Senin 13 Sep 2021 18:38 WIB

Pakar: Haluan Negara Penting tapi tidak Urgen

Kurang pas menghadirkan kembali haluan negara dengan melakukan amendemen UUD 1945.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan keberadaan haluan negara, tetapi tidak urgen. (Foto ilustrasi: MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945)
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan keberadaan haluan negara, tetapi tidak urgen. (Foto ilustrasi: MPR RI selaku lembaga yang berkewenangan mengamandemen UUD 1945)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, menanggapi wacana menghadirkan kembali haluan negara. Menurutnya, keberadaan haluan penting, tetapi tidak urgen. 

"Perlu itu ada empat derajat situasi, pertama perlu itu dalam keadaan normal, yang kedua perlu itu dilakukan tapi penting atau prioritas dalam bahasa lainnya. (Ketiga) Perlu itu bisa jadi ada kemendesakan atau urgensi dan perlu itu bisa dalam keadaan darurat atau emergency. Hemat saya kondisi sekarang ini adalah penting belum urgensi, belum emergency, baru penting," kata Asep dalam diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (13/9). 

Baca Juga

Menurutnya, memantapkan ideologi Pancasila sangat penting dalam sebuah ideologi negara. Kedua, penting juga bagaimana membangun demokrasi yang berkeadaban, serta bagaimana membangun hak asasi manusia.

"Coba kita lihat pemilu, setiap lima tahun berubah berubah, gimana sih peta besar atau yang jalan yang lengkap, utuh, operasional dengan sistem demokrasi kita," ucapnya.

Menurutnya, agak kurang pas menghadirkan kembali haluan negara dengan melakukan amendemen UUD 1945. Ia menuturkan, amendemen diperlukan jika demokrasi tidak berjalan, kesejahteraan sudah tidak terjadi, tidak terasakan oleh publik. 

"Tetapi kalau hanya sekedar menempatkan haluan negara dan menempatkan MPR, hemat saya tidak perlu dengan amendemen, karena amendemen itu memerlukan sebuah argumentasi yuridis, filosofis yang sangat kuat sekali," kata dia.

Ia mengusulkan agar MPR mengubah TAP MPR yang ada sehingga MPR tidak perlu melakukan perubahan terhadap pasal di UUD 1945. "Jadi jalan keluarnya, maaf saya agak berbeda pandangannya,  ya ubah saja TAP-TAP sekarang yang ada," tuturnya. 

"Mengubah UUD itu selain konsultasi prosesnya yang baik, bersifat aspiratif, yang paling penting adalah percaya pada lembaga yang mengubahnya percaya yang memegang amanah dan tidak melebar kemana-mana, percaya ada jaminan hukumnya," imbuhnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement