Tentara Israel Bertumbangan, 53 Tewas Sejak Serang Rafah

PM Italia menegaskan bahwa Israel telah masuk perangkap Hamas.

AP Photo/Ohad Zwigenberg
Tentara Israel membawa peti mati sersan yang tewas akibat rudal Hizbullah saat pemakamannya di Mt Herzl di Yerusalem pada Selasa, 7 Mei 2024.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Akhir pekan ini menjadi salah satu yang paling mematikan bagi pasukan penjajahan Israel (IDF) di Jalur Gaza. Setelah delapan diumumkan tewas akibat kendaraan mereka diledakkan pejuang Palestina di Rafah, dua lainnya juga tewas terkena jebakan di bagian tengah Jalur Gaza.

Baca Juga

Rafah sejauh ini terbukti jadi medan perang paling mematikan bagi tentara Israel. Merujuk catatan resmi Kementerian Luar Negeri Israel, sejak serangan ke Rafah dilancarkan Israel pada 5 Mei lalu, sebanyak 42 tentara IDF tewas hingga 10 Juni lalu. Ditambah serangan-serangan teranyar yang menewaskan 11 pasukan IDF tersebut, total yang tewas di Rafah sejak operasi dijalankan mencapai sedikitnya 53 orang.

Dengan korban terbaru yang diumumkan, jumlah korban tewas tentara Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober telah meningkat menjadi 661 orang. Jumlah ini termasuk 311 tentara yang tewas sejak dimulainya serangan darat di Gaza. Selain itu, 3.617 tentara terluka, menurut angka yang dipublikasikan pihak militer.

Pihak pejuang Palestina meyakini, angka kematian di IDF jauh lebih banyak dari yang diumumkan. Selain itu, belasan tentara Israel juga tewas akibat serangan-serangan kelompok Hizbullah dari Lebanon.

Komunitas internasional sebelumnya telah mengingatkan Israel untuk tak menyerang Rafah karena padatnya pengungsi Palestina di wilayah selatan Gaza itu. Kendati demikian, Israel tak menggubris seruan itu dan mulai melancarkan serangan darat, udara, dan dari laut sejak awal Mei lalu.

Mereka berdalih serangan itu harus dilakukan untuk menghabisi Hamas dan pejuang Palestina. Namun saat Rafah diserang, pejuang Palestina justru bermunculan di wilayah-wilayah lain di Jalur Gaza, terutama di utara yang selama ini diklaim Israel telah mereka kuasai. Sejumlah pasukan Israel yang tewas sejak serangan ke Rafah, dilumpuhkan di wilayah-wilayah utara Jalur Gaza ini. Para pejuang Palestina pada Mei dan awal Juni ini berhasil mengusir tentara Israel dari Jalabliya dengan serangan bertubi-tubi.

Mohamad Elmasry, seorang profesor di Institut Studi Pascasarjana Doha, mengatakan serangan pada Sabtu menunjukkan tujuan perang Israel untuk menghancurkan Hamas masih sulit dicapai setelah delapan bulan pertempuran.

“Pejuang perlawanan Palestina telah melakukan perlawanan yang cukup besar,” katanya kepada Aljazirah, sambil mencatat laporan berita baru-baru ini yang mengutip pejabat intelijen AS yang mengatakan sekitar 70 persen kekuatan tempur Hamas masih utuh.

“Yang lebih buruk lagi, dari sudut pandang Israel, Hamas telah mampu merekrut ribuan anggota baru sehingga tidak ada masalah tenaga kerja bagi Hamas.”

Gideon Levy, penulis dan kolumnis surat kabar Israel Haaretz, mengatakan kematian delapan tentara adalah “harga yang mahal bagi masyarakat Israel”. “Semakin banyak orang di Israel yang bertanya untuk apa perang ini dan sampai kapan? Hal ini mungkin akan menjadi sebuah perang tanpa akhir – sebuah perang yang menguras tenaga,” kata Levy kepada Aljazirah

Menurutnya, sekuat apapun tentara Israel, Hamas selalu dapat menyerang dan melakukan sabotase yang biasanya langsung ditanggapi Israel dengan serangan yang membunuh warga sipil. “Ini tidak mengarah ke mana pun. Kita tidak akan pernah mencapai ‘kemenangan total’ yang konyol seperti yang dibicarakan oleh Perdana Menteri Netanyahu,” kata Levy.

 

 

11 tentara IDF tewas... baca halaman selanjutnya

IDF pada Ahad mengumumkan bahwa total 11 tentara dari Brigade Teknik 601 dan Brigade 179 tewas, dan dua lainnya terluka dalam konfrontasi dengan pejuang Palestina di Jalur Gaza akhir pekan ini. Almayadeen melaporkan insiden di Gaza tengah, yang mana dua tentara dari Brigade 179 tewas akibat alat peledak rakitan (IED), yang juga melukai dua tentara lainnya. IDF juga mengonfirmasi kematian seorang prajurit dari Brigade Givati karena luka kritis yang dideritanya selama pertempuran di Rafah beberapa hari sebelumnya.

Sebelumnya, IDF telah melaporkan kematian delapan tentara dan perwira yang disebabkan oleh alat peledak yang menghantam pengangkut personel lapis baja Namer di kamp pengungsi Tel Sultan di Rafah, Jalur Gaza selatan. Di antara korban tewas adalah wakil komandan kompi di Brigade Teknik 601. Selain itu, seorang komandan kompi berpangkat mayor, bersama tiga tentara lainnya, tewas di Gaza selatan beberapa hari lalu.

Media Israel menggambarkan insiden hari Sabtu pukul 5 pagi di Rafah sebagai “bencana,” dan mencatat bahwa sebuah kendaraan lapis baja di lingkungan Tel Sultan diledakkan saat sedang bergerak. Pihak militer membutuhkan waktu dua jam untuk mencapai kendaraan tersebut, yang kemudian ditarik ke lokasi yang aman. Drone dikerahkan untuk menemukan pejuang perlawanan di daerah tersebut, namun upaya ini tidak berhasil. Insiden hari Sabtu di Rafah adalah yang paling parah sejak insiden Khan Yunis pada 23 Januari, yang mengakibatkan tewasnya 21 tentara.

Brigade al-Qassam mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Mereka melansir bahwa pada pagi di Hari Arafat, para pejuang kemerdekaan melakukan penyergapan yang kompleks terhadap kendaraan Israel yang menembus kawasan lingkungan Saudi di Tal al-Sultan, sebelah barat kota Rafah.

Kabin buldoser militer D9, menurut kelompok Perlawanan, menjadi sasaran peluru al-Yassin 105, menyebabkannya terbakar dan mengakibatkan korban jiwa di antara awaknya. Segera setelah kedatangan pasukan penyelamat, sebuah APC Namer menjadi sasaran peluru al-Yassin 105, yang menyebabkan kehancurannya dan terbunuhnya seluruh awaknya.

Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengatakan kepada wartawan Sabtu pagi bahwa Israel jatuh ke dalam perangkap pejuang Palestina dalam tanggapannya terhadap serangan pada 7 Oktober di Israel selatan. “Sepertinya Israel sedang terjebak. Karena jebakan Hamas adalah dengan mengisolasinya. Tampaknya hal ini berhasil,” kata Meloni, di sela KTT G-7 di Italia, kemarin.

Israel lanjutkan pembantaian... baca halaman selanjutnya

Komunitas internasional sebelumnya telah mengingatkan Israel untuk tak menyerang Rafah karena padatnya pengungsi Palestina di wilayah selatan Gaza itu. Kendati demikian, Israel tak menggubris seruan itu dan mulai melancarkan serangan darat, udara, dan dari laut sejak awal Mei lalu.

Berbagai pembantaian mengerikan dengan korban puluhan warga sipil dilakukan pasukan Israel sejak saat itu di Rafah. Pada Sabtu, hari yang sama dengan tewasnya delapan tentara IDF, mereka melakukan tiga pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza, yang mengakibatkan terbunuhnya sedikitnya 30 warga Palestina dan melukai 95 lainnya, menurut kantor berita WAFA.

Otoritas kesehatan setempat mengkonfirmasi bahwa jumlah warga Palestina yang syahid akibat serangan Israel sejak 7 Oktober telah meningkat menjadi 37.296 korban jiwa, dengan tambahan 85.197 orang menderita luka-luka. Mayoritas korbannya adalah perempuan dan anak-anak.

Sementara itu, tim ambulans dan penyelamat masih belum dapat menjangkau banyak korban dan mayat yang terperangkap di bawah reruntuhan atau tersebar di jalan-jalan di daerah kantong yang dilanda perang tersebut, karena pasukan pendudukan Israel terus menghalangi pergerakan kru ambulans dan pertahanan sipil.

Meskipun ada kecaman dan kecaman internasional, pasukan Israel terus masuk dan mengepung Rafah di mana setidaknya 19 warga Palestina syahid pada Sabtu. Ratusan ribu warga sipil yang putus asa tanpa makanan, air, dan obat-obatan masih terjebak di kota tersebut. Serangan udara, laut dan artileri di wilayah Tal as-Sultan meningkat setelah penyergapan mematikan pejuang Palestina.

Meskipun tekanan internasional untuk melakukan gencatan senjata semakin meningkat, kesepakatan untuk menghentikan pertempuran tampaknya masih jauh. Sejak gencatan senjata selama seminggu pada bulan November yang membebaskan lebih dari 100 warga Israel, upaya berulang kali untuk mengatur gencatan senjata telah gagal. Hamas bersikeras untuk mengakhiri perang secara permanen dan penarikan penuh Israel dari Gaza. Netanyahu menolak untuk mengakhiri invasi sebelum Hamas dibasmi.

Lebih dari 100 tawanan diyakini masih berada di Gaza, meski banyak yang diyakini tewas. Sayap bersenjata Jihad Islam Palestina, Brigade al-Quds, mengatakan pada Sabtu bahwa Israel hanya bisa mendapatkan kembali rakyatnya jika mereka mengakhiri perang dan menarik pasukan dari daerah kantong yang terkepung.

Hari ke-250 Genosida - (Republika)

 
Berita Terpopuler