May 2019 10:34 WIB

Angku Zainal (Cerpen)

Riwayat Angku Zainal semerbak sampai ke kampung-kampung sebelah

Angku Zainal
Foto:

Siang itu, sebuah sedan hitam masuk ke pelataran masjid Kampung Lubuk Kisam. Dari dalam kendaraan mengilat dan mewah itu keluar dua orang, yaitu satu lelaki dan satu perempuan. Mereka berdua bukan warga Kampung Lubuk Kisam, sebab tak ada satu pun warga yang mempunyai mobil sebagus dan semulus itu. Paling bagus hanyalah mobil pikap milik tauke Subhan yang sering dijadikan kendaraan pengangkut buah sawit bila masa panen tiba.

Shalat Zhuhur baru saja selesai dan Angku Zainal sedang menyapu lantai manakala dua orang tamu tak dikenal itu menyapanya tanpa uluk salam. Sekonyong-konyong mereka mengajukan permintaan yang nyaris membuat jantung Angku Zainal mencelat dari tempatnya dan matanya melotot menatap mereka tak percaya.

“Tolong nikahkan kami, Angku. Kami saling mencintai dan tak ingin dipisahkan,” rengek si perempuan sambil bergelayut manja di lengan si lelaki.

“Hei, setelah tanpa salam dan tanpa sopan kau masuk ke rumah Tuhan, sekarang kau mau bertingkah gila, anak muda?” hardik Angku Zainal sambil menudingkan gagang sapu ke muka dua orang di hadapannya.

Si lelaki langsung memegang tangan Angku Zainal, “Maafkan kelancangan kami, Angku. Kami sedang panik.”

“Apa pula pasal yang membuat panik itu?” tanya Angku Zainal dengan mata menyipit. Dan dengan gerakan tangan, ia mempersilakan kedua tamunya duduk. Mereka bertiga pun duduk ber sila di lantai masjid. Kedua orang itu tak lang sung menjawab, melainkan saling pandang terlebih dahulu, seakan ragu.

“Melihat raut pucat kalian, apa kalian sedang dikejar-kejar hantu?” tanya Angku Zainal sambil meringis menahan tawa.

“Bukan, Angku.” Si perempuan angkat bicara. Kemudian dengan sedikit gemetar ia berkata, “Kami sedang dikejar orang tuaku. Kami kawin lari.”

Terkekeh juga akhirnya Angku Zainal mendengar pengakuan si perempuan. Si lelaki menunduk malu-malu. Angku Zainal memandangi dua sejoli itu berganti-ganti sambil mengusap-usap jenggotnya sembari bergumam dan menggeleng-geleng.

“Mengapa tak pergi ke KUA saja?” tanyanya keheranan. “Bukannya akan lebih cepat kalau kalian pergi ke sana?”

“Sudah, Angku,” sahut si lelaki. “Tapi mereka menolak.”

“Mengapa?”

“Karena kami saudara satu ayah.”

Angku Zainal terlonjak bagai tersengat arus listrik. Wajahnya memucat saking kagetnya. Hampir saja keluar kata makian dari mulutnya seandainya saja si lelaki tidak buru-buru merogoh tas di pangkuan dan menyodorkan sesuatu ke hadapannya. Sesuatu yang disodorkan lelaki itu membuatnya terperangah.

“Kami akan memberikan ini jika Angku mau menikahkan kami.”

Lelaki muda berdagu lebar itu mengeluarkan tiga kebat uang dari dalam tas hitamnya, lalu meletakkan uang itu di pangkuan Angku Zainal. Kedua pasangan itu menatap Angku Zainal penuh permohonan. Tak bisa disembunyikan raut merah padam di wajah keriput Angku Zainal manakala menatap tumpukan uang yang seumur-umur belum pernah dilihatnya itu.

Terbayang di pelupuk mata lelaki tua itu, betapa besar jumlah uang itu. Tentunya dengan uang sebesar itu, ia bisa mewujudkan permintaan Nizar, anak bungsunya yang sering betul merengek-rengek minta dinikahkan dengan Hayati, anak gadis Angku Jakfar. Namun, bayangan berat dosa yang akan menekuk batang lehernya mau tak mau membuatnya gentar juga. Menikahkan dua orang satu ayah haram hukumnya.

Angku Zainal terdiam cukup lama. Ia berpikir dan terus bergulat dengan iblis yang membujuknya. Ia paham betul akan dosa besar itu, tetapi godaan uang sebesar itu sungguh sulit dihindari. Lalu dengan setengah lunglai, ia berkata, “Baiklah,” katanya dengan bibir gemetar. “Akan kunikahkan kalian sekarang juga.”

Kedua pasangan itu tampak bimbang sesaat dan saling memandang. “Bagaimana caranya?” tanya si lelaki. “Apakah perlu mendatangkan saksi?”

“Tak perlu,” kata Angku Zainal yakin. “Cukup Allah dan malaikat-malaikat saja yang menjadi saksi.”

“Bagaimana dengan hubungan kami?” tanya si perempuan masih ragu. “Apakah berdosa bagi kami dan anak temurun kami?”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement