Kapolda Sumbar Soal Kematian Afif Maulana: Institusi Kami Diinjak-injak

Kapolri perintahkan Bareskrim dan Irwasum menmantau kasus kematian anak AM.

Republika/ Febrian Fachri
Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Suharyono.
Rep: Bambang Noroyono/Hasanul Rizqa Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono mengeklaim mengomentari aksi pelaporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan ke Divisi Propam dan Bareskrim Mabes Polri terkait kematian Afif Maulana alias AM (13 tahun). Dalam pesannya kepada wartawan, ia menuding lembaga-lembaga pelapor kasus itu sok suci dan merasa institusi kepolisian dihinakan.

Baca Juga

Suharyono menegaskan, dirinya sebagai otoritas kepolisian tertinggi di Sumbar bertanggung jawab atas seluruh proses pengusutan kasus kematian anak AM tersebut. “Silakan,” kata Suharyono melalui pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/7/2024). “Saya bukan pelaku kejahatan. Saya pembela kebenaran,” begitu ujar dia. Suharyono melalui pesannya tersebut juga ‘menyerang’ balik aksi pelaporan LBH Padang, bersama-sama koalisi sipil di Jakarta itu.

Sebab kata dia, kelompok pelapor adalah kalangan-kalangan yang merasa benar sendiri. Bahkan disebutkan dia, sebagai kelompok masyarakat yang merasa tak pernah salah. “LBH sok suci. Dia mengatur skenario dan alibi sedemikian rupa. Seolah-olah prediksinya yang paling benar,” begitu kata Suharyono. Hal tersebut, yang menurut Suharyono, pun membuatnya tetap ‘mengeraskan’ keyakinannya bahwa proses hukum terkait kasus dugaan kekerasan, dan penganiayaan yang diduga dilakukan oleh para personelnya itu sudah di jalur benar.

BACA JUGA: Doa Akhir Tahun 1445 dan Awal Tahun 1446 Hijriyah, Dibaca Hari Ini Sebelum Maghrib

Suharyono menegaskan, bahwa kematian anak AM yang selama ini disebut-sebut oleh LBH Padang lantaran mengalami kekerasan dan penganiayaan oleh para personel Sabhara Polda Sumbar merupakan spekulasi tanpa bukti. “Kami bertanggung jawab, bahwa kami yakini berdasarkan kesaksian dan barang bukti yang kuat, Afif Maulana (AM) melompat ke sungai untuk mengamankan diri sebagaimana ajakannya ke (saksi-korban) Adhitya (A). Bukan karena dianiaya polisi. Itu keyakinan kami,” begitu sambung Suharyono.

Suharyono menambahkan, spekulasi tanpa fakta maupun alat bukti yang selama ini dikoarkan oleh LBH Padang, maupun aliansi lainnya terkait dengan kematian anak AM seperti menafikkan kualitas, maupun profesionalisme tim penyidik kepolisian dalam pengungkapan kasus kematian. Dan hal tersebut, yang menurut Suharyono, bisa disebut sebagai  ‘penghinaan’ terhadap institusi kepolisian. “Kalau institusi kami diinjak-injak, dan dipojokkan, ya siapa yang tidak marah,” begitu kata Kapolda.

Laporan

Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan melaporkan Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono ke Divisi Propam Mabes Polri terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengusutan kasus kematian tak wajar yang dialami anak AM (13 tahun) di Padang, Sumbar. Kelompok advokasi tersebut juga mengajukan permohonan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk mengirimkan tim pengawasan internal dalam proses penyelidikan, dan penyidikan kasus kekerasan serta penyiksaan yang diduga menjadi sebab matinya anak AM.

“Kami yang tergabung dalam Tim Advokasi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan, pada hari ini melakukan pelaporan atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kapolda Sumatera Barat, oleh Kasat Reskrim Polresta Padang, dan Kanit Jatanras dari satuan reserse Polresta Padang,” begitu kata Kepala Divisi Hukum Kontras Andri Yunus saat ditemui di Mabes Polri di Jakarta, Rabu (3/7/2024). Andri mengatakan, selain Kontras, yang tergabung dalam tim advokasi tersebut, juga termasuk Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan LBH Padang, serta Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian (RFP).

Kata Andri, laporan etik terhadap Kapolda Sumbar dan para bawahannya itu dilakukan karena sejumlah hal. Namun kata dia, utamanya masih menyangkut soal pengusutan kasus kekerasan, dan penganiayaan yang diduga penyebab anak AM tewas, dan melukai anak-anak serta remaja lainnya. “Banyak kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh para terlapor (etik) tersebut dalam pengungkapan dugaan penganiayaan dan penyiksaan yang dialami oleh almarhum anak AM, dan korban anak-anak lainnya,” ujar Andri.

Korban anak AM (13 tahun) yang meninggal dunia, diduga akibat tindakan aparat kepolisian Kota Padang pada Ahad (9/6/2024). - (Dok Republika)

Adapun terkait dengan permohonan kepada Kapolri, kata Andri, agar memerintahkan Kepala Biro Pengawasan Penyidik (Karowasidik) di Bareskrim Polri melakukan pengawasan terhadap proses pengungkapan kasus kekerasan, dan penganiayaan yang diduga menjadi sebab kematian anak AM. “Mengapa kami melaporkan, dan meminta pengawasan yang sifatnya isidentil, karena kami melihat, banyak kejanggalan-kejanggalan yang mengarah pada pelanggaran-pelanggaran etik dalam proses penyelidikan, dan penyidikan kematian anak AM,” begitu sambung Andri.

Ragam kejanggalan tersebut, kata Andri sudah berkali-kali disampaikan oleh LBH Padang. Pun dari hasil penyelidikan LBH Padang, selaku pendamping hukum anak AM, dan korban-korban kekerasan serta penganiayaan tersebut sudah disampaikan kepada Polda Sumbar untuk ditindaklanjuti ke dalam proses penyidikan. “Tetapi alih-alih Polda Sumbar dan jajarannya melakukan investigasi, penyelidikan, dan penyidikan, Polda Sumbar, dan jajarannya malah melakukan penggiringan-penggiringan opini yang melenceng dari pokok masalah pembunuhan anak AM menjadi seperti mencari-cari pihak-pihak yang memviralkan kasus tersebut,” begitu kata Andri.

Kawalan Muhammadiyah... baca halaman selanjutnya

Pengusutan kematian anak AM ini sebetulnya sudah menemukan 17 anggota Sabhara Polda Sumbar sebagai terduga pelaku. Belasan personel kepolisian tersebut, pun saat ini sedang menjalani proses etik. Namun sidang internal tersebut cuma menguatkan tentang para personel yang dituduh melakukan pelanggaran prosedur dalam pengamanan dan pencegahan tawuran yang dijadikan dalil bagi kepolisian terkait kasus kematian anak AM. Dan Polda Sumbar selama ini meyakini kematian anak AM, bukan karena kekerasan, maupun penganiayaan oleh anggota kepolisian. Melainkan disebabkan karena bocah pelajar SMP Muhammadiyah-5 itu lompat ke sungai.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo, pada Selasa (2/7/2024) memerintahkan Kapolda Irjen Suharyono tak menutup-nutupi pengusutan kasus kematian tak wajar yang dialami anak AM. Jenderal Sigit menegaskan, jika kasus tersebut terindikasi tindak pidana, agar Irjen Suharyono mengusut tuntas kasus kematian bocah pelajar SMP Muhammadiyah 5 Padang tersebut sampai ke level peradilan eksternal. 

“Tim Bareskrim juga sudah kita minta untuk supervisi. Dan Kapolda saya lihat mengumumkan tahapan-tahapan proses yang sudah dilaksanakan dalam setiap temuan yang didapat,” begitu kata Kapolri. Karena itu, kata Kapolri, agar masyarakat juga turut melakukan pengawasan dalam pengungkapan kasus tersebut. “Silakan dimonitor. Karena mitra-mitra pengawasan eksternal juga ikuti kasus tersebut,” begitu sambung Kapolri menambahkan.

Kapolri juga memerintahkan Inspektorat Pengawas Umum (Itwasum), serta Divisi Propam Polri turun tangan dalam mengawasi proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Kapolri mengatakan, dari laporan yang diterimanya, Polda Sumbar saat ini sudah mengantongi 17 personel Sabhara yang melakukan pelanggaran.

Belasan personel tersebut, saat ini dalam proses internal di Polda Sumbar untuk sidang etik. Namun belum ada arah penyelidikan, yang membuka proses penyidikan terkait dugaan tindak pidana kekerasan, dan penyiksaan yang dilakukan belasan personel kepolisian antihuru-hara yang diyakini penyebab kematian anak AM.

Kasus kematian anak AM terungkap setelah warga menemukan jenazah bocah laki-laki 13 tahun itu di aliran Sungai Batang di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang pada Ahad (9/6/2024) menjelang zuhur. Kondisi jenazah saat ditemukan warga sudah dalam kondisi bonyok pada bagian pipi, lebam-lebam pada bagian dada, serta punggung.

Setelah ditelusuri, anak AM adalah salah-satu yang ditangkap oleh Satuan Sabhara Polda Sumbar saat melakukan patroli keamanan sepanjang malam dini hari sampai subuh di kota tersebut. Menurut kepolisian, mulanya anak AM ditangkap bersama dengan temannya A (13 tahun) pada subuh hari sekitar pukul 03.30 WIB.

Keduanya, AM dan A ditangkap lantaran menurut kepolisian diduga akan melakukan tawuran. Namun kenakalan remaja-pelajar untuk saling adu jotos tersebut tak pernah terjadi.

Kasus kematian anak AM (13) tahun di Padang, Sumatra Barat (Sumbar) ikut menarik perhatian Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu'ti. Lewat akun X, Prof. Mu'ti meminta kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengusut tuntas kematian AM. "Pak Kapolri @ListyoSigitP mohon kasus kematian Saudara AM di Sumatera Barat diusut tuntas. Siapapun yang terlibat harus diadili sebagaimana hukum yang berlaku," ujar Mu'ti, Selasa (2/7/2024).

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo memerintahkan Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal (Irjen) Suharyono tak menutup-nutupi pengusutan kasus kematian yang dialami anak AM (13 tahun) di Kota Padang. Sigit menegaskan, jika kasus tersebut terindikasi tindak pidana, agar Irjen Suharyono mengusut tuntas kasus kematian bocah pelajar SMP Muhammadiyah 5 Padang tersebut sampai ke level peradilan eksternal.

Saat ini, kata Kapolri dari laporan yang diterimanya, Polda Sumbar sedang melaksanakan proses etik internal terhadap 17 anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran. “Kasus proses etik itu menunjukkan kita tidak ada yang ditutup-tutupi. Dan bila ada kasus pidana, juga akan ditindaklanjuti,” ujar Jenderal Sigit, Selasa (2/6/2024).

Kapolri juga memerintahkan agar tim di Bareskrim Polri melakukan supervisi dalam pengusutan kasus tersebut. “Tim Bareskrim juga sudah kita minta untuk supervisi. Dan Kapolda saya lihat mengumumkan tahapan-tahapan proses yang sudah dilaksanakan dalam setiap temuan yang didapat,” kata Kapolri.

Aduan Pelanggaran HAM Aparat Kepolisian. - (Republika)
 
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) juga turut mengadvokasi kasus kematian Afif Maulana. Bersama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, PP IPM melakukan pertemuan terkait kasus tragis kematian AM.
 
Dalam rilis yang terbit di laman resmi organisasi Muhammadiyah tersebut, dikatakan bahwa almarhum merupakan seorang kader Persyarikatan. "Pertemuan terkait kasus tragis kematian AM, seorang kader IPM Sumatra Barat yang diduga meninggal akibat penganiayaan oleh oknum pihak kepolisian," demikian petikan keterangan yang dilansir Republika dari laman resmi PP IPM, Rabu (3/7/2024).

Ketua Umum PP IPM Riandy Prawita menyampaikan kekecewaannya terhadap insiden yang menimpa AM. Menurut dia, almarhum adalah seorang kader IPM yang aktif di Persyarikatan. “Kami sangat kecewa dengan oknum pihak kepolisian yang melakukan penganiayaan terhadap AM, kader IPM yang telah mengikuti Pelatihan Kader Dasar Taruna Melati (PKDTM) 1. Kami akan mengawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan,” ujar Riandy Prawita menegaskan.

Ketua YLBHI Muhammad Isnur menekankan komitmennya untuk mendukung upaya PP IPM dalam mencari kebenaran atas kematian AM. Pihaknya bersama dengan IPM dan Persyarikatan Muhammadiyah umumnya akan terus mengawal kasus ini. “Sejarah panjang penegakan keadilan antara Muhammadiyah dan YLBHI telah terjalin. Dalam kasus AM, YLBHI bersama PP IPM akan mendorong pihak terkait untuk membuka kasus ini secara transparan,” tambahnya.

Korban anak AM (13 tahun) yang meninggal dunia, diduga akibat tindakan aparat kepolisian Kota Padang pada Ahad (9/6/2024). - (Dok Republika)

Semasa hidupnya, AM adalah seorang pelajar yang aktif dalam pelbagai kegiatan kepemudaan. Khususnya di Muhammadiyah, ia tercatat sebagai kader IPM yang telah mengikuti PKDTM I.

Perwakilan LBH Padang Indira Suryani mengatakan, pihaknya siap berkolaborasi dengan PP IPM dalam menghadapi persoalan ini. Menurut dia, pertemuan ini menegaskan komitmen bersama untuk menuntut keadilan atas kematian AM serta memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan.

"PP IPM, YLBHI, dan LBH Padang berharap agar kasus ini dapat memberikan keadilan bagi AM dan keluarganya serta memberikan pembelajaran penting bagi penegakan hukum di Indonesia."

KPAI duga ada penganiayaan polisi... halaman selanjutnya

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang kasus kematian korban anak berinisial AM (13) di Kota Padang, Sumatera Barat, dan 11 anak lainnya yang mengalami luka fisik dan psikis adalah penyiksaan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi.

"Kasus anak di Kota Padang yang mengakibatkan satu orang meninggal,yaitu AM dan sebelas anak lainnya mengalami luka fisik dan psikis yang diduga dilakukan oknum-oknum polisi adalah penyiksaan," kata Anggota KPAI Dian Sasmita saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.

Dian Sasmita mengatakan KPAI menerima pengaduan kasus tersebut pada 24 Juni 2024 dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan telah melakukan rangkaian upaya pengumpulan informasi.

Pihaknya menemukan bahwa tempat penemuan jenazah AM adalah sungai yang dangkal dan ketinggian jembatan diperkirakan lima meter.

"Perkembangan sementara, kasus meninggalnya AM masih dianggap belum cukup bukti oleh Kepolisian. Padahal beberapa fakta telah hadir di publik, termasuk foto luka-luka di tubuh AM dan anak-anak lainnya," kata Dian Samita.

Selain itu terdapat sejumlah anak yang dibawa ke halaman Polsek Kuranji, Padang, dan mengalami penyiksaan.

"Kekerasan dilakukan di halaman Polsek Kuranji dan Polda Sumbar oleh sejumlah oknum polisi yang bertugas malam tersebut. Anak-anak menyampaikan jika mengalami penyudutan dengan rokok, tendangan, pukulan, setrum, dan perlakuan kejam lainnya. Bahkan mereka hanya menggunakan celana dalam selama penyiksaan dan tidak ada air minum sama sekali," kata Dian Sasmita.

Meningkatnya Kekerasan Terhadap Anak - (Republika)

Dian Sasmita mengatakan penyiksaan yang dialami oleh AM hingga tewas serta 11 anak lainnya yang mengalami luka fisik dan psikis dinilai telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.

Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UN CAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998.

Sebelumnya seorang anak laki-laki berinisial AM (13) ditemukan oleh warga telah tewas mengambang di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Sumbar pada Minggu (9/6). Selain AM, diduga terdapat sejumlah anak yang mengalami penyiksaan oleh oknum polisi Polda Sumbar dalam patroli pengamanan aksi tawuran.

Sementara Antara melansir, Polda Sumatra Barat siap menghadapi laporan yang dibuat oleh LBH Padang dan KontraS ke Divpropam Polri. "Adalah hak masyarakat untuk melapor, Polda Sumbar juga siap menghadapi pelaporan tersebut sesuai dengan pernyataan dari Kapolda sebagai pimpinan," kata Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Dwi Sulistyawan di Padang, Kamis.

Ia mengatakan Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono juga telah menyampaikan pernyataan tersebut saat menerima audiensi dari LPSK pada Kamis pagi. "Dalam audiensi Kapolda menyampaikan tentang pelaporan ke Divisi Propam, lalu ia menyatakan siap menghadapi laporan tersebut," ujarnya.

Dwi menjelaskan sejak awal terjadinya kasus Afif Maulana hingga sekarang Kapolda Sumbar selalu berbicara dengan fakta-fakta, data, dan petunjuk yang diperoleh. "Semua yang disampaikan oleh Kapolda sampai saat ini punya dasar, bukan asumsi atau mengarang. Bahkan sebagai wujud transparansi setiap perkembangan proses kasus selalu dibuka ke publik," jelasnya.

Dwi juga menjelaskan bukti lain dari keseriusan Polri menangani masalah tersebut adalah turunnya Tim Asistensi dari Mabes Polri untuk mengawal proses agar berjalan sesuai dengan prosedur. "Jadi mulai dari Divisi Propam Polri sudah turun lebih dulu ketika mulai ramainya masalah ini, kemudian dari Pusdokkes Polri juga sudah turun untuk mengecek hasil otopsi yang sudah dilakukan," jelasnya.

Selain itu, lanjutnya lagi, Itwasum Polri juga sudah turun untuk melakukan asistensi (klarifikasi) yang kemudian disertai dengan Bareskrim. Maka dari itu Dwi menegaskan kedatangan dari tim asistensi itu membuktikan kepada publik bahwa Polri serius menangani kasus kematian Afif tanpa ada yang ditutup-tutupi.

 
Berita Terpopuler