Kamis 15 Oct 2020 10:15 WIB

Thailand Padamkan Protes dengan Larangan Kumpul

Aksi protes di Thailand kian meningkat selama tiga bulan.

Thailand Padamkan Protes dengan Larangan Kumpul. Pengacara hak asasi manusia Thailand Anon Numpa (depan C), diapit oleh juru bicara Persatuan Mahasiswa Thailand Panusaya Rung Sithijirawattanakul (depan R) dan aktivis Pro-demokrasi Parit Penguin Chiwarak (depan L) menonton bersama aktivis lain dari truk selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 14 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi ambil bagian dalam unjuk rasa melawan elit kerajaan dan pemerintah yang didukung militer menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, penulisan ulang piagam baru dan monarki direformasi berada di bawah konstitusi.
Foto: EPA-EFE/DIEGO AZUBEL
Thailand Padamkan Protes dengan Larangan Kumpul. Pengacara hak asasi manusia Thailand Anon Numpa (depan C), diapit oleh juru bicara Persatuan Mahasiswa Thailand Panusaya Rung Sithijirawattanakul (depan R) dan aktivis Pro-demokrasi Parit Penguin Chiwarak (depan L) menonton bersama aktivis lain dari truk selama protes anti-pemerintah di Bangkok, Thailand, 14 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi ambil bagian dalam unjuk rasa melawan elit kerajaan dan pemerintah yang didukung militer menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, penulisan ulang piagam baru dan monarki direformasi berada di bawah konstitusi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pemerintah Thailand melarang kegiatan yang melibatkan lima orang atau lebih. Thailand juga melarang menerbitkan berita atau pesan daring yang dapat membahayakan keamanan nasional.

Larangan itu dikeluarkan pada Kamis (15/10) dini hari melalui dekret darurat untuk mengakhiri protes-protes jalanan di Bangkok. Aksi protes kian meningkat selama tiga bulan.

Baca Juga

Para pengunjuk rasa mendirikan kemah di luar kantor Perdana Menteri Prayuth Chan-ochauntuk menuntut pengunduran dirinya pada Rabu malam (14/10). Pemerintah bertindak setelah para pedemo menghalang-halangi iring-iringan kendaraan keluarga kerajaan.

"Sangatlah perlu menerapkan langkah mendesak untuk mengakhiri situasi ini secara efektif dan tepat waktu untuk menjaga perdamaian dan tatanan," televisi negara mengumumkan.

photo
Seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi bentrok dengan pengunjuk rasa pro-monarki selama protes anti-pemerintah di monumen demokrasi di Bangkok, Thailand, 14 Oktober 2020. Pengunjuk rasa pro-demokrasi mengambil bagian dalam unjuk rasa melawan elit royalis dan pemerintah yang didukung militer menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, penulisan ulang piagam baru monarki yang direformasi di bawah konstitusi. - (EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT)

Langkah mendesak itu disertai dokumen berisi ketetapan langkah-langkah, yang berlaku efektif mulai pukul 04.00 waktu setempat. Ketetapan itu melarang kerumunan besar dan mengizinkan pihak berwenang melarang orang-orang memasuki kawasan mana pun yang mereka tuju.

Pemerintah juga melarang penerbitan berita, media lain, dan informasi elektronik yang memuat pesan-pesan yang dapat menimbulkan ketakutan atau informasi yang secara sengaja menyesatkan, melahirkan salah paham yang akan mempengaruhi keamanan nasional atau perdamaian dan tatanan. 

Puluhan ribu pemrotes berunjuk rasa di Bangkok pada Rabu. Gerakan protes itu bertujuan melengserkan Prayuth, yang berkuasa lewat kudeta 2014 dengan maksud untuk mengakhiri satu dasawarsa kekerasan antara para pendukung dan lawan-lawan kelompok mapan negara itu.

Mereka yang turun di jalan-jalan juga menginginkan konstitusi baru dan menyerukan pengurangan kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Aksi tersebut mematahkan tabu yang berlangsung lama mengenai kritik terhadap monarki.

Para pemrotes berteriak ke arah iring-iringan sang raja di Bangkok pada Selasa (13/10) setelah penangkapan terhadap 21 pengunjuk rasa. Pada Rabu, beberapa pemrotes melambatkan konvoi yang membawa Ratu Suthida, memberi salam tiga jari dan berteriak "keluarlah" pada polisi yang melindungi kendaraan itu.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement