Selasa 24 Mar 2020 20:23 WIB

UN Ditiadakan, Ini Respons Para Guru

Pemerintah telah resmi memutuskan meniadakan ujian nasional di tengah wabah corona.

Rep: Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Idi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Selasa (17/3). (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Idi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, Selasa (17/3). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan peniadaan ujian nasional (UN) 2020 pada Selasa (24/3) sebagai upaya pencegahan dari penyebaran virus corona. Keputusan tersebut mendapatkan apresiasi dari sejumlah guru di sekolah-sekolah.

"Saya mengapresiasi kebijakan peniadan atau pembatalan UN/UNBK tahun pelajaran 2019-2020 sebagai bentuk antisipasi secara komprehensif pada lingkungan pendidikan agar tidak menambah jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19," ujar seorang guru di SMA swasta Kabupaten Cirebon, Maulana, saat dihubungi Republika, Selasa (24/3).

Baca Juga

Maulana menilai keputusan pemerintah dengan meniadakan UN sudah tepat. Pasalnya, menurut dia, UN/UNBK merupakan bentuk penilaian hasil belajar selama tiga tahun yang sebetulnya hanya salah satu dari beberapa evaluasi pembelajaran yang dilakukan, misalnya penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, ujian sekolah, dan ujian praktik.

"Oleh karena itu, meniadakan atau membatalkan UN/UNBK bukan sebuah polemik besar yang perlu diperdebatkan, apalagi dilihat dari situasi dan kondisi kebijakan ini dikeluarkan meskipun mendadak. Karena, proses penilaian terhadap siswa kelas XII untuk menentukan kelulusan dirasa sudah cukup dengan beberapa bentuk penilaian yang sudah ada," katanya.

Dengan keputusan peniadaan UN, Maulana berharap seluruh siswanya dapat menerima kebijakan ini. Dia juga berharap muridnya tidak merasa bahwa kegiatan penambahan jam belajar atau pengayaan yang telah dilakukan siswa kurang lebih tiga bulan sebelumnya menjadi sia-sia.

"Karena hasil belajar pengayaan bukan sekadar untuk menghadapi UN/UNBK, namun juga digunakan untuk penilaian lainnya seperti ujian sekolah, utamanya lagi bagi kehidupan mereka sehari-hari," ucapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh guru yang juga Wakil Akademik Madrasah Pembangunan (MP) UIN Jakarta, Mardi. Dia mengaku sangat setuju dengan kebijakan pemerintah meniadakan UN. "Saya pikir ini keputusan yang sangat bijak dari pemerintah untuk mentiadakan UN tahun ini," kata Mardi.

Mardi melanjutkan, pemerintah maupun masyarakat belum tahu sampai kapan Indonesia diliputi wabah virus corona. Karena itu, demi keselamatan bersama, baik siswa maupun guru, peniadaan UN merupakan jalan terbaik yang bisa ditempuh.

"Pada dasarnya kami siap untuk melaksanakan UN karena kami saat ini guru-guru wajib membuat soal-soal dan beberapa class room-nya. Tapi, dengan kebijakan (tidak ada UN) dari pemerintah, kami sangat setuju karena kita belum tahu bagaimana keselamatan anak-anak, bagaimana keselamatan guru. Jadi, ini sangat bijak menurut saya," ungkap Mardi.

Adapun mengenai penilaian terhadap peserta didiknya, menurut Mardi, guru tentu sudah melakukan pembelajaran sekaligus penilaian terhadap siswanya. Siswa pun dengan tidak ada UN ini dapat belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menuju jenjang berikutnya (SMA).

Terakhir, Mardi menyampaikan kepada siswa kelas sembilan yang telah berusaha keras belajar untuk menghadapi UN dengan mengikuti pengayaan di sekolah atau mengikuti bimbingan belajar di luar agar tidak merasa sia-sia, apalagi menyesal. Sebab, tentu saja, ilmu yang didapat tersebut tidak akan sia-sia.

"Bagi peserta didik yang sudah belajar luar biasa sungguh-sungguh, bimbel di luar, pengayaan di sekolah, bahkan ikut TO di sekolah, dengan tidak ada ujian nasional ini tetap ada manfaatnya. Ilmu-ilmu mereka tetap manfaat, jadi tetap semangat," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement