Selasa 23 Jun 2020 14:20 WIB

Patung Eks Presiden AS Andrew Jackson Gagal Dirobohkan

Demonstran mencorat coret patung itu dengan tulisan 'bajingan pembunuh'.

Mantan Presiden AS Andrew Jackson
Foto: businessinsider.com
Mantan Presiden AS Andrew Jackson

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Para pengunjuk rasa gagal merobohkan sebuah patung mantan presiden Amerika Serikat Andrew Jackson di dekat Gedung Putih, pada Senin. Para demonstran tersebut mencorat-coret kata "bajingan pembunuh" di bagian pangkalan patung itu dan menarik tali di sekeliling sosok Jackson yang berada di atas kuda sebelum polisi akhirnya turun tangan.

Rekaman video yang diunggah ke media sosial juga menunjukkan sejumlah demonstran memanjat monumen perunggu di Lafayette Square itu yang terletak di seberang jalan dari Gedung Putih.

Baca Juga

Aksi perobohan patung Andrew Jackson itu merupakan bagian dari upaya terbaru para demonstran untuk menghancurkan gambar tokoh sejarah yang dianggap rasis atau memecah belah.

Polisi dengan memakai perlengkapan antihuru hara kemudian terlihat bergerak untuk mendorong mundur kerumunan dan membentuk cincin pelindung di sekitar patung Andrew Jackson, yang didirikan pada 1852 di atas dasar marmer putih. Patung itu menggambarkan Jackson yang sedang menunggang kuda peliharaan.

Sebelumnya, pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di jalan-jalan terdekat, yang merupakan bentrokan terbaru dalam serangkaian demonstrasi untuk menentang kebrutalan dan rasisme polisi menyusul kematian seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun, George Floyd.

Jackson, presiden ketujuh AS, adalah mantan jenderal di Angkatan Darat Amerika Serikat dan politisi populis yang dijuluki "Old Hickory". Gaya politiknya kadang-kadang dibandingkan dengan gaya Presiden Donald Trump.

Aktivis penduduk asli Amerika telah lama mengkritik Jackson yang menandatangani Undang-Undang Penghapusan Suku Indian (Indian Removal Act) selama masa kepresidenannya pada 1829-1837. Langkah Jackson membuat ribuan orang diusir dari tanah mereka oleh pemerintah AS.

Dipaksa untuk pergi menuju ke Barat dalam aksi yang disebut sebagai "Trail of Tears" (Jejak Air Mata) -- yakni realokasi paksa suku Indian yang adalah penduduk asli Amerika. Ribuan penduduk asli Amerika meninggal sebelum mencapai tempat tujuan.

sumber : Reuters/antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement