Selasa 19 Feb 2019 09:26 WIB

Hujan Telah Mencuri Ibu Dariku

Hujan kini terus mengingatkan aku pada ibu

Ibuku
Foto:

Tanganku menunjuk perempuan gila yang masih duduk bersandar pada pohon randu. Tanpa sadar tangan Bude juga ikut menunjuk pada perempuan gila itu. Bude kemudian mengerti mengapa kami berkeras bahwa itu ibu, karena setelah didekati, perempuan gila itu benar-benar mirip ibu. "Nah, lalu akan berbuat apa kita?" tanya Bude.

Ternyata ditanya seperti itu, aku juga merasa kebingungan. "Apakah nanti kau akan terbiasa punya ibu seorang yang betul-betul gila? Sejak kecil, ibumu memang telah memiliki penyakit kambuhan, entah ayan entah bukan, namun memang seperti itulah keadaannya."

"Kau sendiri tidak begitu saja bisa menerima kondisi ibumu, apalagi setelah calon keluargamu membatalkan pinanganmu. Sementara sekarang kita menemukan ibumu dalam kondisi yang lain. Semakin menyedihkan dan menakutkan," kata Bude sambil terus menatap perempuan gila yang mirip ibu.

Mata perempuan gila itu tak memancarkan kehidupan. Hal itu membuatku semakin sedih.

"Perempuan gila yang kumuh, apakah kalian sanggup menerimanya dan bahkan merawatnya?" tanya Bude sekali lagi. "Atau seharusnya kita anggap saja bahwa mayat yang ditemukan dan dikuburkan tempo lalu itu benar-benar ibumu dan perempuan gila ini memang hanyalah seorang perempuan gila?"

Mbakyu dengan tiba-tiba mengatakan bahwa ia memilih mengakui perempuan gila itu sebagai ibu. Bagaimana pun juga, tinggal aku sendiri yang belum menetapkan pilihan. Tuhan telah mengembalikan ibu padaku, batinku kemudian.

Seorang perempuan gila yang kumuh dan tak terurus itu akhirnya kami bawa pulang. Lalu perempuan gila itu kami bersihkan tubuhnya di bawah guyuran air kran. Ketika kami telah selesai, di depan mata kami tampak seorang perempuan yang benar-benar mirip dengan ibu.

Pada malam berikutnya, tiba-tiba mantan calon istriku datang ke rumah Mbakyu karena diberitahu oleh kawan kami bahwa aku sudah pulang dari luar kota.

"Oh, siapa perempuan itu?" tanyanya terkejut karena tanpa sengaja melihat perempuan gila mirip ibu ada di rumah Mbakyu. Tampaknya ia tak menyangka bahwa ibu kami masih hidup. "Apa yang sudah terjadi?" tanyanya lagi.

Kuhirup nafas dalam-dalam sambil berkata, Ibuku sudah kembali dan tinggal bersama kami. "Tapi jasad siapa yang dimakamkan tempo dulu?" tanyanya.

"Kita lupakan saja jasad dan kuburnya itu," kataku kemudian.

Ia kemudian pasti teringat pada malam di mana keluarganya menolak pinanganku karena tiba-tiba penyakit ibuku kambuh, karena kemudian ia meminta maaf padaku atas kejadian dulu itu. Mbakyu menangis mendengar mantan calon istriku meminta maaf. Sekali lagi, mantan calon istriku ingin menjalin hubungan silaturahim denganku dan dengan keluargaku.

Dan tiba-tiba saja hujan turun deras hingga suaranya memenuhi seluruh rumah. Perempuan gila yang mirip ibu memang sedari tadi duduk terdiam. Tapi tiba-tiba perempuan gila itu keluar dari sikap diamnya.

Jantungku berdegup kencang ketika tiba-tiba perempuan gila itu berlari ke luar rumah meninggalkan kami. Jalanan tampak gelap, tak ada apa pun tampak kecuali langit yang memancarkan hujan deras. Akhirnya perempuan gila itu kembali ke jalan, sebaliknya kami hanya melihatnya tanpa berniat mengejarnya.

"Apa itu benar-benar ibumu?" tanya mantan calon istriku.

"Aku masih tidak yakin," jawabku bimbang.

-- Kulon Progo, 2016

TENTANG PENULIS

KRISTIN FOURINA lahir di Yogyakarta 13 November 1987. Alumni Sastra Indonesia UNY. Beberapa kali memenangi lomba menulis cerpen. Beberapa cerpennya dimuat di media massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement