Selasa 07 May 2019 06:27 WIB

Riwayat Haji

Saya cinta Rasulullah. Makanya saya harus naik haji berkali-kali selama masih hidup

Riwayat Haji
Foto:

“Anak saya sakit keras. Ia harus dioperasi. Kalau boleh, saya ingin pinjam uang.”

Haji Mashurat menyemprotkan asap rokoknya. Laki-laki bergamis, dengan sorban melilit di kepalanya itu mengernyitkan dahi, menimbang-nimbang apa akan menuruti permohonan Rahnawi atau membiarkan laki-laki kerempeng itu menelan kesedihannya sendiri. Haji Mashurat mengulas bibirnya dengan senyum kecut.

“Maaf…maaf saya tidak dapat membantu.” Jawab Haji Mashurat pendek. Mendengar ucapan itu, Rahnawi merasa seluruh persendian tubuhnya terasa lunglai. Terbayang sudah bagaimana nasib anaknya. Ia seperti kehilangan tenaga untuk bangkit dari duduknya.

“Semua uang saya sudah disetor untuk naik haji. Saya harus berangkat haji lagi.” Haji Mashurat memang dikenal lantaran kehajiannya yang berulang-ulang. Namun ia juga dikenal lantaran sifat kikirnya yang teramat kepada tetangga.

“Bukannya Mas Haji sudah berkali-kali ke Tanah Suci?” Pertanyaan ini sempat diajukan Rahnawi sebelum lelaki kurus kering itu pulang menelan kekecewaan. Haji Mashurat menampakkan gigi-giginya yang mulai berkurang.

“Saya cinta Rasulullah. Makanya saya harus naik haji berkali-kali selama masih hidup.”

Rahnawi terlihat ingin meludah mendengar ucapan Haji Mashurat yang seperti itu. Tapi, ia buru-buru pamit pulang. Sehingga tubuhnya sudah hilang ditelan pengkolan jalan ketika Haji Mashurat mendengar keresak kasar sandalnya makin menjauh.

“Haji kampret!” Ia menyimpan umpatan itu di dalam dadanya yang meletup-letup. Langit sedang menghampar warna biruh cerah. Lima hari setelah itu, Misdar dijemput Izrail. Suami istri itu mengutuk dirinya atas ketakberdayaan memboyong anak lelakinya ke rumah sakit. Tangis Simar, kian panjang dan dalam. Penuh gumpalan kesedihan. Ia berusaha menenteramkan goncangan jiwanya dengan menabur bunga-bunga di atas pusara sang anak.

Dengan mata berkaca-kaca, Rahnawi tersadar dari lamunan panjangnya. Suara keras Haji Mashurat membuyarkan ingatan akan peristiwa kelam dalam hidupnya.

“Kalau ingin naik haji bersihkan hati kalian. Tentunya kalian harus punya uang untuk sampai ke sana.” Haji Mashurat menggulung sebagian baju di lengannya sehingga tampak arloji kuning keemasan berkilauan.

Malam kian larut. Bulan timbul tenggelam dalam dekapan awan. Orang-orang bubar. Haji Mashurat bangkit, menerima uluran tangan orang-orang yang bersalaman kepadanya. Ia pun menepuk semua pundak orang-orang dan berujar, “Semoga bisa naik haji sama seperti saya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement