Jumat 07 Mar 2014 17:58 WIB

PK Berkali-kali Bisa Merugikan Negara

Rep: bambang noroyono/ Red: Muhammad Hafil
Mahfud MD
Foto: Yogi Ardhi/ Republika
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Diterimanya uji materil tentang pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dianggap mengacaukan sistem hukum di Indonesia. Mantan Ketua Hakim Konstitusi Mahfud MD mengatakan, putusan MK yang menerima judical review itu, berbahaya dan merugikan negara.

Menurut dia, PK diatas PK memberi peluang membebaskan seorang terpidana yang sudah punya kepastian hukum. Hal itu membuat peradilan sebelumnya diposisikan pihak yang dipersoalkan lantaran putusannya. Karena peradilan adalah perwakilan negara, maka itu sama artinya memposisikan negara sebagai pihak yang menghukum orang tidak bersalah.

"Yang bersangkutan (pengaju PK) bisa menuntut ganti rugi kepada negara dengan jumlah tidak tanggung-tanggung," kata dia, saat kunjungannya ke Musi Rawas, Palembang, Jumat (7/3). Mahfud memprediksi, pascavonis MK, banyak narapidan yang bakal mengajukan PK, karena PK sebelumnya bisa saja keliru.

MK mengabulkan gugatan uji materil atas pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Gugatan itu diajukan oleh terpidana pembunuhan, Antasari Azhar. Dia ini, juga adalah bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Antasari dipidana 18 tahun penjara lantaan terbukti turut serta dalam kasus pembunuhan, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, 2009 lalu. Antasari pernah mengajukan PK atas kasus yang menimpanya itu pada 2011. Tapi, Mahkamah Agung (MA) menolak lantaran tidak ada bukti baru.

Penolakan MA itu menutup upaya hukum membebaskan diri Antasari. Ketentuan KUHAP pasal 268 ayat (3) mengatur, PK hanya boleh diajukan sekali. Dikabulkannya uji materil atas gugatan tersebut, membuat Antasari bisa ajukan PK berkali-kali. 

Menurut Mahfud, putusan MK tetap sah. Akan tetapi, punya risiko juga rancu. Kata dia, putusan tersebut membuka pintu kepastian hukum yang tidak jelas. Sebab PK diatas PK sama artinya dengan 'menggantung' kepastian hukum. "Orang yang sudah dihukum masih bisa dianggap belum bersalah," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement