Gaza Belum Takluk, Israel Butuh 10 Ribu Tentara Tambahan

Di antara kebutuhan pasukan itu akan diambil dari komunitas Ultra-Ortodoks.

AP Photo/ Ohad Zwigenberg
Peti mati tentara Israel yang tewas dalam pertempuran di Jalur Gaza saat dibawa saat pemakamannya di pemakaman militer Mount Herzl di Yerusalem, Selasa, 11 Juni 2024.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Pertempuran di Jalur Gaza tidaklah mudah. Meski otoritas Zionis telah menggempur habis-habisan kota tersebut dan mengerahkan tantara, tapi pejuang Palestina belumlah kalah. Alih-alih menang, Israel kini butuh tantara tambahan yang disiapkan untuk pertahanan.

Baca Juga

Lembaga Penyiaran Israel mengutip menteri pertahanan, Yoav Gallant, mengatakan tentara Israel membutuhkan 10 ribu tentara tambahan segera.

Gallant mengatakan kepada komite urusan luar negeri dan pertahanan bahwa 4.800 orang yang dibutuhkan dapat direkrut dari komunitas ultra-Ortodoks Israel. Mereka merupakan 13% dari total penduduk Israel.

Mahkamah Agung Israel bulan lalu memutuskan bahwa pria Yahudi ultra-Ortodoks harus direkrut masuk ke dalam dinas militer. Ini menguatkan keputusan sementara pada Mei yang mengatakan bahwa negara tidak memiliki wewenang untuk memberikan pengecualian kepada pria ultra-Ortodoks, atau Haredi.

Wajib militer bagi warga negara Yahudi adalah bagian dari kewajiban nasional Israel. Namun kompromi yang sudah berlangsung lama hingga saat ini mengecualikan pria Haredi atau Ultra Ortodoks untuk terlibat dalam militer.

Heredi dapat melanjutkan studi penuh waktu terhadap teks-teks agama yang didanai oleh tunjangan pemerintah.

Demonstrasi

Ribuan demonstran ultra-Ortodoks melakukan aksi unjuk rasa yang diwarnai kekerasan sejak Ahad di Yerusalem. Mereka menentang wajib militer terhadap kelompok pelajar keagamaan Haredi yeshiva ke dalam militer.

 

Beberapa di antara para pengunjuk rasa melemparkan batu dan bentrok dengan polisi. Lima orang ditangkap dalam bentrokan, di mana pengunjuk rasa juga menyalakan api di jalan dan menyerang mobil Menteri Perumahan Rakyat Yitzhak Goldknopf.

The Times of Israel melansir, para demonstran sebagian besar berasal dari fraksi ekstremis Yerusalem, yang beranggotakan sekitar 60.000 orang dan secara rutin melakukan demonstrasi menentang pendaftaran siswa yeshiva.

Kemarahan memuncak ketika isu wajib militer ultra-Ortodoks kembali menjadi agenda pemerintah dengan latar belakang serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Haredim marah pada anggota parlemen mereka sendiri, yang sebagai anggota koalisi mendukung langkah baru-baru ini untuk menghidupkan kembali undang-undang dari parlemen sebelumnya, Reglasi itu yang akan menurunkan usia pengecualian dari layanan wajib bagi siswa yeshiva ultra-Ortodoks dari 26 menjadi 21 tahun dan meningkatkan tingkat wajib militer mereka.

Para pengunjuk rasa pada Ahad membawa poster bertuliskan, “Kami tidak akan bergabung dengan tentara musuh,” dan “Kami akan mati dan tidak mendaftar,” ketika mereka memblokir persimpangan yang mengarah ke kawasan ultra-Ortodoks di ibu kota.

 
Berita Terpopuler