Terungkap Fakta di Balik Tingginya Angka Perceraian di Indramayu

Ada beragam alasan di balik tingginya kasus perceraian di Indramayu.

Republika/Lilis Sri Handayani
Seorang warga melintas di depan gedung Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Kamis (31/1). Kasus perceraian di Kabupaten Indramayu saat ini masih tinggi.
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Tingginya angka perceraian di Kabupaten Indramayu menimbulkan keprihatinan. Ada beragam alasan di balik tingginya kasus perceraian itu.

Baca Juga

 

Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Indramayu, sepanjang 2023 lalu, tercatat ada 8.869 pasangan yang mengajukan permohonan perceraian. Dari jumlah itu, sebanyak 7.931 pasangan yang diputus atau dikabulkan hakim untuk bercerai.

Itu berarti, selama 2023 lalu, ada 7.931 janda dan duda baru di Kabupaten Indramayu. Humas PA Kabupaten Indramayu, Dindin Syarief Nurwahyudin, menyebutkan, faktor ekonomi menjadi penyebab dominan terjadinya perceraian. Faktor itu juga yang memicu terjadinya peselisihan terus menerus hingga akhirnya berujung pada perceraian.

 

"Sebanyak 72 persen alasan perceraian adalah karena faktor ekonomi," kata Dindin, Jumat (7/6/2024).

Selain itu, lanjut Dindin, di balik tingginya angka perceraian juga terdapat fenomena banyaknya kasus dispensasi kawin. Pasangan dibawah umur yang menikah, ternyata belum memiliki kesiapan mental dalam menghadapi bahtera rumah tangga sehingga mudah untuk bercerai.

"Tahun lalu saya pernah menangani perkara, umur 16 tahun sudah cerai," ungkap Dindin.

 

Dindin menyebutkan, secara keseluruhan, pasangan yang mengajukan perceraian didominasi umur 22 – 30 tahun. Tak hanya itu, lanjut Dindin, dibalik tingginya kasus perceraian juga terdapat fenomena kawin cerai. Artinya, tidak semua permohonan perceraian yang diajukan ke PA Indramayu merupakan kasus perceraian baru. Menurutnya, banyak pula di antaranya merupakan kasus perceraian yang berulang.

 

"Ada yang dua kali, tiga kali kawin cerai. Bahkan, pernah ada juga yang mengajukan cerai untuk yang ketujuh kalinya," cetus Dindin.

 

Dindin mengaku sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Dibutuhkan peran serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk keluarga dan masyarakat, untuk mencegah terjadinya perceraian.

 

Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyayangkan ada 500 ribu perceraian terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Hasto dalam peringatan Hari Keluarga Nasional yang dipusatkan di Bali, Selasa (4/6/2024), mengatakan, ada faktor masalah kesehatan mental dan jiwa yang menjadi penyebab perceraian.

“Hari ini kasus perceraian dalam setahun tidak kurang dari 500 ribu pasangan. Dalam rangka Hari Keluarga Nasional, ini kesedihan mendalam,” kata Hasto. 

Pihaknya belum memetakan provinsi mana dengan persentase perceraian tertinggi, namun untuk jumlahnya saja diperkirakan masih dipimpin Jawa Barat. Dalam rangka Hari Keluarga Nasional, Hasto ingin angka 500 ribu kasus perceraian dalam setahun ini menjadi momentum introspeksi diri, sebab itu baru data perceraian inkrah di pengadilan.

“Artinya belum lagi yang sudah mengajukan tapi belum disahkan, belum lagi yang satu rumah tapi lama diam-diaman,” ucap Hasto.

Ia melihat peningkatan kasus perceraian di Tanah Air terjadi sejak 2015. Sebab pada tahun 2010 angkanya masih 200 ribu per tahun.

Kondisi ini, sambungnya, memberi kerugian terhadap anak-anak yang ditinggalkan, sebab ketika orang tua bercerai, kemudian ada ratusan ribu janda yang perlu diperhitungkan nasib ekonominya, apalagi BKKBN mencatat pada sejumlah daerah, janda ada di kelompok miskin ekstrem.

“Oleh karena itu di hari ini, kita tidak hanya bangun raganya, stuntingnya turun, penggunaan kontrasepsi meningkat, tapi juga bangun jiwanya,” tutur  Hasto.

Dalam pidatonya pada kegiatan peluncuran pelayanan sejuta akseptor itu, Kepala BKKBN mengingatkan pentingnya kesehatan mental sebab selain dampaknya ke perceraian juga ke penggunaan narkotika.

Ia berpesan agar anak dan cucu dididik dengan baik, sebab hari ini 5,1 persen dari populasi masyarakat sudah terpapar narkotika. Bahkan BKKBN mencatat populasi di rutan besar Indonesia didominasi kasus kecanduan obat terlarang.

 
Berita Terpopuler