Rabu 18 Mar 2020 14:10 WIB

Cegah Corona, Komisi Fatwa MUI Rapat Secara Online

Salah satu rapat yang dibahas MUI adalah soal pelaksanaan ibadah saat wabah corona.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan rapat secara online untuk meminimalisir penyebaran virus corona atau covid-19, Rabu (18/3).(dok. Istimewa)
Foto: dok. Istimewa
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan rapat secara online untuk meminimalisir penyebaran virus corona atau covid-19, Rabu (18/3).(dok. Istimewa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan rapat secara online guna melaksanakan protoko sosial distance dan untuk meminimalisir penyebaran virus corona atau covid-19. Rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Niam Sholeh ini membahas berbagai masalah keagamaan.

Salah satu hal yang dibahas dalam rapat online tersebut adalah tentang produk pangan halal dan tindak lanjut fatwa MUI tentang pelaksanaan ibadah saat situasi terjadi wabah corona.

Baca Juga

"Ada permasalahan penting yang dibahas Komisi Fatwa,  namun kami juga konsen untuk mencegah peredaran covid-19 dengan meminimalisir peregerakan ke luar. Karenanya kami laksanakan rapat secara online", ujar Niam kepada Republika.co.id melalui pesan elektronik, Rabu (18/3).

Niam menjelaskan, rapat online tersebut diikuti oleh sebanyak 37 anggota Komisi Fatwa MUI bersama dengan tim dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

"Ada 87 produk yang dilakukan pembahasan untuk memperoleh penetapan fatwa.  Dari 87 produk,  ada lima produk yang memperoleh pendalaman secara lebih lanjut. Pembahasan cukup alot,  namun akhirnya bisa disepakati," ucap pengasuh Pesantren Al-Nahdlah ini.

Di samping pembahasan tentang produk halal, Komisi Fatwa juga mendiskusikan tentang hukum tanam benar dan botox untuk kecantikan, yang lazim dipraktikkan oleh klinik kecantikan. Dalam rapat itu juga membahas tentang sosialisasi fatwa nomor 14/2020 tentang penyelenggaraan ibadah saat situasi terjadi wabah Covid-19.

"Perlu sosialiasi secara memadai kepada masyarakat agar fatwa ini dipahami secara utuh dan benar," katanya. 

Hasil evaluasi yang dilakukan, tambah Niam, sebagian masyarakat ternyata masih ada yang salah paham terhadap fatwa tersebut, dan meresponnya secara berbeda. "Ada yang langsung memaksa menutup masjid meski kawasannya aman. Sebaliknya ada juga yang memaksakan diri datang ke masjid meski dalam kondisi sakit. Untuk itu masyarakat perlu memahami secara utuh," jelas dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement