Ahad 19 Oct 2014 13:33 WIB

Reuni Mantan Atlet Dayung Olimpiade 1956 di Ballarat

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, VICTORIA -- Sekelompok atlet dayung terbaik dunia berkumpul kembali di danau Kota Ballarat, Victoria. Lokasi pertemuan itu merupakan tempat dimana mereka pada 58 tahun lalu bersaing merebut tempat terbaik pada ajang Olimpiade Melbourne 1956.  Reuni ini membangkitkan kembali kenangan mendalam di kalangan mantan atlet yang kini sudah berusia 80 tahunan.

Bertepatan dengan penyelenggaraan Kejuaraan Dayung Dunia Regatta 2014 yang sedang berlangsung di Kota Ballarat, pihak panitia mengundang seluruh atlet dayung yang pernah mewakili masing-masing negara pada Olimpiade 1956 tersebut.
Ketika Kota Melbourne menjadi tuan rumah Olimpiade tahun 1956, penyelenggaraan kejuaraan dayung dan kano digelar di Danau Wendouree yang terletak di Kota Ballarat sekitar 100 kilometer dari Melbourne.

 
Salah satu dari atlet yang bersyukur bisa menghadiri undangan itu adalah pedayung asal Jepang Tohru Sasaki.  Sasaki merupakan atlet cadangan resmi ke-8  tim olahraga dayung Jepang pada tahun 1956 dan meskipun ia tidak pernah diterjunkan dalam event tersebut, namun ia masih mengingat dengan baik betapa menyenangkannya berada di Ballarat ketika itu.
 
Terutama sekali, keterbukaan dan kemurahan hati masyarakat lokal, meskipun  ketika itu Perang Dunia II baru saja berakhir.
 
Tohru Sasaki bersiap mendayung untuk menghormati perjuangan mereka ketika bertanding di Olimpiade Melbourne tahun 1956. Photo: Bethany Keats, ABC
 
"Ketika itu baru 11 tahun lewat pasca berakhirnya PD II dan tim jepang khawatir warga Australia mungkin tidak suka dengan kami, tapi ternyata kami mendapati kalau warga Australia sangat ramah, hangat dan sangat baik hati," tutur Sasaki.
 
"Sikap baik yang ditunjukan warga Australia itu menjadi semakin bermakna buat saya ketika saya sudah tua seperti ini," tambahnya.

Sambutan hangat yang diterima timnya ketika mengikuti Olimpiade Melbourne 1956 itulah yang mendorong Sasaki memutuskan untuk menghadiri reuni sesama atlet dayung internasional dalam kejuaraan dunia tersebut baik yang diselenggarakan tahun ini dan juga sebelumnya pada 2002. 

 
Alasan lainnya adalah tentu saja untuk bertemu dengan temannya sesama mantan atlet dayung yang sudah dikenalnya.
 
"Kami membangun semacam persahabatan diantara pedayung dari semua negara dan sangat senang dapat bertemu mereka kembali," katanya. "Kami bisa bertemu teman pedayung dari Australia, Italia, Jerman ... dan itu sangat bagus untuk bersama-sama lagi."
Peserta Reuni Atlet Dayung Olimpiade Melbourne 1956 di Ballarat. Hadir perwakilan atlet dari sejumlah negara diantaranya Australia, Japan, Italia, Yunani  dan Jerman. Photo: Bethany Keats, ABC
 
Jarak Ballarat yang cukup jauh dari Melbourne ini menyebabkan kota itu menjadi semacam perkampungan Olimpiade khusus untuk atlet pedayung saja dan itu membantu  membantu persahabatan dikalangan para atlet yang bersaing saat itu. Namun bagi Sasaki dan timnya, Ballarat juga memberikan godaan yang lain. 
 
"Perkampungan Olimpiade ini ditetapkan hanya untuk tim dayung saja dan kami menemukan makanan yang sangat menarik. Beberapa anak laki-laki kedapatan makan terlalu banyak es krim, terlalu banyak makanan sehingga berat badan melonjak sampai-sampai pelatih kami mengatakan perahu kami akan tenggelam. Karenanya kami diperintahkan untuk berjalan bolak-balik dari rumah di desa Olimpiade hingga ke rumah perahu tempat kami berlatih, "katanya sambil tertawa. 
 
Sayangnya bagi tim Jepang sendiri, prestasi mereka dalam olimpiade di Melbourne ketika itu tidak senikmat makanan yang mereka santap, karena mereka tersingkir di semi final.
 
"Ketika itu angin bertiup sangat kencang dan juga ombaknya cukup tinggi dan kru kami tidak bisa melakukan kemampuan terbaik mereka sehingga akhirnya kami kalah. Meski pada pertandingan awal kondisinya sangat tenang dan jika saja kondisi itu terus berlanjut hingga semi final, kami yakin tim kami bisa menang," kata Sasaki.
 
Kini di usianya yang sudah memasuki 80 tahun, Sasaki masih tetap mendayung tampaknya usia tidak menghalanginya untuk terus berolahraga.
 
"Berusaha untuk tetap fit bukan masalah besar bagi warga Jepang, mungkin karena gaya hidup kami, terutama pola makan kami sehari-hari.  Kami tidak banyak mengkonsumsi daging, tapi lebih banyak mengkonsumsi ikan. kami juga makanan sayur dalam porsi banyak.  gaya hidup warga Jepang ini sangat cocok untuk olahraga mendayung," katanya.
 
Buku tanda tangan para atlet milik pedayung Robert Brown, yang menampilkan nama-nama dari kru tim dayung asal Jepang. Brown ketika itu berusia 11 tahun dan masih berstatus pelajar yang menonton pertandingan dayung tersebut. Photo: Adrian Keats
 
Sementara itu bagi atlet asal Italia, Cosimo Campioto dan Antonio Casuar, karir dayung mereka berakhir setelah ajang olimpiade tersebut.
 
Sakit hati setelah kalah di final dayung 8 orang pria,  Campioto mengatakan dia tidak pernah lagi ingin melihat perahu lagi.

"Selama hampir 7.5 tahun pasca  meninggalkan tempat ini dan kembali ke rumah saya tidak pernah lagi tertarik melihat perahu, saya tidak mau dengar apapun tentang perahu karena saya sangat marah, " katanya.

 
Tim Italia pada Olimpiade Melbourne 1956 hanya mampu menempati urutan ke-5, kapal mereka ditenggelamkan air dan kemudia terbalik setelah disapu angin kencang.
 
"Kekalahan itu sangat menyakitkan," kata Campioto .. 
 
 Casuar (depan) dan Campioto (tengah) mendayung dalam kegiatan reuni atlet kejuaraan dayung Olimpiade 1956. Atlet asal Yunani, Nick Chatziyakoumis juga ikut bergabung dalam lomba dayung di masa lalu tersebut. Photo: Adrian Keats
 
Meski demikian ketidakberuntungan dalam Final Olimpiade itu, menginspirasikan mereka untuk bermigrasi ke Australia, dimana mereka akhirnya menikah dan berkeluarga.
 
"Setelah kejuaraan itu selesai, kami sangat antusias dengan warga Kota Ballarat dan masyarakat Australiua," kata Casuar.  "Kami memutuskan untuk datang ke Australia,"

"Setiap orang sangat baik kepada kami. kami tidak paham apa apa yang mereka bicarakan kepada kami, karena mereka juga menggunakan tangan, pokoknya ketika itu kami sangat bergembira," kata Campioto sambil tertawa.

 
Casuar dan  Campioto bukan satu-satunya atlet Italia yang memilih tinggal di Australia setelah Olimpiade.
 
Perahu mereka Donoratico, kemudian dibeli oleh klub dayung Melbourne setelah kejuaran tersebut dan kemudian dibeli lagi oleh Klub Dayung Kota Horsham pada tahun 1980-an.
 
Campioto dan Casuar berdiri didepan Donoratio, perahu yang mereka gunakan untuk bertanding dalam Olimpiade 1956. Perahu tersebut kini menjadi milik Klub Dayung Kota Horsham . Photo: Adrian Keats
 
Klub Horsham terus merawat kapal bekas milik tim dayung Italia dan menggunakannya untuk bertanding hingga pertengahan tahun 90-an ketika dipensiunkan dan kemudian disimpan sebagai warisan budaya. "Perahu Donoratico meruoakan tamu bagi Kota Ballarat dan untuk keperluan reuni. Kehadirannya sangat mengejutkan dan sekaligus membuat bahagia para atlet yang pernah bertanding didalamnya,"

"Saya sangat terkejut perahu ini masih berada disini, sangat senang melihat perahu itu lagi." kata Casuar baru-baru ini.

"Terbayangkan oleh Anda bagaimana ketika kehilangan salah satu anggota keluarga ? Perahu itu anggota keluarga kami, " kata Campioto sambil menunjuk perahu Donoratico. 

 
"Mereka anggota keluarga kami, mereka kami bersihkan, kami mandikan, mereka anak kami sendiri," katanya lagi.
 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement